Mohon tunggu...
Saifullah S (Pilo Poly)
Saifullah S (Pilo Poly) Mohon Tunggu... Pengelola @Puisi_Kompas dan puisikompas.wordpress.com -

Pengelola @Puisi_Kompas | Magang di @tempodotco | Mengabdi di PepNews.com | He who has a why believe for can bear whith almost any how: Nietzsche

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Sepatu dari Masa Lalu

25 November 2017   14:19 Diperbarui: 26 November 2017   18:12 3155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KPM Gurita. (Foto: aceh.tribunnews.com)

Aku menghampiri Oya dan ia mengajakku ke pelabuhan tempat orang-orang bekerja. Aku bilang pada Oya kalau ibuku pasti marah jika ke sana tak ditemani orang dewasa. Tapi Oya sepertinya tak mendengarku. Ia menarik tanganku dan aku entah kenapa mengikuti langkahnya.

Di luar pagar, sepeda biru tua milik Oya menunggu kami. Aku dibonceng Oya keluar masuk lorong-lorong tanpa aspal di kampung kami. Di tempat tinggalku, hanya Oya ini yang sering bermain ke rumah. Ia berbeda dengan temanku di sekolah. Ia juga pernah menawariku sepatunya.

"Jika mau, besok aku bawa," kata Oya dua Minggu lalu.
"Kau juga butuh sepatu," aku menolak.
"Tapi aku punya banyak," aku tetap tak menjawab apa-apa setelah itu.

Kami sampai di pantai sore itu. Biru laut dari pelabuhan Balohan tampak tak ada batas. Butir-butir kristal yang terpancar di bibir pantai karena pancaran matahari sore bagai manik-manik cahaya menyerupai lampu kapal memancar di lautan saat malam hari. Dari jauh, aroma laut mulai terasa begitu sangat dekat dan baunya seperti tubuh ayah.

Tak lama berselang, aku dan Oya tiba-tiba melihat orang-orang sangat ramai memenuhi pelabuhan. Sepertinya orang-orang itu terlihat tergesa-gesa dan seakan ada masalah yang dipikul dipundak mereka masing-masing. Aku bisa melihat kepala orang-orang dewasa itu seperti berlomba memasuki pelabuhan dan pelabuhan itu seakan sangat berat menahan beban setiap manusia yang telah tumpah ruah ke sana.

Dengan perasaan berkecamuk, aku melirik ke arah Oya. Tapi kemudian aku hanya menemukan sepedanya yang tergeletak di dekat pohon kelapa yang menjulang ke atas langit. Reflek. Aku membalikkan badanku dan menemukan tubuh kecil Oya berlari ke arah pelabuhan.

"Oya, Oya!"
"Jangan ke sana!"

Aku memanggil anak itu. Tapi tubuhnya ditelan oleh keramaian pelabuhan. Takut ibu khawatir, aku pulang berjalan kaki sambil memikirkan keramaian di pelabuhan. Sesampai di rumah, terbayang lagi wajah ayah dalam lubuk mataku. Tersenyum. Sangat aneh.

Aku tak menyangka dengan kejadian sembilan belas tahun yang lalu saat orang-orang ramai di pelabuhan. Rupanya mereka sedang menunggu KPM Gurita yang tengah sekarat di tengah laut. Kapal yang membawa penumpang itu terjebak karang di tengah lautan dan tak tertolong. Ibu dengan wajahnya yang pucat pasi duduk di ambang pintu sambil menangis ketika itu. Dalam wajahnya yang teduh, aku seperti nememukan wangi tubuh ayah. Wangi besi kapal dan laut-laut yang asing yang dibawa pulang oleh tubuhnya setiap beberapa bulan. Tapi sampai kini--setelah umurku sembilan belas tahun--tak ada lagi kepulangan ayah.

Aku juga akhirnya tahu. Kapal ayah bersandar di pelabuhan lain karena tak bisa mendarat lantaran kerusakan mesin. Akhirnya hari itu ia menumpang kapal KMP Gurita. Dan memang nahas, wajah tersenyum ayah yang datang dalam pikiranku memang sebuah pertanda. Tapi aku tak mengerti saat itu.

Aku dan ibu kembali lagi ke kota ini walau tak berhasil membuang banyak kehilangan--setelah sembilan belas tahun. Hari ini tanggal sembilan belas bulan Januari. Tepat saat tragedi kapal itu tenggelam 11 tahun yang lalu. Bunga-bunga kutaburkan di laut sore itu. Juga sepasang sepatu kuhanyutkan agar kaki ayah tak kedinginan.(R)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun