Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Stop Baper, Masalah di Tempat Kerja Itu Hal Biasa

29 Maret 2020   17:46 Diperbarui: 30 Maret 2020   04:45 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Baper di Tempat Kerja (energepic.com)

"Aku tidak tahu harus mulai dari mana menulis cerita ini. Bukan karena tidak bisa ku tuliskan tapi sangking begitu banyaknya yang ingin ku tuliskan. Banyak rasa didalam dada hingga membuat tanganku tak bergerak. Ya Allah mengapa derita ini Engkau berikan padaku? Aku yang selalu dituduhkan, menjadi tertuduh. Padahal aku sudah mencoba untuk bekerja secara baik sebagai tanggung jawab moral di tempat..."

Aku benci pada diriku....

Begitu tulisan sebait catatan seorang teman yang kebetulan bekerja di sebuah perusahaan yang sama.

Gambaran di atas membuktikan bahwa masalah di tempat kerja selalu ada. Masalah dengan atasan, masalah hubungan dengan sesama karyawan, bahkan sampai dengan investor atau owner.

Dunia kerja memang selalu penuh tekanan. Tekanan itu bisa datangnya dari pekerjaan, kompetisi karir, dan mungkin tekanan karena jabatan.

Semua tekanan itu membawa efek pada psikologis kita. Perubahan perilaku orang yang berada dibawah tekanan bisa berubah-ubah. Salah satunya adalah gampang emosi atau cepat marah.

Apalagi bila pekerjaan yang menuntut deadline dengan target tertentu. Wah, bisa kalang kabut dibuatnya bila hasil yang diharapkan tercapai.

Para manajer bisa mencak-mencak memarahi para pekerja. Menanyakan banyak pertanyaan, mengapa ini mengapa begitu layaknya sedang diinterogasi oleh penyidik.

Tak jarang mereka berkata kasar dan menghardik anak buahnya. Namun itu adalah situasi sesaat. Manajer terkadang sedikit lebih keras terhadap karyawan/pekerja agar laju produktivitas kerja bisa meningkat. Karena itu para staf tidak perlu menyimpan di hati dan bawa perasaan (baper istilah sekarang). Terima saja hal tersebut sebagai kewajaran.

Hal-hal seperti lumrah terjadi di tempat kerja mana pun dan di banyak perusahaan. Gaya pemimpin dengan sedikit tegas biasanya berpengaruh positif terhadap kinerja bawahan. Meski begitu penempatannya harus tepat.

Bila tidak...

Akan muncul masalah dalam hubungan komunikasi dan dapat berdampak pula pada hubungan kerja baik secara horizontal maupun vertikal.

Jika pola kepemimpinan yang tidak tepat itu lalu berubah menjadi problem baru, maka potensi konflik organisasi akan terbentuk. 

Konflik organisasi seringkali bermula dari masalah personal dan interpersonal karyawan bahkan antar para pimpinan kemudian terakumulasi menjadi gunung es. Maka pengelolaan berbagai masalah di tempat kerja harus hati-hati dan segera ditangani untuk diselesaikan.

Kalau dibiarkan berlarut-larut bisa berubah menjadi lebih besar bahkan menjadi bom waktu. Itulah sebabnya pemimpin harus pandai mengelola konflik yang timbul dalam organisasi secara konstruktif.

Konflik yang konstruktif dapat meningkatkan pencapaian, berfungsi sebagai tanda peringatan, mendorong pengembangan sistem, melahirkan pandangan manajemen baru, serta mencegah timbulnya konflik yang lebih besar.

Sebaliknya, konflik bersifat destruktif tatkala merugikan perusahaan dalam jangka panjang, menimbulkan biaya bagi organisasi, menimbulkan kelelahan mental dan fisik, menguras energi, dan menghilangkan sinergi dalam perusahaan.

Lantas bagaimana mengatasi masalah yang timbul? Atau apa stratregi pengelolaan konflik jika sudah terlanjur terjadi?

Bisa dicoba dengan 5 strategi rekomendasi berikut yakni: strategi persaingan; penghindaran; kolaborasi; kompromi, dan akomodasi. Pendekatan persaingan akan mengarah kepada zero sum conflict, yang menjerumuskan kita pada kalah menang (lose win). Situasi ini tidak bisa menyelesaikan konflik.

Begitu pula dengan strategi penghindaran (menghindari konflik). Strategi ini berusaha untuk menjauhi konflik beserta sumber konflik dan para pelaku yang terlibat konflik.

Strategi akomodatif yang merelakan keinginan kita sebagai upaya mengakhiri konflik. Strategi akomodatif memang efektif untuk menjaga terbinanya hubungan antara pelaku yang terlibat konflik, tetapi sangat tidak efektif jika ditinjau dari sisi penyelesaian tugas. Dimana salah satu pihak harus berkorban demi kebaikan bersama.

Strategi paling ideal adalah berkolaborasi, yang dapat diumpamakan satu tambah satu sama dengan tiga atau empat bahkan lima.

Semua sumber daya dikelola secara bersama-sama untuk menghasilkan sebuah sinergitas. Pada akhirnya akan menghasilkan keluaran yang berlipat ganda.

Nah begitu ya pembaca. Berkolaborasilah maka win win solution akan menjadi pilihannya. Dengan kata lain cooperation plus colaboration akan menciptakan energi berganda untuk menghasilkan output berlipat pula. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun