Mohon tunggu...
Candra D Adam
Candra D Adam Mohon Tunggu... Lainnya - The Man From Nowhere

Pecinta Sepak Bola - Penulis (ke)Lepas(an)

Selanjutnya

Tutup

Bola

Naturalisasi Pemain dan Pemain Keturunan - Jalan Terjal Membangun Tim Nasional Sepak Bola Indonesia

1 Desember 2021   20:28 Diperbarui: 28 Januari 2022   04:12 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arnold Van der Vin, Pemain Naturalisasi Timnas Indonesia pertama asal Belanda. (Dok. Eli Suhaeli/Indosport.com)

Untuk kasus Marc Klokk, melansir indosport.com, Marc Klok telah menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) sejak November 2020. Dia meninggalkan paspor Belanda demi membela timnas Indonesia serta mengaku punya garis keturunan dari kakek buyutnya yang lahir di Makassar, Sulawesi Selatan.

Karena tidak dapat memenuhi Pasal 9 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, naturalisasi Marc Klok harus melalui jalur pasal 20. Berdasarkan pasal ke-9 huruf b, warga negara asing (WNA) yang ingin menjadi WNI harus minimal lima tahun tinggal di Indonesia secara berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut. Sementara itu, pasal 20 memperbolehkan WNA menjadi WNI tanpa perlu melalui pasal ke-9 huruf b dengan syarat yang bersangkutan telah berjasa kepada RI atau dengan alasan kepentingan negara. 

Sedangkan Marc Klok ternyata tidak bisa membuktikan "Darah Indonesia" yang mengalir di tubuhnya, ia sama sekali tak bisa membuktikan bahwa kakek buyutnya berasal atau lahir di Makassar. Lantas, kenapa Kemenkumham, Kemenpora, dan PSSI seolah kecolongan dengan kasus Naturalisasi Marc Klok?

Ntahlah, yang pasti pada akhirnya kasus Naturalisasi Marc Klok menjadi pelajaran berharga bagi PSSI dalam melaksanakan program Naturalisasi untuk pemain asing yang ingin memperkuat Timnas Indonesia.

Bukankah juga sudah menjadi rahasia umum bagi pecinta sepakbola Indonesia, bahwa proses naturalisasi pemain asing di Indonesia tidak hanya bertujuan untuk "membangun" performa Timnas, melainkan lebih kepada "akal-akalan" klub di Liga Indonesia karena syarat jumlah maksimal pemain asing dalam sebuah klub di Liga Indonesia yang hanya diperbolehkan 4 pemain. Benar atau tidak isu ini, nyatanya "nyegerin" untuk klub di liga Indonesia jika punya pemain naturalisasi non Keturunan.

Percaya Lokal atau Luar?

Sebagai catatan, melansir Bola.com, FIFA sempat mencatat Piala AFF sebagai pertandingan persahabatan biasa. Namun, sejak Piala AFF 2016 prestise turnamen meningkat seiring pengakuan FIFA sebagai turnamen kategori A. Piala AFF naik kelas setelah FIFA melihat adanya peningkatan jumlah audiens televisi dan penonton yang datang menyaksikan turnamen tersebut. Pertandingan yang ada di Piala AFF pun masuk hitungan poin untuk ranking FIFA.

Dalam rumus perhitungan poin FIFA untuk pemeringkatan, laga uji coba masuk kategori berbobot kecil. Adapun jumlah pertandingan yang punya bobot poin besar adalah Piala Dunia dengan 4,0 poin, turnamen konfederasi dengan bobot 3,0, dan kualifikasi Piala Dunia atau kualifikasi turnamen konfederasi sebesar 2,5 poin. Meskipun Piala AFF berubah status dari pertandingan persahabatan biasa ke kategori A, dari segi poin tak ada perubahan. Poin yang bisa diraup tetap 1 karena termasuk untuk kategori persahabatan dan turnamen kecil.

Piala AFF sebagai ajang kompetisi bagi peserta organisasi Sepakbola Asean, bagi negara-negara Asean yang punya penggemar sepakbola yang militan dan Masif seperti Indonesia, adalah ajang yang sangat penting setidaknya untuk menunjukkan eksistensinya di sepakbola Asia Tenggara. Sang juara Piala AFF tidak hanya dianggap sebagai representasi dari bagusnya kualitas sepakbola negara tersebut (setidaknya di Asia Tenggara), tapi juga dianggap sebagai "Raja" sepakbola Asia Tenggara.

Naasnya, Indonesia sebagai negara terbesar  sekaliagus dianggap sebagai "masyarakat sepakbola" terbesar di Asia tenggara, masih belum mampu menjadi kampiun dari kompetisi dua tahunan tersebut, paling pol hanyalah sebagai Runner-up dan itu sebanyak 5 kali.
Kenapa saya lebih memilih membahas AFF Cup seperti di atas daripada membahas AFC Cup atau Bahkan FIFA World Cup? Ya karena dari sudut pandang saya sebagai penikmat bola sekaligus warga negara Indonesia, merasa Level sepakbola Indonesia belum mampu untuk menembus AFC Cup apalagi FIFA World cup, dan Faktanya memang begitu.

Sudah berapa banyak pelatih dan pemain yang hilir mudik ada di Timnas Indonesia, dari asing, naturalisasi, dan Lokal yang mencoba membawa Timnas Indonesia di berbagai ajang kompetisi sepakbola Internasional namun nyaris selalu gagal menjadi kampiun?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun