Mohon tunggu...
Catarina Tenny Setiastri
Catarina Tenny Setiastri Mohon Tunggu... Ibu, guru, dan pejalan.

ig: catarinatenny22 | fb: Catarina Tenny Setiastri | Saya Ibu dan guru yang menyukai perjalanan ke tempat-tempat baru yang cenderung senyap untuk mengalami dan meresapinya. Saya berinteraksi dengan alam, lingkungan sekitar, orang lokal, penggiat alam, atau dengan pejalan lainnya. Destinasi bukan satu-satunya tujuan dalam perjalanan; saya puaskan diri dengan pengalaman baru bersama keluarga, mencari letupan-letupan keajaiban di tiap peristiwa yang singgah. Keajaiban yang saya percaya selalu hadir dariNya membuat saya bertumbuh menjadi lebih baik, lebih berguna, dan berkembang dalam iman saya yang tidak seberapa.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Yakin ke Bali Gak Mendaki Gunung Sanghyang?

6 Februari 2025   13:01 Diperbarui: 7 Februari 2025   10:11 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Batu penanda batas wilayah (Sumber: Dokpri)

Tapi rasanya kalian akan senang pas di batu penanda batas, satu jejakan kaki saja, kita sudah ada di kabupaten lain. Saya senyum-senyum sendiri, bisa bolak-balik Tabanan - Buleleng dalam sekejap mata. Cling!!

Mei dan saya (Sumber: Dokpri)
Mei dan saya (Sumber: Dokpri)
Gunung Sanghyang diapit oleh dua gunung lainnya, yaitu Gunung Pohen dan Gunung Lesung, yang merupakan gunung tertinggi keenam di Bali. Konturnya antara sedang dan curam.

Saat memulai pendakian, memang kita akan disuguhkan kerapatan vegetasi hingga tak pernah terbersit gunung ini merupakan salah satu gunung berapi kerucut yang tidak aktif. Apalagi saat musim hujan atau trekking di pagi buta, wahhh.. seger banget, rasanya kita sedang berada di hutan basah.

Namun, setelah dua jam perjalanan barulah gambaran kerucut gunung ini terlihat. Ia ditopang batu-batu besar, sebagian menjulang membentuk shape kerucut yang gagah.

Jika mendaki gunung ini dari Desa Gesing mmm... bisa dibilang jalurnya terasa menyakitkan, nuanjak terussssssssss. Bentuk kerucutnya membuat kita jarang menemui "bonus" tanah datar dan membuat nadi berdenyut cepat tanpa pandang bulu. Yang ada hanyalah hajaran bertubi-tubi, terusss dan terusss, hingga memaksa berhenti menyelaraskan denyut, menghela keringat, sebelum menapaki tanjakan lagi.

Mei dan teman-temannya (Sumber: Dokpri)
Mei dan teman-temannya (Sumber: Dokpri)
Waktu Terbaik Pendakian

Rapatnya vegetasi di gunung ini memunculkan dilema sebagian para pendaki. Jika musim hujan, sepanjang jalur.. nuansa warna begitu indah; warna hijau segar dan coklat mendominasi, air pun bertengger di dedaunan yang membuat sejuk tiap mata yang memandang, dan walaupun carut marut, akar yang melintang pun terlihat begitu indah.

Namun di sisi lain, pendaki harus mempersiapkan outfit yang lengkap dan tertutup, karena jika tidak, pacet-pacet yang berkembangbiak cepat dalam kelembaban begitu sigap bergerak, menempel, dan menghisap darah tanpa izin sang empunya.

Jadi ya.. waktu terbaik pendakian adalah saat musim kemarau. Hanya ya balik lagi, hipnotis keindahan dan kesegaran lebih membludak saat musim hujan. 

Jadi monggo dipilih; mau saat musim kemarau atau saat musim hujan. Mulailah pendakian di pagi hari, lebih awal, lebih baik. Karena saat pagi, semua burung berciutan, menambah semerbaknya suasana jalur.

Selebrasi saat sampai di puncak (Sumber: Dokpri)
Selebrasi saat sampai di puncak (Sumber: Dokpri)

Bisakah tektok?

Untuk pendakian Gunung Sanghyang, para pendaki bisa melakukannya dalam satu hari atau tektok. Waktu tempuh pendakian adalah tiga jam untuk naik dan 2,5 jam untuk turun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun