larangan menambang timah tanpa izin marga; pelarangan penambangan di wilayah marga tetangga tanpa persetujuan bersama; pembagian warisan harta mengikuti garis keturunan marga dengan porsi anak laki-laki dua banding satu anak perempuan; keharusan restu dua tetua marga sebelum perkawinan antarmarga; dan penetapan bahwa anak angkat hanya berhak waris jika disertakan dalam wasiat tertulis.
Selanjutnya, aturan keenam hingga kesepuluh mengatur sanksi pidana dan perlindungan lingkungan: pencuri hasil bumi wajib mengembalikan ganda dan menjalani hukuman rotan di hadapan Batin; pelaku perusakan tanaman rakyat dikenai ganti rugi sesuai jenis tanaman; penggunaan tanah ulayat hanya diizinkan bagi warga marga dengan izin pemimpin adat; pelarangan pembukaan lahan tebangan tanpa reboisasi dengan kewajiban menanam satu pohon per satu djangkal lahan; dan pengaturan sewa lahan lewat kontrak tertulis maksimal lima tahun yang dapat diperpanjang.
Pada aturan kesebelas hingga kedua puluh, Sultan mengkonsolidasikan pengelolaan hasil laut dan kerangka administratif: penangkapan ikan berukuran di bawah standar dilarang dan penggunaan racun dilarang keras di perikanan laut; perikanan sungai diatur agar ikan tidak dipergunakan sebagai pakan ternak tanpa izin Batin; perburuan hewan dilindungi hanya di musim tertentu dengan izin adat; perlindungan sumber mata air ditindak dengan denda berat; penebangan pohon keras diatur ketat oleh Patih; larangan perbudakan warga lokal; perdagangan budak asing di lelang resmi pelabuhan; pembatasan pemindahan budak lokal ke luar Bangka tanpa izin bersama marga; sistem patok batas wilayah yang diperbarui setiap lima tahun; dan kewajiban pendatang baru melapor ke Batin dalam tiga hari dan tercatat sebagai warga marga.
Aturan kedua puluh satu hingga ketiga puluh satu mengatur arus barang, pasar, pelabuhan, serta tata kelola pejabat: semua barang impor wajib dikarantina tiga hari di dermaga adat; dagangan harus ditimbang di balai marga dan diberi cap otentik; pasar mingguan diadakan sekali seminggu secara bergiliran oleh tiap marga dengan pungutan untuk dana gotong-royong; tarif meriam dan dermaga pelabuhan lokal diatur oleh pemimpin marga; pejabat adat yang korup dipecat dan hartanya disita sebagai denda sosial; dokumen hukum adat wajib dicatat pada lontar atau prasasti batu; pelantikan Batin, Patih, dan Depati dilaksanakan dengan upacara adat disaksikan Sultan; sumpah jabatan diucap di atas kitab suci dan keris pusaka marga; sengketa tanah disidangkan oleh panitia adat marga dengan Sultan sebagai banding akhir; serta denda ganti rugi atas kehilangan ternak sebesar dua kali lipat.
Pada aturan ketiga puluh dua hingga empat puluh satu, hukuman dan ritual sosial diperkuat: pelaku kecelakaan perahu karena kelalaian wajib membiayai pembuatan perahu baru; pernikahan diharapkan memupuk hubungan antarmarga melalui wali adat; perceraian hanya diperbolehkan dalam kasus berat setelah rapat adat marga; mas kawin disepakati kedua keluarga dengan batas minimal satu ekor sapi atau lima bahara lada; mahar harta (emas, kain songket) wajib dicatat dalam buku adat; verifikasi silsilah calon pengantin diperlukan untuk menghindari ikatan darah dekat; pesta adat dibiayai gotong-royong sesuai protokol marga; pendirian surau dan salat berjamaah dikoordinasi Batin dan ulama; sedekah laut dilaksanakan setiap awal musim tenggelam; dan ziarah tahunan ke makam leluhur dipimpin pemimpin marga sebagai ritual bakti.
Terakhir, aturan keempat puluh dua hingga empat puluh lima menetapkan penanggalan, persaudaraan, dan upeti: hari baik untuk pertanian dan pernikahan dipilih berdasarkan perhitungan penanggalan adat; hutang antarwarga harus dilunasi dalam satu tahun atau dikenai bunga adat; setiap marga menjalin ikatan “adat bersaudara” melalui perjanjian komunal; dan marga wajib mengirim hasil bumi sekaligus menyelenggarakan jamuan tahunan di istana Kesultanan sebagai bentuk penghormatan.
Dikenal cerdas dan kritis.
Masyarakat Melayu Bangka dikenal Cerdas dan kritis terhadap kebijakan yang tidak memihak, terutama terhadap eksplorasi sumberdaya alam seperti timah, dll. Karena selama ini hukum adat sudah mengaturnya.
Manfaat Hukum Adat Sindang Mardika bagi Masyarakat Bangka Belitung
1. Memperkuat Tata Kelola dan Legitimasi Adat
Hukum adat Sindang Mardika membangun kerangka pemerintahan lokal yang jelas, di mana setiap marga memiliki wewenang dan tanggung jawab yang terukur. Pengakuan otoritas adat memudahkan koordinasi antara pemimpin lokal dan Kesultanan, sehingga keputusan cepat diambil dan dipatuhi. Legitimasi formal ini menumbuhkan kepercayaan warga terhadap lembaga adat dan mengurangi ketergantungan pada otoritas eksternal.