Mohon tunggu...
I am a free soul
I am a free soul Mohon Tunggu... Wiraswasta - A mother of two beautiful souls

Give me fruits and take me to the woods. I am easy to please.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Tersesat di Lombok Barat Tak Mengapa Bila Akhirnya Saya Terpesona

9 Juni 2014   23:39 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:29 1094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pastikan Anda mencari tahu dulu di internet mengenai destinasi yang akan di tuju sebelum mulai melakukan perjalanan.

[caption id="attachment_341438" align="aligncenter" width="600" caption="Pantai Sekotong - Lombok Barat"][/caption]

Kalimat diatas sebenarnya ditujukan untuk mengingatkan diri saya sendiri jika bepergian, setelah sempat panik saat mengunjungi Sekotong beberapa waktu lalu. Tiba di Sekotong sudah sore bahkan mulai gelap dan ini pertama kalinya saya menginjakkan kaki di daerah Lombok Barat. Tak pernah menduga sama sekali bahwa situasinya akan sesepi ini, bayangan saya setidaknya seperti di Kuta. Kuta Lombok loh ya, bukan Bali. Tak bisa menyalahkan siapa siapa selain diri sendiri karena selama ini traveling, ini pertama kali saya pergi tanpa mencari tau dulu daerah yang akan saya kunjungi. Yak, saya sok tahu! Sekotong ternyata sepi dan sangat jarang akomodasinya. dari mulai memasuki area Sekotong saya sudah mulai memperhatikan kiri kanan jalan, mencari akomodasi. Kilometer pertama, tak ada, kedua tidak juga sampai saya merasa sudah berkendara cukup jauh dan langit makin gelap.

Sayapun memutuskan untuk kembali menyusuri jalan perlahan ke arah sebaliknya, ke awal. Yang nyata terlihat hanyalah sebuah resort yang cukup besar Sun Dancer dan 2 penginapan. Tentu saya mau menginap di Sun Dancer, kalo ada yang mau bayarin :D. Berhubung travel on budget, yaa... apa daya.. saya dancing under the sun aja deh besoknya. Penginapan pertama saya hampiri, lokasinya hampir di sebrang Pantai Sekotong tempat orang menyebrang ke Gili Nanggu. Terlihat ada 2 bule yang sedang duduk santai di teras. Sayapun mulai senang, merasa bahwa akhirnya saya akan bisa beristirahat.

"Masih ada kamar, Pak?" tanya saya ketika seorang Bapak paruh baya menghampiri saya yang sedang memarkir motor. Dengan senyum meyakinkan Bapaknya menjawab "Oh masih masih, ayo sini, kami siapkan kamarnya". Di ajaklah saya menuju kamar yang di maksud yang terpisah bangunannya dengan 2 bule yang saya lihat. 2 bule itupun tersenyum ramah saat saya melewati mereka. Setibanya di bangunan yang di tunjuk sayapun bengong, pengen rasanya saya menangis sejadi jadinya saat itu karena ternyata kamar yang di tunjuk layaknya seperti gudang. Masih perlu di bereskan dan di bersihkan. Sepertinya sudah berbulan bulan tidak pernah di huni. Sayapun dengan sopan bilang "Maaf Pak, belum cocok. Mungkin lain waktu". Saya jadi berpikir, apakah bule bule tadi tersenyum maksudnya ingin menyampaikan "hahahaa... lu liat tu kamar kaya gudang"...

Kembali berkendara dengan perasaan was was dan mulai berpikir apakah sebaiknya saya ke Senggigi saja? Atau Mataram paling tidak. Tapi artinya saya harus berkendara 2 jam lagi sedangkan saat itu sudah gelap. Bagaimana kalau tidak ada opsi pemginapan lain? Aaahh pilih ke Mataram atau kamar yang seperti gudang? Membayangkannya saja saya malas! Sampai kemudian saya melihat sebuah papan nama di bawah sebuah pohon yang bertuliskan Asiyah + Ivan Bungalow. Saya cek dan langsung memutuskan untuk menginap disitu karena setidaknya lebih bersih dari yang pertama dan hanya beberapa langkah dari pantai. Harganyapun tak mahal.

[caption id="attachment_341442" align="aligncenter" width="600" caption="Teras kamar di Bungalow Asiyah + Ivan. Hanya ada sekitar 4 kamar dengan gaya bungalow terpisah. "]

14023053821385975701
14023053821385975701
[/caption]

[caption id="attachment_341444" align="aligncenter" width="600" caption="Harga kamar"]

14023054521436165601
14023054521436165601
[/caption]

Malam itu saya tidur di temani nyamuk dan debu yang berterbangan saat saya mulai menyalakan kipas angin. Tapi tetap nyenyak karena deburan ombak terdengar jelas dari kamar dan itu seperti musik pengiring tidur.

Berlibur berarti bangun siang bagi saya. Tapi ini tidak terjadi di Sekotong. Pkl. 5:30 pagi saya sudah harus bangun karena mendengar warga mulai sibuk beraktivitas. Menimba air, memberi makan ayam, mengobrol entah membahas apa sampai sebegitu ramainya sepagi itu. Tapi jadi senyum senyum sendiri dan ada kebahagiaan saat itu. Suasana kampung! Yep, suasana yang sebenarnya sangat saya rindukan. Secangkir kopi buatan si Ibu pemilik bungalow menemani saya menikmati pagi yang kurang cerah tapi lumayan.

[caption id="attachment_341446" align="aligncenter" width="600" caption="Pantai di depan penginapan. Seandainya cuaca cerah pagi itu, pasti akan indah sekali"]

14023055621442061521
14023055621442061521
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun