Mohon tunggu...
M Iqbal J Permana
M Iqbal J Permana Mohon Tunggu... Peminat ilmu Ekonomi industri dan kebudayaan

Seorang pembelajar ilmu ekonomi yang tertarik dengan revolusi digital 4.0, marketing 6,0 dan utilitarianisme kebudayaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sindang Mardika : Sejarah Kesetaraan Bangka dengan Palembang Abad 18.

17 Juli 2025   09:24 Diperbarui: 17 Juli 2025   10:46 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pulau Bangka Sumber :freepik.com

Kesetaraan Sindang Merdeka Bangka dan Kesultanan Palembang 

Banyak penelitian Sosial dan antropologis tentang revitalisasi masyarakat Adat Pulau Bangka salah satunya adalah Penelitian Nurhayat Arief Permana, 2002.  Peneliti dan Wartawan Senior.

Temuan Utama  
1. Penguatan Lembaga Adat  
   • Revitalisasi Totua Ngata dan Dewan Batin memulihkan otoritas penyelesaian sengketa tradisional.  
   • Adat diposisikan sejajar dengan mekanisme pengadilan formal dalam kasus konflik tanah dan sumber daya.  

2. Resolusi Konflik Lebih Efektif dan Berbudaya  
   • Musyawarah adat menurunkan angka eskalasi kekerasan dibanding jalur pengadilan negeri.  
   • Kepuasan warga atas putusan adat lebih tinggi, karena prosesnya partisipatif dan kontekstual.  

3. Penguatan Identitas dan Solidaritas Lokal  
   • Pelibatan elemen adat dalam pemerintahan provinsi mendorong pembentukan “identitas putra daerah” di antara pendatang.  
   • Ritual adat bersama (ziarah leluhur, sedekah laut) memperkuat ikatan antar-etnis.  
 Kesimpulan dan Rekomendasi  Nurhayat Arif
Permana  menyimpulkan bahwa revitalisasi lembaga adat tidak hanya menyelesaikan konflik etnis, tetapi juga memelihara pluralisme dan legitimasi politik lokal. Ia merekomendasikan:  
- Pengakuan hukum formal terhadap kewenangan lembaga adat dalam peraturan daerah.  
- Pelatihan kapasitas bagi pemimpin adat agar mampu menavigasi dinamika modern.  
- Fasilitasi forum rutin antara pengadilan adat dan peradilan negeri untuk kerja sama penyelesaian sengketa.  

Dengan langkah-langkah tersebut, lembaga adat di Bangka terbukti menjadi instrumen strategis dalam menjaga stabilitas sosial dan memperkuat identitas lokal

Oleh Karena itu kita perlu  melihat perilaku masyarakat Bangka setelah otonomi daerah hingga hari ini, baiknya merujuk kepada perilaku masyarakat adat Bangka  yang sudah ada sejak abad ke 16 sebagai sebuah wilayah otonomi merdeka, atau Sindang Merdeka.

Paling tidak ada 45 aturan adat yang megatur masyarakat adat Bangka 

Berikut narasi lengkap 45 hukum adat Sindang Mardika yang ditetapkan Sultan Ahmad Najamudin pada 1763:

Pada 1763 Sultan Ahmad Najamudin menetapkan 

lima aturan pertama: 

larangan menambang timah tanpa izin marga; pelarangan penambangan di wilayah marga tetangga tanpa persetujuan bersama; pembagian warisan harta mengikuti garis keturunan marga dengan porsi anak laki-laki dua banding satu anak perempuan; keharusan restu dua tetua marga sebelum perkawinan antarmarga; dan penetapan bahwa anak angkat hanya berhak waris jika disertakan dalam wasiat tertulis.

Selanjutnya, aturan keenam hingga kesepuluh mengatur sanksi pidana dan perlindungan lingkungan: pencuri hasil bumi wajib mengembalikan ganda dan menjalani hukuman rotan di hadapan Batin; pelaku perusakan tanaman rakyat dikenai ganti rugi sesuai jenis tanaman; penggunaan tanah ulayat hanya diizinkan bagi warga marga dengan izin pemimpin adat; pelarangan pembukaan lahan tebangan tanpa reboisasi dengan kewajiban menanam satu pohon per satu djangkal lahan; dan pengaturan sewa lahan lewat kontrak tertulis maksimal lima tahun yang dapat diperpanjang.

Pada aturan kesebelas hingga kedua puluh, Sultan mengkonsolidasikan pengelolaan hasil laut dan kerangka administratif: penangkapan ikan berukuran di bawah standar dilarang dan penggunaan racun dilarang keras di perikanan laut; perikanan sungai diatur agar ikan tidak dipergunakan sebagai pakan ternak tanpa izin Batin; perburuan hewan dilindungi hanya di musim tertentu dengan izin adat; perlindungan sumber mata air ditindak dengan denda berat; penebangan pohon keras diatur ketat oleh Patih; larangan perbudakan warga lokal; perdagangan budak asing di lelang resmi pelabuhan; pembatasan pemindahan budak lokal ke luar Bangka tanpa izin bersama marga; sistem patok batas wilayah yang diperbarui setiap lima tahun; dan kewajiban pendatang baru melapor ke Batin dalam tiga hari dan tercatat sebagai warga marga.

Aturan kedua puluh satu hingga ketiga puluh satu mengatur arus barang, pasar, pelabuhan, serta tata kelola pejabat: semua barang impor wajib dikarantina tiga hari di dermaga adat; dagangan harus ditimbang di balai marga dan diberi cap otentik; pasar mingguan diadakan sekali seminggu secara bergiliran oleh tiap marga dengan pungutan untuk dana gotong-royong; tarif meriam dan dermaga pelabuhan lokal diatur oleh pemimpin marga; pejabat adat yang korup dipecat dan hartanya disita sebagai denda sosial; dokumen hukum adat wajib dicatat pada lontar atau prasasti batu; pelantikan Batin, Patih, dan Depati dilaksanakan dengan upacara adat disaksikan Sultan; sumpah jabatan diucap di atas kitab suci dan keris pusaka marga; sengketa tanah disidangkan oleh panitia adat marga dengan Sultan sebagai banding akhir; serta denda ganti rugi atas kehilangan ternak sebesar dua kali lipat.

Pada aturan ketiga puluh dua hingga empat puluh satu, hukuman dan ritual sosial diperkuat: pelaku kecelakaan perahu karena kelalaian wajib membiayai pembuatan perahu baru; pernikahan diharapkan memupuk hubungan antarmarga melalui wali adat; perceraian hanya diperbolehkan dalam kasus berat setelah rapat adat marga; mas kawin disepakati kedua keluarga dengan batas minimal satu ekor sapi atau lima bahara lada; mahar harta (emas, kain songket) wajib dicatat dalam buku adat; verifikasi silsilah calon pengantin diperlukan untuk menghindari ikatan darah dekat; pesta adat dibiayai gotong-royong sesuai protokol marga; pendirian surau dan salat berjamaah dikoordinasi Batin dan ulama; sedekah laut dilaksanakan setiap awal musim tenggelam; dan ziarah tahunan ke makam leluhur dipimpin pemimpin marga sebagai ritual bakti.

Terakhir, aturan keempat puluh dua hingga empat puluh lima menetapkan penanggalan, persaudaraan, dan upeti: hari baik untuk pertanian dan pernikahan dipilih berdasarkan perhitungan penanggalan adat; hutang antarwarga harus dilunasi dalam satu tahun atau dikenai bunga adat; setiap marga menjalin ikatan “adat bersaudara” melalui perjanjian komunal; dan marga wajib mengirim hasil bumi sekaligus menyelenggarakan jamuan tahunan di istana Kesultanan sebagai bentuk penghormatan.

Dikenal cerdas dan kritis.

Masyarakat Melayu Bangka dikenal Cerdas dan kritis terhadap kebijakan yang tidak memihak, terutama terhadap eksplorasi sumberdaya alam seperti  timah, dll.  Karena selama ini hukum adat sudah mengaturnya.

 Manfaat Hukum Adat Sindang Mardika bagi Masyarakat Bangka Belitung

 1. Memperkuat Tata Kelola dan Legitimasi Adat

Hukum adat Sindang Mardika membangun kerangka pemerintahan lokal yang jelas, di mana setiap marga memiliki wewenang dan tanggung jawab yang terukur. Pengakuan otoritas adat memudahkan koordinasi antara pemimpin lokal dan Kesultanan, sehingga keputusan cepat diambil dan dipatuhi. Legitimasi formal ini menumbuhkan kepercayaan warga terhadap lembaga adat dan mengurangi ketergantungan pada otoritas eksternal.

- Menetapkan prosedur pelantikan dan sumpah pejabat adat  
- Menyediakan sistem pengawasan internal untuk pejabat yang korup  
- Mengatur pencatatan keputusan pada lontar atau prasasti  

2. Menjaga Kestabilan Ekonomi dan Perdagangan

Dengan aturan soal pajak ringan, pasar mingguan, dan timbang barang, ekonomi lokal berjalan transparan dan adil. Petani lada, nelayan, serta penambang timah mendapat kepastian biaya dan pemasaran. Stabilitas ini mendorong peningkatan volume perdagangan antarpulau dan menarik pedagang dari luar wilayah.

- Tarif pajak maksimal 5% untuk komoditas utama  
- Penyelenggaraan pasar bergiliran antarmarga  
- Karantina barang impor untuk menjaga kualitas  

 3. Melindungi dan Memelihara Lingkungan
Rangkaian ketentuan soal reboisasi, tata ruang ulayat, dan perlindungan sumber mata air menjaga ekosistem pulau. Larangan penebangan sembarangan dan kewajiban menanam pohon kembali mencegah erosi dan kerusakan lahan. Aturan perikanan dan perburuan terukur memulihkan populasi ikan dan satwa, sehingga sumber daya alam berkelanjutan.

- Kewajiban reboisasi satu pohon per lahan tebangan  
- Pembatasan musim perburuan dan ukuran tangkapan ikan  
- Denda berat bagi pencemaran sungai dan mata air  

4. Meningkatkan Kehidupan Sosial dan Keadilan
Musyawarah adat untuk menyelesaikan sengketa mempercepat penanganan konflik dan mengurangi beban pengadilan pusat. Aturan waris dan pernikahan antarmarga mengatur pembagian harta serta menjaga keharmonisan keluarga. Sistem ganti rugi dan denda sosial mencegah tindakan melanggar hak warga, sehingga rasa keadilan terpenuhi.

- Sengketa tanah disidangkan di tingkat marga dengan banding ke Sultan  
- Pembagian waris menyeimbangkan hak anak laki-laki dan perempuan  
- Mekanisme ganti rugi bagi korban perusakan tanaman dan kehilangan 

 5. Memperkokoh Keamanan dan Ketertiban

Ketentuan patroli maritim, kewajiban pasukan tempur lokal, dan larangan perompakan melindungi perairan Selat Bangka. Pendaftaran pendatang baru dan sistem patok batas wilayah mencegah klaim tanah ilegal. Sanksi atas pencurian, korupsi, dan pelanggaran adat memberi efek jera, menurunkan angka kriminalitas di darat maupun laut.

- Pembentukan pasukan warigia untuk patroli rutin  
- Pendaftaran wajib pendatang dalam tiga hari  
- Sanksi ganda dan hukuman rotan bagi pencuri hasil bumi  
 6. Melestarikan Identitas Budaya dan Tradisi

Ritual ziarah makam leluhur, sedekah laut, dan penentuan hari baik memperkuat ikatan spiritual warga dengan leluhur dan alam. Upeti tahunan dan jamuan di istana Sultan memupuk kebanggaan sejarah serta memperteguh “adat bersaudara” antarmarga. Protokol pesta adat dan verifikasi silsilah menegaskan nilai gotong-royong dan persatuan.

- Ziarah tahunan sebagai wujud bakti kepada leluhur  
- Sedekah laut untuk rasa syukur dan permohonan keselamatan  
- Perjanjian adat bersaudara antarmarga  

Dengan landasan hukum adat yang terstruktur, masyarakat Bangka Belitung memperoleh stabilitas pemerintahan, kesejahteraan ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan keadilan sosial. Aturan ini tidak hanya melindungi sumber daya alam dan budaya, tetapi juga memperkuat solidaritas komunitas di tengah dinamika modern.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun