Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Haruskah Calon Presiden Indonesia Berpengalaman dan Berprestasi Lebih Dahulu?

13 Januari 2019   15:44 Diperbarui: 13 Januari 2019   16:26 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Warta Ekonomi.co.id, Jakarta

Berdasarkan Kontitusi Republik Indonesia, Undang-undang Dasar (UUD) 1945 mengenai kriteria dan syarat menjadi calon Presiden Republik Indonesia dalam Pasal 6 UUD 1945 dikatakan bahwa pasangan Capres-Cawapres tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Dari petunjuk pasal 6 UUD 1945 diatas dengan jelas dapat kita katakan bahwa tidak ada syarat calon Presiden Republik Indonesia harus berpengalaman dan berprestasi. Lalu mengapa pada pilpres 2019 seakan-akan ada kesan yang sengaja dibangun untuk menjadi Presiden RI harus orang beprestasi?

Bahkan calon presiden petahana, Joko Widodo (Jokowi), dalam pidatonya kemarin menyampaikan pengalaman adalah modal penting untuk memimpin Indonesia. Ditambahkannya lagi memimpin negara ini tidak boleh sekadar coba-coba. Apa maksudnya coba? Pernyataan Jokowi sangat bersayap.

Artinya jika mendasari pada aturan yang ada untuk menjadi tidak perlu pengamalan dan juga prestasi. Prinsip ini penting untuk kita pahami bersama bahwa jangan sampai para politisi berupaya membangun tembok yang membatasi hak setiap penduduk Indonesia untuk menjadi presiden. Sehingga tidak perlu menambah dengan narasi yang macam-macam diluar koridor yang ada.

Sebagaimana diketahui kalimat yang meluncur dari Jokowi tersebut ia katakan ketika menghadiri acara deklarasi alumni Universitas Indonesia mendukung pasangan calon presiden 01 Jokowi - Maruf Amin yang dihadiri lebih dari 12.000 alumni dan juga berbagai elemen rakyat berbagai komunitas dan pendukung militan Jokowi Minggu, (13 Januari 2019) di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta Pusat.

Deklarasi mengatasnamakan Universitas Indonesia (UI) ini sendiri sebenarnya indikasi bahwa perguruan tinggi juga sudah dibajak untuk kepentingan politik. Yang di dalamnya terdapat mahasiswa, dosen yang juga sebagai PNS dan atau ASN, karyawan dan sivitas akademika lainnya.

Tentu menjadi paradoks karena semangat yang selalu diusung dan diucapkan dimana-mana adalah kampus, PNS, dan ASN harus bebas dari praktik politik praktis yang men-declare dukung mendukung satu pihak.

Jadi menurut hemat saya, ini bentuk pelanggaran etika politik dalam demokrasi Indonesia yang menyapakati tidak menarik sivitas akademika dalam pertarungan politik kontestasi. Sejatinya pihak kampus (mahasiswa aktif, dosen, alumni) menjadi elemen perekat bangsa dan penjaga nilai-nilai intelektualitas yang menjunjung tinggi keadaban.

Semangat tidak mengotori kampus dengan politik praktik dan pragmatis dalam setiap pemilu hendaknya menjadi prinsip setiap kontestan yang bertarung pada setiap pilpres. Jika hari ini hanya ada dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang bertarung, maka baik kubu Jokowi maupun Prabowo-Sandi agar tetap menjadi netralitas dan integritas warga kampus.

Kembali ke pokok bahasan. Meskipun pengalaman memimpin menjadi poin tambahan namun tentu saja tidak harus pengalaman pada bidang yang sama. Misalnya tidak mesti punya pengalaman sebagai lurah lebih dahulu jika ingin menjadi camat. Atau bagaimana jika menjadi menteri namun belum pernah masuk dalam pemerintahan. Dan nyatanya ia juga berhasil memimpin kementeriannya.

Dan memang bangsa ini patut bersyukur karena dianugerahi calon-calon presiden yang memiliki pengalaman di bidangnya masing-masing dalam kapasitas sebagai pemimpin. Ada yang bekas gubernur, wakil gubernur, walikota itu sangat bagus. Pernah menjadi komandan pasukan elit Indonesia tentu juga luar biasa. Bahkan yang sehari-hari dulu menjadi pedagang lalu bisa menjadi bupati, kenapa tidak? (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun