Seandainya tadi aku mengantar Ray ke bandara, pasti aku tak terkunci di sini. Ray dalam perjalanan ke Bandara 20 menit lalu. Ia tak tahu aku terkurung di kamar mandi.
Pintu itu terkunci dari luar. Enah tak mungkin ke loteng. Ia akan datang jika kuperlu sesuatu. Kugoyang-goyang pintu itu, amat terkunci rapat.
Kuingat-ingat awal adegan masuk kamar mandi tadi. Sekilas teringat film mission impossible. Ku otak-atik pegangan pintu.
Tetiba handphone berdering. Oh itu bunyi dering nomor Ray, pasti ia telah tiba di Bandara.
Terulang lagi dalam ingatan, peristiwa di kantor semalam. Jack mengetuk ruanganku setelah seluruh staf pulang.
"Saya terkena HIV Aids, Bu" Jack memulai pembicaraan. Ku terdiam. Ia baru saja bergabung 2 bulan lalu dengan tim pemasaran ini.
Seperti abu di atas tanggul, Jack berterus terang, kesehatannya terganggu, batuk sesekali, pilek terus menerus, tak pernah sembuh. Bahkan ia telah 3 kali dirawat di rumah sakit.
Di kantor, suara ingusnya mengganggu ketenangan kami bekerja. Seperti yang dikeluhkan Anie dan Evi yang seruangan dengannya.
Jack menjadi anggota tim andalan untuk pemasaran di Jakarta. Ia cepat memburu bisnis, cerdas, cakap dan sigap membantu pelanggan.
Aku tak tega menendangnya karena alasan penyakit yang menggerogoti. Ia memohon agar diijinkan bekerja sebelum berpulang.