Sehabis sholat dhuhur di Masjid Ukhuwah Kota Denpasar, sepertinya saya enggan untuk meninggalkan masjid itu cepat-cepat ke rumah. Saya merasa bahwa cuaca masih terasa panas. Saya berniat "ngadem" dulu dan rebahan di dinding masjid. Agar suhu badan tidak begitu hangat.
Memang, saat dhuhur menjadi masa krusial dalam menjalankan ibadah puasa. Harus kuat untuk menahan segala godaan yang mampu membatalkan ibadah puasa. Karena, rasa lapar dan haus sedang mencapai puncaknya. Dengan diringi suhu kota Denpasar yang makin panas.
Untuk mengusir rasa penat yang teramat sangat. Saya menyempatkan diri untuk melihat kondisi bangsa ini. Ya, saya hanya bisa melihat dari status yang trending di media sosial Twitter. Sepertinya, masalah larangan mudik masih mendominasi timeline Twitter.
Saya tidak mau berkomentar masalah polemik larangan mudik. Hal itu sudah menjadi kebijakan Pemerintah Indonesia di Lebaran tahun ini.
Yang saya pikirkan saat itu adalah membuat konten selanjutnya untuk Samber THR Kompasiana. Saya merasa bahwa membuat artikel yang berbeda di kanal Kompasiana dalam program Samber THR Kompasiana menguras energi. Hal yang paling saya rasakan adalah durasi waktu tidur yang kurang. Itulah sebabnya, saya sering merasa mengantuk di siang hari.
MENEBAR KEBAIKAN
Namun, hal yang paling menarik dengan keiutsertaan dalam program Samber THR Kompasiana adalah saya mampu menebar kebaikan di dalam tulisan. Dan, insya Allah, apa yang saya tulis mampu memberikan inspirasi buat orang lain.
Saya merasa bahwa lidah hanya mampu menginspirasi orang lain dalam jumlah yang terbatas. Namun, dengan tulisan, semoga mampu mengispirasi banyak orang. Siapapun yang sempat membaca tulisan saya.
Itulah sebabnya, menulis di  Samber THR Kompasiana dengan topik yang berbeda-beda sungguh mengesankan. Saya mampu memberikan inspirasi banyak orang dengan dengan topik yang berbeda-beda pula.
Bukan hanya mampu memberikan inspirasi kebaikan buat orang lain. Tetapi, saya juga mendapatkan ratusan hingga ribuan inspirasi kebaikan dari peserta lain di program Samber THR Kompasiana.
Saat saya lelah untuk menebarkan kebaikan dengan artikel selanjutnya. Saya justru makin termotivasi untuk membuat artikel kembali. Karena, banyak peserta lain yang begitu semangat menebarkan kebaikan.
Ada pepatah ringan yang menyatakan bahwa jangan pernah lelah untuk menebarkan kebaikan, meskipun dengan tulisan. Karena, kita tidak tahu bahwa tulisan tersebut mampu merubah orang lain.
Hal yang paling saya rasakan adalah saat saya membuat reportase tentang Masjid Favorit. Saya harus menempuh ratusan kilometer untuk menghadirkan sebuah reportase masjid yang jarang orang tahu. Dan, saya berniat menginformasikan keberadaan masjid di kawasan timur Bali tersebut ke banyak orang.
Sebuah oase tempat bersujud yang berada di antara ribuan pura masyarakat Hindu. Saya merasa tergugah bahwa semua orang harus tahu masjid tersebut. Jika, melakukan perjalanan di Bali Timur. Tetapi, bingung untuk mencari  tempat ibadah.
Dan, reportase Masjid Al Ihsan Yehbau Tejakula Buleleng Bali, saya persembahan untuk pembaca. Meskipun, dalam kondisi badan yang teramat lelah. Karena, saya harus menempuh perjalanan kurang lebih 270 km dengan sepeda motor. Â Â
MARKETING BRANDING
Â
Saya merasakan bahwa mengikuti program Samber THR Kompasiana  terasa Nano-Nano. Rasa manis, asam dan asin bercampur menjadi satu. Laksana sebuah kehidupan, tidak harus merasakan rasa manis sepanjang hidupnya.
Di balik rasa duka untuk menghadirkan tulisan yang mampu menebarkan kebaikan. Saya merasa bahwa mengikuti program Samber THR Kompasiana  memberikan manfaat yang luar biasa yaitu Marketing Branding.
Tulisan-tulisan yang saya hadirkan, sejatinya sedang mem-branding diri kita. Ini adalah sarana strategi marketing yang jitu. Mengapa? Tulisan yang kita hadirkan memberikan value (nilai) kepada diri kita. Pembaca akan terbawa suasana apa yang termuat dalam artikel tersebut.
Pembaca akan dibawa ke dalam suasana humanis diri kita. Ya, sisi kemanusiaan, yang setiap orang memilikinya. Namun, sisi humanis yang sebenarnya akan menjadi nilai lebih diri kita. Pembaca akan memahami bagaimana diri kita merespon sebuah isu dan masalah dalam sebuah tulisan.
Secara tidak sengaja, tulisan yang kita hadirkan dalam Samber THR Kompasiana adalah proses memasarkan (marketing) diri kita. Kita memahami bahwa mem-branding sebuah produk membutuhkan waktu yang tidak sekejap. Perlu proses yang berkelanjutan.
Nah, dengan menghadirkan tulisan secara berantai selama sebulan penuh di  Samber THR Kompasiana. Setidaknya, tulisan yang kita hadirkan akan memberikan value diri kita.
Selama sebulan penuh tersebut menjadi momen yang baik, untuk menunjukan jati diri kita. Benar, kita sedang mem-branding siapa diri kita. Di posisi manakah diri kita, saat menanggapi sebuah tema tulisan yang berbeda setiap harinya. Â
NAIK HAJI MAKIN SERU
Â
Saat saya merenung di Masjid Ukhuwah Kota tersebut, saya membayangkan jika suatu saat  Samber THR Kompasiana bisa memberikan hadiah utama relejius berupa naik haji. Sepertinya, hadiah utama tersebut akan semakin seru. Mungkin, usul saya ini bisa menjadi rembukan manajemen Kompasiana untuk tahun mendatang.
Saya juga merasa bahwa setiap orang akan merasakan suka dan duka saat mengikuti Samber THR Kompasiana tahun ini. Saya pun merasakan hal yang sama. Bahkan, rasa suka dan duka tersebut harus saya tuangkan dalam media sosial.
Oleh sebab itu, saya mencoba menuangkannya dalam media sosial Twitter. Saya menuangkan rasa suka dan duka dalam 5 cuitan. Tetapi, akan saya hadirkan salah satu cuitan berikut. Insya Allah mampu memberikan inspirasi buat orang lain.
Tahukah anda?
Dengan mengikuti #SamberTHRKompasiana sejatinya kita sedang melakukan Marketing Branding.
Juga, menampilkan sisi humanis diri kita di bulan Ramadan.#SamberTHRKompasiana ibarat Nano-nano. Selalu ada manis, asam dan asin dalam kehidupan kita.Keren banget.--- Casmudi (@casmudivb) May 6, 2021
Cuitan di Twitter (Sumber: dokumen pribadi/@casmudivb) Â