Reformasi Polri Harus Dimulai dari Meritokrasi, Bukan Nepotisme
Oleh: Cepi Triana Sapari
Pengakuan Krisis dan Titik Sentral Reformasi
Desakan Presiden Prabowo untuk membentuk Tim Reformasi Polri adalah penanda resmi bahwa institusi kepolisian berada dalam krisis mendalam. Ini bukan sekadar masalah teknis atau struktural, melainkan sebagaimana diakui oleh Prof. Mahfud MD masalah kultural.
Namun, dari semua dosa kultural yang muncul ke permukaan kekerasan, korupsi, hingga beking kejahatan ada satu akar masalah tunggal yang harus dipotong: ketiadaan meritokrasi dan meluasnya nepotisme dalam sistem internal Polri.
Jika kita ingin menyelamatkan Polri, kita tidak bisa lagi menerima kebenaran pahit bahwa "ikan busuk dimulai dari kepala" yang diangkat bukan karena kemampuan, melainkan karena kedekatan patronase.
Ketika Nepotisme Merusak Tugas Negara
Secara filosofis dan Hukum Administrasi Negara (HAN), Polri seharusnya menjadi lembaga yang steril dari kepentingan pribadi. Meritokrasi adalah jaminan bagi Asas Kepentingan Umum bahwa anggota yang paling cakaplah yang akan memimpin, menegakkan hukum, dan melayani rakyat.
Nepotisme, sayangnya, menciptakan disfungsi yang sistemik:
Pengkhianatan Moral: Jabatan dan pangkat dibeli, atau didapatkan melalui koneksi politik atau faksi internal. Hal ini merusak keadilan distributif di dalam institusi itu sendiri. Anggota yang jujur dan berprestasi disingkirkan, menciptakan frustrasi internal.
Cacat Administrasi: Praktik nepotisme adalah pelanggaran terang-terangan terhadap Asas Profesionalitas dan Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Ketika pimpinan yang diangkat cacat moral dan kompetensi, maka setiap keputusan yang dibuatnya rentan terhadap penyalahgunaan wewenang (dtournement de pouvoir) untuk kepentingan pribadi atau kelompok patronnya.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!