Mohon tunggu...
Casmudi
Casmudi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Seorang bapak dengan satu anak remaja.

Travel and Lifestyle Blogger I Kompasianer Bali I Danone Blogger Academy 3 I Finalis Bisnis Indonesia Writing Contest 2015 dan 2019 I Netizen MPR 2018

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Panic Buying, Fenomena Kalap Belanja yang Tidak Berkeadilan

2 Mei 2020   02:36 Diperbarui: 7 Juli 2021   06:59 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keramaian para pengunjung di salah satu supermarket di kota Denpasar (Sumber: dokumen pribadi)

Fenomena kalap belanja di supermarket disebabkan karena beberapa faktor. Pertama, ada perasaan takut yang dialami banyak orang. Takut tidak kebagian barang yang menjadi kebutuhan rumah tangga. Oleh sebab itu, terjadi aksi borong barang belanjaan, sebelum keduluan orang lain.

Kedua, kalap belanja karena untuk kebutuhan beberapa hari, mingguan atau bulanan. Karena, informasi simpang siur atas kebijakan lockdown yang belum bisa dipertanggungjawabkan. Maka, masyarakat membuat keputusan sendiri. Salah satu hal yang dilakukan adalah aksi kalap belanja kebutuhan sehari-hari.

Dan, barang belanjaan tersebut sebagai antisipasi, jika Pemerintah menguluarkan kebijakan lockdown atau sejenisnya secara mendadak. Alasan tersebut sebagai sikap antisipasi. Meskipun, pada dasarnya dilakukan karena persaan takut.

Ketiga, masyarakat melakukan aksi kalap belanja karena mereka mempunyai uang lebih untuk membelinya. Mereka bisa melakukan apa saja dengan uangnya. Bahkan, bisa belanja yang di luar kewajaran.

Berbeda dengan masyarakat dari kalangan bawah. Mereka dalam kondisi adem ayem. Tidak tergoda untuk melakukan aksi kalap belanja. Karena, mereka yang tergolong kalangan bawah, tidak semudah mengeluarkan uang. Mereka harus mengaturnya sebaik mungkin. Bahkan, banyak yang tidak mempunyai uang untuk belanja kebutuhan sehari-hari.

Pantesan, mayoritas yang melakukan kalap belanja adalah masyarakat yang menampilkan bak nyonya-nyonya besar. Menenteng tas ala selebritis. Tampilan mereka terlihat modis. Sambil memlih barang belanjaan, smartphone tidak lepas dari genggaman tangannya. Jemarinya terlihat mengoperasikan smartphone. Dan, tidak sedikit yang terlihat melakukan panggilan telepon sambil memilih barang belanjaan.  

Keempat, stok barang supermarket yang komplit. Supermarket yang saya jelaskan di atas, memang terkenal sekali dengan stok belanja yang komplit. Bukan itu saja, halaman parkir yang luas membuat pengunjung yang membawa kendaraan, khususnya roda empat bisa bebas belanja.

Saya sering melihat mobil pribadi merapat ke dekat halaman teras supermarket. Beberapa karyawan supermarket membantu pengunjung untuk memasukan barang belanjaan  ke dalam mobil.

Kadang, saya berpikir, "Ya Allah, tuh orang belanjaan banyak amat ya. Mau dijual lagi atau untuk keperluan bulanan". Tidak sedikit pengunjung yang menghabiskan uang belanja hingga jutaan. Hanya untuk belanja kebutuhan sehari-hari.

Namun, apapun alasannya, kalap belanja sangatlah merugikan. Sebuah tindakan yang tidak berkeadilan. Karena, orang lain tidak kebagian barang belanjaan apa yang mereka inginkan. Jangan karena banyak uang, maka mereka bisa membeli segalanya. Sementara, orang lain hanya gigit jari.

Di akhir tulisan ini, saya hanya ingin menyadarkan, khususnya saya sendiri. Bahwa, kalap belanja dengan mengorbankan hak orang lain, sangatlah tidak pantas untuk dilakukan. Bahkan, fenomena kalap belanja merupakan tindakan yang tidak berkeadilan. Belanjalah secara normal untuk kebutuhan harian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun