"Aku terlalu emosian, maaf ya."
Pernah dengar kalimat itu? Atau mungkin kamu sendiri yang sering mengatakannya.
Di masyarakat kita, emosi sering dianggap sebagai kesalahan. Kita dibesarkan untuk percaya bahwa semakin sedikit kamu menunjukkan perasaan, semakin dewasa kamu. Padahal, dewasa itu bukan tentang menekan emosi---tapi tentang tahu cara memahaminya.
Bayangkan kamu sedang nyetir, dan tiba-tiba dashboard mobilmu menyala: "Check Engine."
Apa yang kamu lakukan?
A. Panik, lalu kamu matikan lampu indikator pakai lakban.
B. Pura-pura nggak lihat dan terus jalan.
C. Berhenti sebentar, cek kondisi mobil, dan cari tahu apa yang salah.
Sayangnya, kebanyakan dari kita memperlakukan emosi seperti opsi A atau B. Kita menekan, mengabaikan, atau malah merasa bersalah karena merasakan sesuatu. Padahal, emosi seperti dashboard mobil: mereka tidak ada untuk menghancurkan kita, tapi untuk memberitahu kita ada sesuatu yang perlu diperhatikan
Marah bisa jadi tanda bahwa batasmu dilanggar.