Manusia jika mau jujur, semuanya terlibat atau setidaknya menyetujui atau mengambil manfaat dari kegiatan radikalisme secara mikro. Sapi, kambing dan ayam selalu menjadi obyek "kekejaman" manusia.Â
Mereka disembelih tanpa belas kasihan demi memuaskan rasa lapar manusia.Â
Sama persis dengan katak dan ular di atas.
Jika peristiwa penyembelihan atau pembunuhan hewan tersebut dipotret, apalagi dengan memperlihatkan belati yang berlumuran darah, lalu hasil gambarnya diberi caption: Sosok radikal, intoleran dan barbar, tentu semua umat manusia dianggap terlibat dalam kegiatan radikalisme.Â
Sebab, yang bukan pelaku penyembelihan, minimal menjadi pembeli dagingnya.Â
Jika tidak, menjadi penikmat kuliner yang menggunakan daging hewan-hewan tersebut.
Tapi faktanya, tidak ada foto seperti itu yang diberi caption radikal.Â
Sebab semuanya ikut menikmati atau mengambil manfaat. Karena ia dianggap sebagai kegiatan normal dalam kehidupan manusia. Jika tidak ada yang melakukan "kekejaman" itu, tidak ada daging di pasar, dan tidak ada kuliner dengan bahan daging.Â
Pada akhirnya manusia kekurangan gizi. Manusia bisa punah karenanya. Keserasian makro rusak.
Jadi, biang kerok perdebatan soal radikal atau bukan, terpulang pada cara pandang. Bukan pada hakikat obyeknya.Â
Jika kita memotret peristiwa secara mikro, akan tampak sebagai radikal.Â