Kisah ini true story. Seperti baru saja terjadi, padahal sudah18 tahun berlalu. Peristiwanya berlangsung di tahun 2000 (tanggal dan bulannya lupa). Kami masih tinggal di Mangkajang, Berau, Kalimantan Timur. Ketika itu, ihtiar mendapatkan buah hati, menghadapkan kenyataan bahwa istri harus menjalani operasi di salah satu Rumah Sakit (RS) di sekitar Cikini, Jakarta.
Kami beruntung mendapatkan penanganan laparoskopi dari salah satu dokter ahli kandungan terbaik di Indonesia. Meski biaya yang dikeluarkan tidak sedikit masa itu, kami tidak perlu kuatir, karena semua biaya ditanggung oleh perusahaan tempat sekolah kami bernaung.
Dokter selesai menangani operasi, meminta saya menebus resep berupa suntikan yang dapat diperoleh di salah satu apotik besar di luar RS. Saya pun bergegas ke apotik yang dimaksud. Tiba di tempat tujuan, saya bersandal jepit dengan keringat membanjiri sekujur tubuh akibat panasnya musim kemarau di Jakarta ketika itu. Terpancar wajah dekil dan kumal karena sejak dinihari menunggu dengan harap-harap cemas di luar ruang operasi.
Sesampai di loket apotik, saya menyerahkan resep, dan si petugas dengan seksama membaca resep dan melayangkan pandangan sedikit heran ke arah saya.
"Mas, ini (suntikan-red) mahal banget lo?"
"Benar nih, ga salah?", lanjutnya.
"Sekitar 1.5 juta per suntikan, lo?Cerocosnya sambil menatapku dari ujung kaki sampai atas.
"Ya, emang kenapa mbak? Saya butuh tiga suntikan". Jawab saya agak kesal. Sambil mengeluarkan uang untuk pembayaran tiga suntikan sesuai resep.
Setelah urusan selesai, saya pun bergegas pergi. Saya masih agak kesal ketika itu karena anggapan petugas apotik, sepertinya saya tidak mampu membayar, padahal perusahaan tempat sekolah kami berada, menanggung semua biayanya.
Duh, nasib orang berpakaian lecek dan bersandal jepit kotor. Memang kebanyakan orang hanya memandang dan menghargai seseorang hanya dari kulit luarnya saja.
Bogor, 27 September 2018
Saat memperingati ultah si Sulung
Di RM Eco Raos, Soleh Iskandar, Bogor.