Mohon tunggu...
Ai Ji
Ai Ji Mohon Tunggu... -

aku hanyalah sosok yg masih mencari 100 persamaan diantara 1000 perbedaan yang sangat klise antara mencari cinta dan mencari harta..#kutipan \r\nBy @CartoonMajor

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ini Semua karena Cinta dan Wanita Bag.2

8 Oktober 2012   08:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:05 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah perjanjian ku dengan ibu, ibu pun meninggal dihadapan ku.

Ada sebening air mata yang membasahi pipiku tatkala aku mengingat kenangan tasbih ini. Bagaiman tidak!!. Demi pendekatan sama Raisa selama 5 bulan aku telah banyak meninggalkan kewajiban fardhu ku, dan Sebelum mengenal Raisa, aku selalu menyempatkan diri tuk melaksanakan fardhu Zuhur ku di musola kantor, setelah itu makan siang, dan kembali bekerja. Setelah selesai kerja, aku tidak pernah tancap gas, aku menyempatkan diri ke masjid terdekat, agar aku tak kehilangan fardhu ashar ku. Begitu pula ketika berada di jalan dan terjebak kemacetan, saat azan mahgrib berkumandang aku banting setir menuju masjid tersebut. Namun semua itu berubah, ketika aku mengenal Raisa, wanita yang ingin ku dekati secara private. Apalagi Raisa itu jomblo dan banyak pria menyukainya. Takut kehilangan Raisa, aku selalu pergi ke kantornya untuk pendekatan, meski hanya sekedar mengajaknya makan siang dan basa-basi. Setelah makan siang dengan Raisa, aku tak sempat lagi melaksanakan fardhu zuhur karena tidak punya waktu lagi, jam makan siang tlah habis dan aku harus kembali kerja. Pulang kerja aku tidak sempat lagi ke masjid terdekat, aku lagi-lagi khawatir jika Raisa akan diantar oleh pria lain. Hilanglah fardhu ashar ku. Jika terjebak macet di jalan, suara azan mahgrib terdengar, aku seolah-olah cuek dengan situasi disekitar, pada hal sebelumnya, ketika suara azan mahgrib terdengar  aku selalu celingukan kanan kiri mencari masjid. Kini semua berubah total, aku tidak lagi khawatir harus kehilangan fardhu mahgrib ku, tetapi aku khawatir Raisa akan menolak ajakan ku pulang bersama hanya menemani ku dan menunggu ku selesai melaksanakan fardhu mahgrib di masjid ke esokan harinya.

“Astagfirullah...!!” aku beristigfar. Ku pandangi tasbih kenangan itu, ada wajah ibu di sana. Aku menangis, aku tlah melupakan nasehat ibu. Demi mengejar cinta Raisa, aku lupakan Tuhan. Cinta memang butuh pengorbanan, tapi tidak begini juga, samapai-sampai harus menggadaikan iman.

Ketika aku diberi cobaan oleh Tuhan berupa kemiskinan dan rasa lelah menunggu kepastian nasib, aku dapat mengatasi nya dengan tidak melakukan hal-hal negatif, ketika aku diberi cobaan berupa harta dan jabatan, aku juga dapat mengatasi nya. Namun ketika aku diberi cobaan dengan cinta dari seorang wanita, aku gagal. “Ya Allah, ampunilah hamba mu ini” lirih ku. “hamba hanyalah tempatnya salah dan lupa” kata lagi.

Aku sisihkan lengan dan segera mengambil wudhu, tuk melaksanakan fardhu isya. Dan aku pun berjanji akan kembai seperti dulu tanpa harus kehilangan Raisa disamping ku.

Dua minggu berlalu ada pengakuan dari Raisa yang membuat ku terkejut,

“Iqbal, tau gx kenapa aku memilih mu menjadi kekasih ku?”

“gx tau, memangnya kenapa?” tanya ku

“semua pria yang pernah ku temui dan ku kenal, semuanya baik dan sibuk, tapi hanya kamulah yang tak prnah meninggalkan kewajiban lima waktu mu, aku takjub sama kamu, Iqbal, tapi?” kalimat Raisa mengantung.

“tapi, kenapa Raisa?” tanya ku penasaran.

“aku kecewa waktu kau mengejar ku, kau tinggalkan semua itu..ya mungkin aku sudah keburu cinta sama kamu, aku terusin aja, tapi kin aku senang, pria yang ku cintai karna ke solehan nya kini kembali seperti dulu lagi”. Kata Raisa. Aku tersenyum senang “mungkin itulah pengorbanan cinta mu pd ku, Iqbal” kata Raisa lagi’ aku memandang wajah Raisa dan menggenggam tangan nya dan berkata: “Membahagikan mu adalah kewajiban ku, Raisa”. Aku mencium kening Raisa dengan hangat.

TAMAT....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun