Menyusuri Kota dan Berburu Oleh-oleh Khas Sarawak
Menghabiskan waktu di jantung kota Sarawak menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Hari itu, mereka memutuskan untuk bersantai, menyusuri sudut kota yang kaya akan budaya, dan berburu oleh-oleh khas yang menarik perhatian wisatawan. Perjalanan dimulai di Main Bazaar & Carpenter Street, pusat belanja terkenal yang menawarkan beragam barang unik, mulai dari makanan tradisional hingga kerajinan tangan khas Sarawak. Suasana pasar yang ramai dan penuh warna membuat pengalaman berbelanja terasa seru dan berkesan.
Mereka berjalan menyusuri jalanan dengan bangunan tua berarsitektur kolonial, sesekali berhenti untuk melihat-lihat barang yang menarik perhatian. Natasya memilih kue lapis Sarawak seharga Rp 120.000 per kotak, ibunya membeli kopi Tenom seharga Rp 50.000, sementara ayahnya memilih beberapa suvenir seperti gantungan kunci dan magnet kulkas dengan total belanja sekitar Rp 300.000. Cukup terjangkau untuk membawa pulang kenang-kenangan khas Sarawak.
Setelah puas menjelajahi kota, mereka menghabiskan sore di Kuching Waterfront, menikmati pemandangan sungai yang tenang. Duduk di bangku taman, mereka mengobrol santai sambil merasakan lembutnya angin sore. Tawa mereka pecah saat mengingat kejadian lucu sepanjang perjalanan, sementara langit perlahan berubah jingga menjelang senja. Momen sederhana ini terasa begitu berharga, menjadi penutup yang sempurna untuk hari yang penuh cerita.
Menjelang malam, mereka melanjutkan perjalanan ke Sarawak Museum, salah satu museum tertua di Borneo yang menyimpan berbagai koleksi artefak bersejarah. Tiket masuknya cukup terjangkau, sekitar Rp 20.000 per orang. Mereka menghabiskan waktu tiga jam menjelajahi galeri yang menampilkan replika rumah panjang tradisional, senjata khas suku Dayak, hingga fosil hewan langka. Natasya terlihat antusias saat melihat perhiasan manik-manik berwarna-warni, sementara ayahnya asyik membaca sejarah migrasi suku-suku asli Sarawak. Setelah puas berkeliling museum, mereka beristirahat di kedai kopi dekat waterfront. Sambil menikmati es teh C Peng seharga Rp 15.000 dan pisang goreng seharga Rp 20.000, mereka berdiskusi tentang rencana perjalanan esok hari.
Pesona Alam Satang Island
Setelah puas menjelajah kota, mereka memutuskan untuk menyatu dengan alam dan mengunjungi Satang Island, yang terkenal dengan pantai berpasir putih dan air laut sebening kristal. Begitu tiba, suara deburan ombak dan angin laut yang sejuk langsung menyambut mereka, membawa rasa tenang yang sulit dijelaskan.
Mereka menyewa kapal untuk perjalanan pulang-pergi dengan biaya Rp 400.000 per orang, termasuk peralatan snorkeling. Tanpa menunggu lama, mereka langsung menyelam ke dalam laut yang memukau. Terumbu karang berwarna-warni dan ikan tropis yang berenang bebas menjadi pemandangan yang menakjubkan. Natasya bahkan tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya saat melihat sekumpulan ikan badut berlindung di antara anemon laut.
Setelah puas menjelajah bawah laut, mereka melanjutkan perjalanan ke area konservasi penyu. Di sana, mereka belajar tentang upaya pelestarian penyu yang hampir punah. Momen paling berkesan adalah saat mereka menyaksikan anak-anak penyu yang baru menetas berjuang menuju laut. Ketika matahari mulai condong ke barat, mereka bersantai di tepi pantai. Hamparan langit biru yang perlahan berubah jingga dan suara burung yang terbang pulang melengkapi keindahan hari itu.
Menikmati Waktu Terakhir di Kuching
Di hari yang hampir mendekati akhir perjalanan, mereka memutuskan untuk bersantai. Setelah sarapan di apartemen, mereka menghabiskan waktu menikmati pemandangan kota dari balkon sambil berbincang tentang momen-momen lucu selama liburan. Salah satunya saat ayah Natasya salah mengira Tomato Mee sebagai makanan manis karena namanya, padahal rasanya gurih dan asam. Mereka tertawa mengingat ekspresi kaget sang ayah saat mencicipi mie tersebut, membuat suasana pagi itu terasa hangat dan menyenangkan.