Mohon tunggu...
Cantika Safiendy
Cantika Safiendy Mohon Tunggu... Pelajar

Keren!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jerome Polin: Mantappu Jiwa Menjaga Bahasa Ibu di Tengah Arus Globalisasi

14 Oktober 2025   14:36 Diperbarui: 14 Oktober 2025   14:36 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jerome Polin dan Waseda Boys berpose saat mengenakan batik(Instagram.com/Jeromepolin)

Jerome juga sering menerjemahkan istilah Jepang ke dalam bahasa Indonesia, seperti menjelaskan kata omotenashi (keramahan) dengan padanan "sikap sopan dan penuh empati" dalam bahasa Indonesia.
Dengan begitu, ia bukan hanya menghibur, tapi juga memperkaya penonton dengan pengetahuan lintas budaya lewat kekuatan bahasa.

Media sosial yang sering menjadi sumber pergeseran bahasa, justru ia ubah menjadi ruang pelestarian bahasa Indonesia.
Ia membuktikan bahwa teknologi tidak harus melunturkan jati diri; jika digunakan dengan cerdas, ia bisa menjadi alat untuk memperkuatnya.

Efek Globalisasi dan Tantangan Bahasa Ibu

Arus globalisasi memang membawa dampak besar terhadap penggunaan bahasa Indonesia, terutama di kalangan muda. Kecanggihan teknologi dan tren digital membuat penggunaan bahasa campuran atau bahasa asing terasa lebih bergengsi. Padahal, jika dibiarkan, hal itu bisa membuat rasa bangga terhadap bahasa ibu memudar.

Jerome menjadi contoh nyata bagaimana anak muda bisa tetap modern tanpa kehilangan identitas bahasa. Ia berinteraksi secara global, berkarya di Jepang, namun tetap menggunakan bahasa Indonesia dalam setiap ekspresi dirinya. Ia memperlihatkan bahwa berbahasa Indonesia bukan tanda kurang internasional, melainkan bentuk kebanggaan nasional.

"Kalau kita sendiri nggak bangga pakai bahasa Indonesia, siapa lagi yang bakal bangga?" ujarnya dalam salah satu wawancara.
Kalimat itu sederhana, tapi menggugah kesadaran bahwa menjaga bahasa ibu bukan tugas pemerintah saja, melainkan tanggung jawab setiap penuturnya.

Jerome dan Waseda Boys mengenakan baju batik di negeri Sakura (Instagram.com/Jeromepolin)
Jerome dan Waseda Boys mengenakan baju batik di negeri Sakura (Instagram.com/Jeromepolin)

Dampak Nyata: Bahasa Indonesia Mendunia

Kini, banyak penggemar Nihongo Mantappu dari Jepang dan negara lain mulai menulis komentar dalam bahasa Indonesia:
"Terima kasih Jerome!", "Aku suka banget video ini!", hingga "Mantappu jiwa!".
Mereka mungkin tidak sadar sedang ikut melestarikan bahasa Indonesia tapi lewat konten Jerome, mereka belajar dan menggunakannya.

Inilah bentuk pelestarian yang paling nyata di era globalisasi: bahasa Indonesia menembus batas negara, tanpa harus kehilangan jiwanya.

Dari perjalanan Jerome, kita belajar bahwa pelestarian bahasa ibu bisa dilakukan di mana saja Bahkan di tengah kampus luar negeri dan dunia digital yang dikuasai bahasa asing.
Ia tidak menulis buku teori, tidak membuat kampanye formal. Ia hanya berbicara dengan bangga, mengajar dengan tawa, dan berkarya dengan bahasa sendiri.

Lewat cara sederhana itu, Jerome telah menjadi simbol generasi muda yang tidak hanya melek global, tetapi juga melek budaya dan bahasa.

Jerome Polin membuktikan bahwa globalisasi dan kemajuan teknologi bukan alasan untuk melupakan bahasa ibu.
Justru di tengah dunia yang serba cepat dan digital, bahasa Indonesia perlu terus dihidupkan melalui konten, percakapan, dan kebanggaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun