Memaknai Umur Senja
Satu atap menyimpan nasib para lansia. Jika berbicara tentang lansia, pasti anda membayangkan bahwa lansia itu kelompok orang yang berambut putih, langkahnya mulai pelan, frekuensi pendengaran mulai redup, apapun segala kegiatannya pasti memerlukan bantuan sumber tenaga lainnya, karena tubuh mereka tidak lagi menyimpan kekuatan yang sama saat mereka masih berada pada umur produktif.
Waktu memang berjalan tanpa kompromi, orang-orang yang dulu menggendong kita, yang mengajari kita berjalan dan berbicara. Kini mulai melambat jalannya, punggungnya pun mulai bungkuk, suara bergetar, bahkan tubuhnya rentan dihampiri oleh penyakit yang tidak terduga. Mereka adalah orang tua kita, kakek dan nenek kita. Jika bukan kita yang merawat masa tua mereka lalu siapa lagi?.
Ditengah hiruk pikuk kesibukan dunia ini, sebagai anak kadang kita sering kali terlalu sibuk mengejar mimpi sendiri hingga lupa bertanya: ''Apa kabar?'' atau sekedar menemani mereka bercerita tentang masa mudanya, menanyakan bagaimana hariharinya, dan pertanyaan lainnya yang menurut kita sepele, tapi itu sangat berarti bagi orang tua, nenek kakek kita. Karena hal tersebut dapat membuat mereka merasa hangat ketika anak cucu mereka perhatian serta mendegar mereka.
Diusia lansia ini, mereka tidak mengharapkan harta ataupun hadiah mahal dari anak cucunya, melainkan mereka hanya butuh disayangi, didengar, diperhatikan, dan dirawat oleh anak cucunya. Kita sebagai anak harus tau apa peran atau apa yang harus kita lakukan terhadap mereka, bukan meletakkan mereka ketempat penampungan para lansia atau disebut panti jompo.
Setidaknya jika tidak memungkinkan berinteraksi langsung dengan mereka, kita usahakan saling memberi kabar dengan orang tua, kakek nenek kita. Dalam keadaan sesibuk apapun mengejar atau mewujudkan harapan yang mereka inginkan terhadap kita.
Menjadi tua bukan berarti berhenti bermakna, justru di sanalah kekayaan hidup itu terkumpul. Setiap kerut di wajah mereka menyimpan kisah, serta setiap langkah yang telah mereka lalui, meninggalkan jejak hidup yang penuh misteri. Dan mereka bisa dikatakan sebagai museum hidup, penuh pelajaran yang tidak bisa kita dapat dari google.
Dalam bukunya, Carozza (2015) menjelaskan bahwa seiring bertambahnya usia, perubahan pada fungsi otak, pendengaran, penglihatan, dan kemampuan berbicara mulai terjadi, yang berdampak langsung pada gaya berkomunikasi lansia.
Mari kita belajar untuk lebih sabar, lebih mendengar, dan lebih menghormati. Bukan karena mereka meminta, tapi karena mereka berhak mendapatkan itu dari kita anak cucu mereka. Dan ingatlah suatu hari nanti, kita pun akan berada di posisi mereka. Kira-kira dunia seperti apa yang kita ingin temui saat rambut kita mulai memutih? dan apakah kita mendapatkan kasih sayang, perhatian, dan didengar oleh anak kita nantinya?.
Tapi mirisnya, sebagian masyarakat Indonesia menganggap bahwa lansia hanya sebagai beban negara atau kelompok yang perlu dibantu tanpa diberi ruang untuk tetap berkontribusi dalam pembangungan bangsa. Bahkan, terdapat lansia di negara ini yang diterlantarkan oleh beberapa faktor.Â
Faktor yang dimaksud meliputi faktor kemiskinan, kurangnya perawatan khusus, dan faktor penyebab lainnya. Berdasarkan sumber '' Kapan 12 Juta Lansia Miskin Hidup Sejahtera? (n.d.)'' Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2022 menunjukkan bahwa 12,18 juta lansia termasuk dalam 40% rumah tangga terendah nasional, yang berarti mereka rentan miskin atau miskin. Selain itu sekitar 2,4 juta lansia diperkirakan terlantar.
Hal ini berbanding terbalik dengan negara jepang, berdasarkan data Jumlah Lansia Di Jepang Cetak Reor Tertinggi, Sepertiga Populasi Diatas 65 Tahun (n.d.) kementerian dalam negeri dan komunikasi jepang mengatakan pada hari Minggu, bahwa kaum lanjut usia diperkirakan berjumlah 29,3 persen dari populasi, proporsi yang lebih tinggi daripada negara atau kawasan lain dengan lebih dari 100.000 orang.Â
Sekitar 20,53 juta dari mereka yang berusia 65 tahun atau lebih adalah wanita, sementara 15,72 juta adalah pria, kata kementerian tersebut.
Dibalik data yang menyatakan bahwa jepang merupakan negara dengan jumlah lansianya tertinggi di dunia. Namun, mereka sangat mengormati, merawat, dan melibatkan lansia dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan negara jepang masih mempekerjakan orang-orang lansia. Jarang sekali para lansia di jepang terlantar disebabkan oleh faktor kemiskinan.
Dalam budaya jepang, konsep "oyakk" (berbakti kepada orang tua) sangat dijunjung tinggi. Lansia diperlakukan dengan penuh hormat, bahkan di ruang publik. Anak-anak diajarkan sejak kecil untuk menghormati orang tua dan kakek nenek mereka.
Selain itu, hal yang menarik dari pemerintah jepang adalah mengadakan program kerja paruh waktu atau sukarela lansia yang ingin tetap konstribusi. Bukan hanya itu pemerintah jepang juga mengadakan program layanan kesehatan yang dikhususkan bagi para lansia, berupa layanan kesehatan dan perawatan lansia yang cukup maju.
Layanan kesehatan dan perawatan yang cukup maju ini berupa ''kaigo hoken'' yang membatu pembiayaan perawatan lansia, panti jompo modrn dan home care system, pemerintah jepang juga mengadakan teknologi robotik untuk mendukung perawatan lansia yang kesepian atau memiliki keterbatasan fisik. Inilah yang menyebabkan banyak lansia jepang masih aktif bekerja atau melakukan kegiatan sosial meski sudah pensiun. Mereka percaya bahwa tetap produktif dapat menjaga kesehatan fisik dan mental.Â
Tapi dibalik segala fasilitas yang modrn dan tercukupi untuk para lansia dijepang, kesepian dan isolasi sosial menjadi tantangan sendiri, karena banyak dari anak-anak mereka bekerja dikota lain atau sibuk dengan dunia mereka. Sehingga orang tua, kakek nenek mereka yang sudah memasuk kategori umur lansia, tinggal sendiri tanpa ditemani oleh siapapun.Â
Dari faktor tersebut, dijepang terdapat satu fenomena yang mana fenomena ini, menjelaskan terdapat lansia yang kematiannya tidak diketahui selama berhari-hari bahkan ada kematiannya baru diketahui dalam jangka waktu berminggu-minggu dan fenomena ini disebut fenomena ''kodokushi''.Â
Â
Jika dibandingkan antara Indonesia dan Jepang, hal ini merupakan perbandingan yang sangat jauh, di Indonesia masih banyak lansia yang tidak mendapatkan fasilitas jaminan kesehatan atau fasilitas lainnya yang mendukung kesehatan hari tua mereka, sebab itulah banyak lansia yang terabaikan masa tuanya begitu saja.Â
Berbanding terbalik dengan jepang yang telah menyediakan beberapa fasilitas yang mendukung baik dari segi kesehatan, segi keterlibatan para lansia terhadap pembangunan negara, dan fasilitas lainnya yang mendukung hari tua mereka.
Kita sebagai generasi muda harus berperan aktif dalam perubahan reformasi sekaligus sebagai pendobrak kemajuan, demi negara kita Indonesia. Kita seharusnya tidak mengangggap bahwa umur tua atau lansia itu adalah beban bagi bangsa, justru merekalah yang mempersiapkan bangsa sebelum kita lahir di tanah air ini.
Sebagai generasi yang tumbuh di gempuran modernisasi serta kemajuan tekonologi canggih, kita harus memanfaatkan hal tersebut sebaik mungkin, apalagi anda yang merantau pergi jauh dari kampung halaman untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi atau pekerjaan yang mumpuni demi mendapatkan nilai rupiah yang sekiranya dapat membantu memenuhi kebutuhan hidup orang tua dikampung halaman.Â
Kita harus memanfaatkan serta menggunakan teknologi seperti handphone agar bisa tetap saling berbagi kabar dengan mereka. Beberapa lansia tidak mengerti terhadap penggunaan teknologi canggih ini, karena mereka hidup dan tumbuh di zaman yang belum ada kemajuan teknologi seperti yang kita rasakan saat ini. Mereka merupakan generasi yang dibesarkan didunia yang sangat berbeda dengan kita, mereka tumbuh tanpa smartphone, tanpa internet, dan tanpa media sosial.
Kehidupan mereka dahulu penuh dengan interaksi langsung, surat-surat yang ditulis tangan, dan komunikasi yang penuh kehangatan tatap muka. Maka tidak mengherankan jika banyak dari mereka merasa bingung, bahkan cemas, menghadapi teknologi yang berkembang begitu cepat.
Dan ini saatnya kita memainkan peran, sebagai generasi yang hidup di zaman berkembangnya teknologi informasi, yang mana semua dapat berkomunikasi, berbelanja, bekerja, hingga berobat kini bisa dilakukan lewat ujung jari.
Bayangkan betapa indahnya jika seorang nenek bisa dengan mudah melakukan video call dengan cucunya yang berada di seberang pulau. Atau seorang kakek bisa dengan nyaman memesan kebutuhan pokok lewat aplikasi tanpa harus menunggu anak-anaknya membelikan.Â
Teknologi bisa menjadi alat pemberdayaan yang luar biasa asal kita mau mendampingi mereka dengan penuh kesabaran dan kasih sayang. Ironisnya, teknologi seharusnya menjadi alat untuk mempererat hubungan, bukan memperlebar jurang keterasingan.
Kita harus mengajarkan mereka bagaimana cara penggunaan teknologi yang sedang berkembang pesat ini, jangan sampai mereka merasa bahwa mereka adalah kelompok yang terpinggirkan atau terasingkan diatas maraknya kemajuan teknologi yang tanpa henti terus berinovasi. Aplikasi-aplikasi yang user friendly bagi lansia perlu lebih banyak dikembangkan, dengan antar muka yang sederhana, huruf besar, warna kontras, dan navigasi yang intuitif.
Mengajarkan bukan berarti mengahancurkan nilai jati diri bangsa. Saat mengajarkan teknologi kepada mereka, kita juga perlu menyaring apa saja yang patut mereka mengerti dan ketahui tentang tekonologi internet.Â
Menghancurkan jati diri bangsa yang dimaksud adalah teknologi internet yang kita ajarkan kepada mereka orang tua kita, yang telah memasuki umur lansia tersebut, bukannya membawa hal-hal positif melainkan membawa mereka terjerumus pada hal-hal negatif saat mereka mengerti dan mengetahui apa kegunaan dari teknologi internet tersebut.Â
Menghormati lansia pada era teknologi bukan hanya memberikan mereka akses tapi juga memberdayakan mereka untuk tetap menjadi bagian aktif dalam masyarakat. Mereka tidak hanya butuh dikenang atas jasa-jasanya di masa lalu, tetapi juga diberi tempat di masa kini dan masa depan.
Berperan aktif dalam masyarakat yang dimaksud adalah libatkan mereka dalam kegiatan sosial dan komunitas, memanfaatkan pengalaman dan pengetahuan mereka sebagai surat untuk bangsa di masa depan sehingga tercipta inovasi dan motivasi terhadap pembangunan, memberikan akses dan pelatihan teknologi, memberikan penghargaan dan pengakuan, serta dorong partisipasi mereka dalam proses demokrasi dan pemerintahan.Â
Awangga (2019) dalam artikelnya menyatakan bahwa ketika berbicara mengenai masyarakat lansia, kita perlu menyadari bahwa sebaik apapun pemerintah membuat  peraturan atau mengeluarkan kebijakan, maka dalam tataran implementasi hal tersebut tidak akan berjalan dengan baik apabila lingkungan dan masyarakatnya tidak ikut memperhatikan secara proaktif untuk mendukung kesejahteraan lansia.
Berdasarkan literasi yang saya baca, Mengulik Keiro No Hi, Hari Penghormatan Orang Lansia Di Jepang (n.d.) Setiap tahun di jepang merayakan hari penghormatan kepada lansia yang disebut hari ''keiro no hi'' setiap hari ketiga bulan desember, masyarakat jepang memberikan ucapan terima kasih dan perhatian khusus pada lansia sebagai bentuk penghargaan dan konstribusi mereka.
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
DAFTAR PUSTAKA
Awangga, R. (2019, December 19). Pentingnya Perda Perlindungan Lansia. Tandamatabdg.https://tandamatabdg.wordpress.com/wpcontent/uploads/2019/12/11912192.jpg Carozza, L. S. (2015). Communication and aging: .
jumlah lansia di jepang cetak reor tertinggi, sepertiga populasi diatas 65 tahun. (n.d.). 17 September 2024.
Kapan 12 Juta Lansia Miskin Hidup Sejahtera? . (n.d.). Retrieved April 29, 2025, from Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2022 menunjukkan bahwa 12,18 juta lansia termasuk dalam 40% rumah tangga terendah nasional, yang berarti mereka rentan miskin atau miskin. Selain itu, sekitar 2,4 juta lansia diperkirakan terlantar.
Mengulik Keiro No Hi, Hari Penghormatan Orang Lansia di Jepang. (n.d.). 16
     September      2024.      Retrieved      April      29,       2025,        from
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI