Mohon tunggu...
nanda gayuk candy
nanda gayuk candy Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Planologi ITS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengelolaan Sampah Kota dalam Rangka Pencapaian Pembangunan Millenium (MDGs)

11 Januari 2012   01:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:03 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagaimana diketahui, setiap aktivitas di perkotaan pasti menghasilkan buangan yang dapat berbentuk padat, cair, atau gas. Di dalam pembahasan ini hanya akan dibahas buangan yang berbentuk padat, yang lazim disebutsampah. Sampah didefinisikan sebagai buangan manusia atau hewan yang bersifat padat atau semi padat, yang tidak memiliki nilai guna atau nilai ekonomi, sehingga perlu dibuang (Tchobanoglous, Theisen, dan Vigil, 1993). Undang-undang Republik Indonesia (UURI) No. 18 tahun 2008 mendefinisikan sampah sebagai sisa kegiatan manusia sehari-hari dan/atau proses alam yang berbentuk padat.

Timbulan sampah terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Ironisnya, fasilitas pengelolaan sampah di hampir semua kota di Indonesia masih terbatas. Mengiringi diundangkannya UURI No 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, pola lama pengelolaan sampah di Indonesia yang berupa pengumpulan-pengangkutan-pembuangan (P3) mulai bergeser ke pemilahan-pengolahan-pemanfaatan-pembuangan residu(P4). Pergeseran paradigma pola pengelolaan sampah tersebut berlangsung dengan cukup signifikan di beberapa kota metropolitan, seperti Surabaya dan Jakarta, di mana terdapat peran aktif dari Dinas Kebersihan, yang mendapat dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), praktisi, serta program Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan industri yang bernuansa penyelamatan lingkungan.

Data survey yang diungkapkan oleh JICA(2008) menunjukkan pengelolaan sampah di Pulau Jawa baru mampu melayani 59% dari total jumlah penduduk. Dilaporkan pula, tingkat pelayanan pengelolaan sampah pada tingkat nasional hanya mencapai 56%.Padmi (2006) menyatakan sampah yang tidak terkelola oleh Pemerintah ditangani oleh penduduk dengan cara dibakar (35%), dikubur (7.5%), dikompos (1.6%), atau dengan cara lainnya (15.9%). Kondisi tersebut masih terjadi sekarang, termasuk di kota Surabaya.

Di sisi lain, pesatnya pertumbuhan industri di Indonesia telah mengakibatkan terbentuknya sampah kota yang lebih beragam. Khususnya limbah jenis Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) meningkat dua kali lipat dalam satu dekade. Timbulan limbah B3 pada tahun 1990 di Indonesia adalah 4.3 juta ton. Jumlah ini meningkat menjadi8.8 juta ton pada tahun 1998. Diperkirakan lebih dari 75% limbah B3 berasal dari industri manufaktur, 5-10% dari rumah tangga, dan sisanya dari sumber-sumber lain. Kondisi ini telah mengakibatkan terjadinya gangguan lingkungan, yang belum terpantau dengan baik. Dikhawatirkan beban pencemaran oleh limbah B3 akan meningkat sepuluh kali lipat pada tahun 2010, terutama dari jenis limbah logam berat dan toksikan organik non-biodegradable yang dapat terbioakumulasi di lingkungan hidup (Anonymous, 1997).

Fokus artikel ini adalah kontribusi pengelolaan sampah kota di Indonesia dan paradigma-paradigma yang berkembang terhadap MDGs. Selanjutnya, akan direkomendasikan strategi yang perlu diterapkan dalam penanganan sampah kota guna menunjang tercapainya MDGs di Indonesia.

Timbulan dan Komposisi Sampah Kota

Acuan mengenai timbulan sampah kota di Indonesia adalah SNI S-04-1993-03 yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (SNI). Dalam SNI, ditetapkan bahwa timbulan sampah di kota sedang adalah 0,7-0,8 kg/orang.hari, sedangkan di kota kecil sebesar 0,5-0,6 kg/orang.hari. Besaran timbulan sampah ini berada pada kisaran timbulan sampah antara negara berpenghasilan rendah (0,5 kg/orang.hari) dan menengah (0,9 kg/orang.hari) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.

Komposisi sampah menjadi semakin kompleks dari waktu ke waktu. Komponen sampah basah semakin berkurang, sedangkan kandungan komponen kering, khususnya sisa kemasan, menjadi semakin meningkat. Pada Tabel dapat dilihat data perubahan komposisi sampah permukiman di Surabaya sejak tahun 1988 hingga 2010. Tampak terjadinya penurunan persentasi sampah basah yang cukup signifikanserta peningkatan jumlah sampah plastik sebanyak dua kali lipat selama dua dekade. Tabel tersebut juga menunjukkan persentase komponen sampah kertas, logam, dan kaca/gelas yang relatif tetap. Ditinjau dari komposisinya, sampah kota di Indonesia masih didominasi oleh sampah basah. Kondisi tersebut mirip dengan komposisi sampah di negara-negara berpenghasilan rendah, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.

TabelKomposisi sampah Kota Surabaya

No.

Komponen sampah

Persen berat (%)

1988*

2006**

2010***

1.

Sampah basah

77.3

72.4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun