Mohon tunggu...
Candra Permadi
Candra Permadi Mohon Tunggu... Penerjemah - r/n

r/n

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Phoenix Suns, Gudang Para Pemain Kreatif

12 Januari 2023   21:13 Diperbarui: 12 Januari 2023   21:14 1106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kidd-KJ-Nash (Fadeaway world)

Phoenix Suns sudah sejak lama dikenal sebagai gudangnya pemain kreatif. Sebenarnya bukan cuma point guard, pemain yang biasa merancang serangan mulai dari lapangan sendiri, tetapi juga big man yang bisa membuka ruang bagi pemain lain. Sepasang, dalam satu tim.

Menariknya, meski mungkin nyaris semua playmaker Suns punya kemampuan membaca permainan, termasuk melihat celah yang mungkin tidak dilihat pemain lain, tidak semua pemain playmaker tersebut memliki skill yang mendukung. Sebut saja Dick Van Arsdele (1968-77) dan Don Buse (1977-1980) yang tembakan dan finishing di bawah jaringnya kurang terasah atau almarhum Paul Westphal dan Kyle Macy (draft no. 22 Suns tahun 1979) yang kurang tangkas, meski punya jump shot akurat.

Khusus untuk Westphal, ia bahkan masih bisa melepaskan tembakan akurat begitu menerima umpan atau begitu berhenti berlari.  Jason Kidd justru sebaliknya. Ia  tidak terlalu jago menembak di awal karir.

tabel-suns-png-63bf865908a8b5569c7d1962.png
tabel-suns-png-63bf865908a8b5569c7d1962.png
Bukan hanya itu, playmaker licin Suns, Jeff Hornachek juga kurang jago melepaskan tembakan satu lawan satu di hadapan pemain lawan, meski termasuk salah satu pemain paling kreatif di NBA lantaran begitu menerima bola, kita tidak tahu apakah ia akan menembak atau menemukan pemain yang tak terkawal.

Steve Nash juga bukan tanpa kekurangan. Meski skillnya terbilang cukup lengkap, ia dikenal kurang jago bertahan. Chris Paul (CP3) pun sama saja, Finishing di bawah jaringnya tidak lagi setajam dulu, meski jump shotnya justru makin matang karena itu.  

Praktis hanya Kevin Johnson (KJ), yang tidak terlalu punya kendala berarti lantaran meski tidak terlalu terlalu tinggi seperti CP3, postur KJ termasuk rata-rata point guard di eranya.

Meski punya kekurangan di sana-sini, bukan berarti para pemain kreatif ini tidak bisa menyajikan permainan menarik termasuk di era favorit NBA sejuta umat yaitu era Steve Nash.

Di era ini, sebagian warga Arizona berbondong-bondong ke stadium Suns, footprint stadium, meski harga tiket terbilang mahal dan ada lebih dari satu tim olahraga di wilayah Arizona.

Penonton Suns juga terbilang loyal, terutama para veteran yang mungkin telah menggilai Suns sejak lama. Dengan banyaknya veteran di wilayah Phoenix, tidak heran, kandang Suns terdahulu dinamai Veterans Memorial Coliseum.

Bukan hanya mengundang banyak penonton, permainan atraktif, dengan banyak tumbukan, berisiko memicu cedera, terlebih Nash hobi bergerak bebas seolah tak terasah sebelum tiba-tiba mengirim umpan dari belakang kepala atau sembari memelintirkan badan. Beruntung, Suns memiliki athletic trainer terbaik NBA Aaron Nelson (ipar Hornachek) yang bisa menjaga kebugaran para pemain yang rentan cedera, dengan melatih kekuatan dan kelenturan bagian tubuh yang lebih sehat agar bagian yang rentan cedera tersebut tidak mendapat tekanan fisik terlalu besar.

Komposisi Pemain Suns berdasakan posisi tahun 2007 (basketball-reference.com)
Komposisi Pemain Suns berdasakan posisi tahun 2007 (basketball-reference.com)

Di era Steve Nash, Suns bisa memainkan permainan atraktif lantaran sebagai playmaker, Nash melayani pemain yang semuanya siap menembak begitu menerima bola (kecuali mungkin playmaker Leandro Barbosa), termasuk pemain yang ditugaskan bermain kotor, Raja Bell. Menariknya meski bisa menembak, power forward/center Kurt Thomas atau Amare Stoudemire lebih banyak dimainkan sebagai center yang bergerak mendekati jaring, menerima umpan matang dari Nash.


Channel: Kent Blazemore

Ketika salah satu dari keduanya bermain di area tiga angka, forward Shawn Marion bergerak menuju bawah jaring bersiap mengantisipasi bola rebound. Pada musim-musim selanjutnya, permainan Suns semakin menarik dengan masuknya pemain yang gaya maennya enak ditonton Boris Diaw, lantaran Diaw nyaris selalu mengoper begitu menerima umpan, termasuk pada pengirim umpan yang bergerak bebas.

Channel: Crunchymansopa

Di era Nash, Suns melaju ke semifinal sebanyak tiga kali, yaitu musim 2005, 2006, dan 2010, meski harus menghadapi PR yang sama. Meski kaki-kaki lincah para pemain Suns cukup berhasil menutup ruang pemain para pemain lawan yang bergerak dari area tiga angka, termasuk Stoudemire (atau jika di era Kidd ada Danny Manning dan Antonio Mcdyess) yang bisa meredam kecepatan dan kekuatan fisik pemain lawan dengan kelincahannya, mereka cukup kesulitan meredam penetrasi guard lawan-lawan mereka yang diakhiri floater atau umpan langsung pada big man lawan. 

Kalaupun berhasil diredam, big man lawan seperti Tim Duncan dan Nazr Mohammed (2005) atau bahkan Dirk Nowitzki (2006) sigap menyambut bola rebound. Belum lagi jump shot Nash rada kurang konsisten di hadapan para big man lawan, meski presentase tembakan tiga angkanya masih termasuk yang terbaik di NBA sampai saat ini.

Bukan hanya di era Nash, Suns juga melaju ke semifinal di era Paul Westphal dan center rookie Alvan Adams (1976-1984) yang sama-sama jago tembak. Pada era tersebut mereka juga melaju ke semifinal tiga kali, bahkan sampai ke final pada kali pertama keduanya bermain bersama, bertemu tim yang semusim sebelumnya diperkuat Westphal, Boston Celtics terutama dari bangku cadangan, mengisi peran playmaker lincah Jojo White.

Meski pada game kelima Celtics lebih mudah mencetak angka sekaligus menjaga keunggulan lebih lama lewat tembakan White dan forward John Havlichek, asuhan pelatih John McLeod, yang melatih Suns dari tahun 1973 sampai 1987, berhasil memaksa Celtics melewati tiga kali perpanjangan waktu.

Bermain dengan pemain para pemain dengan dribel cepat dan lumayan jago tembak seperti shooting guard Ricky Sobers (yang juga lihai bergerak tanpa bola), power forward Curtis Perry, serta Gar Heard, Adams justru lebih banyak bermain dari sisi sayap bersama Sobers menerima umpan dari Perry yang berdiri membelakangi jaring.

Adams baru mengisi peran Perry di bawah jaring begitu Perry rehat dan posisi playmaker dipercayakan pada Van Arsdele yang lebih bernaluri bertahan. Pergeseran posisi tersebut membuat Westphal bermain lebih bebas, termasuk untuk bergerak ke bawah jaring begitu mengumpan pada Heard yang berjaga di sisi sayap.

Pada musim-musim berikutnya, skema kombinasi serangan balik dan skema serangan dari sayap masih diterapkan terutama lantaran Suns mendatangkan forward kekar Truck Williams yang punya dribel bagus serta playmaker bernaluri defensif Don Buse yang bermain untuk Indiana Pacers meski didraft oleh Suns.

Terlebih dari sisi offense, Suns mendatangkan para shooter lincah paten Walter Davis dan pemain cadangan Alvin Scott yang sama-sama didraft pada tahun 1977. Menariknya, akurasi para shooter, terutama Truck, cenderung lebih konsisten ketika Adams (atau Truck) berpatroli bergantian di bawah jaring dan assist diberikan oleh Westphal, Macy atau bahkan Scott, yang sesekali berpenetrasi sebelum mengirim umpan, terutama sejak Westphal merantau sejenak, salah satunya ke New York Knicks. Skema tersebut makin matang ketika peran Truck diisi rookie Larry Nance (1981) yang jago slam dunk. 

Truck Robinson (valley of the suns)
Truck Robinson (valley of the suns)

Berbekal ketangkasan Nance, center James Edward, dan penetrasi Adams (yang lebih sering dimainkan dari bangku cadangan di kemudian hari), Suns mampu mengimbangi penampilan Lakers yang senantiasa unggul lewat permainan cepat para forward tangkas Lakers yang rata-rata posturnya lebih tinggi dari pemain Suns. Terlebih permainan Westphal semakin sulit ditebak lantaran akurasi tembakannya justru semakin luwes semakin menurunnya kecepatan jelang akhir karir.

Seiring menurunnya penampilan para pemain era Westphal, Suns mulai berinvestasi dengan mendatangkan beberapa pemain muda seperti Jay Humphries (1984) Jeff Hornachek, (1986) dan shooter mungil, Steve Kerr di mana Humphries terpaksa harus dilepas ke Milwaukee Bucks, mungkin salah satu alasannya karena didakwa memakai kokain bersama Edward, dan mantan pemain mereka Heard.

Bukan hanya Humphries, Suns juga melepas Nance agar prestasinya sebagai pemain matang lebih berkembang.

Dari pertukaran pemain (trade) yang kelak bisa disebut saling menguntungkan ini, Suns mendapatkan point guard Kevin Johnson (KJ), center Mark West, small forward Tyrone Corbin, serta draft yang kelak dipakai mendatangkan Dan Majerle (draft no. 14 tahun 1988), pemain bernaluri penembak jitu, yang punya dribel serta daya tarung di bawah jaring yang lebih dari lumayan.

Permainan Suns makin bertenaga dengan didatangkannya free agent pertama dalam sejarah NBA power forward Tom Chambers (yang kontraknya bersama Sonics habis), yang kerap berpenetrasi dari area tiga angka selepas menerima umpan yang kadang dikombinasikan dengan umpan pendek pada West di dekat jaring.

Jika masih kurang, di bangku cadangan, Suns masih memiki Armen Gilliams yang bukan cuma cukup jangkung, tetapi juga punya jump shot lumayan.

Dengan skill yang relatif lebih komplet, KJ dipercaya menjadi pelayan bagi para petarung Suns, forward luwes Eddie Johnson yang punya jump shot lumayan, serta Jeff Hornachek yang lebih lincah dan kreatif  (seperti juga penggantinya kelak yaitu guard senior Danny Ainge). Tidak heran, Hornachek juga kerap merancang serangan baliq Suns, andai tembakan pemain lawan luput.

Lewat penampilan atraktif tersebut, Suns yang musim sebelumnya absen di babak play off berhasil melaju ke babak semifinal NBA tahun 1989, meski penetasi langsung Chambers dan KJ berkal-kali justru berbuah serangan balik para pemain Lakers yang postur dan ketangkasannya sedikit di atas para pemain Suns yang ada di lapangan.

Penampilan Suns di musim berikutnya makin meningkat dengan datanganya petarung Kurt Rambis dari Charlotte Hornets (bertukar serangam dengn Gilliams), yang turut membawa Suns melaju ke semifinal bertemu Portland Trail Blazers.

 Berbekal variasi yang sama plus serangan balik yang dikomandoi trio forward jangkungnya, Suns sempat menyulitkan permainan Blazers, yang dikomandoi Clyde Drexler, Drazen Petrovic, Terry Porter, dan Kevin Duckworth bahkan ketika KJ cedera di pertengahan laga.

Dengan permainan Hornachek yang lebih bebas, beserta empat petarung di atas lapangan (termasuk Majerlie yang mengisi peran KJ), game berlangsung berlangsung ketat sejak awal laga. Sayang. pertahanan Suns yang dikomandoi Hornachek kurang bisa mengimbangi kombinasi kecepatan Guard tangkas Clyde Drexler, akurasi tembakan tiga angka Terry Porter, dan terutama ketangguhan Duckworth di bawah jaring yang  turut membelah pertahanan Suns yang dijaga Hornachek.

Ilustrasi ini 100% punya hooped up, saya cuman majang karena keren
Ilustrasi ini 100% punya hooped up, saya cuman majang karena keren

Identitas Suns sebagai tim petarung makin kuat dengan didatangkannya Charles “Chuck” Barkley (bertukar seragam dengan Hornachek) yang punya visi dan dribel prima seperti kebanyakan maskot Sixers lainnya.

Tanpa Hornachek, pelatih debutan, Paul Westphal, lebih menugaskan KJ sebagai pelayan mengingat Majerlie sejatinya adalah penembak jitu dan permainan Chuck praktis akan lebih efektif jika mendapat umpan matang di bawah jaring.

Meski begitu, KJ bisa tiba-tiba berada di bawah jaring menerima umpan matang dari Chuck yang sesekali berperan sebagai playmaker, termasuk saat melakukan serangan balik.

Channel: House of Highlight

Jika masih ingin melihat gaya permainan ala Hornachek, pelatih baru Suns, Paul Westphal, tinggal memainkan pemain senior Danny Ainge yang punya timing mengirim umpan yang bagus, meski kurang dibekali jump shot mematikan.

Permainan Suns era Chuck, bisa dideskripsikan dengan lebih sederhana, cukup pastikan Barkley dijaga ketat pemain lawan, Suns pasti akan menemukan cara mencetak angka, termasuk yang didahului offensive rebound Chuck di bawah jaring.

Lewat permainan yang terbilang efisien tersebut. Suns melaju ke final NBA tahun 1993 bertemu Chicago Bulls, setelah di babak sebelumnya berhasil melewati hadangan Lakers di perempat final dan Sonics di semifinal pada game ketujuh.

Pada musim baru, tanpa kehadiran Chambers yang perannya sebagai forward kreatif diisi oleh AC Green (plus forward lincah Danny Manning), ketangguhan Suns sedikit berkurang. Tidak heran, mereka mesti mengakui ketangguhan Houston Rockets yang bermain lebih rapi tapi menghanyutkan di perempat final tahun 1994 dan 1995.

Menarik disaksikan bagaimana selepas berakhirnya dengan Chuck (yang bertukar seragam dengan Sam Cassell), Suns mendatangkan point guard Jason Kidd yang cukup jangkung di eranya, meski KJ masih tampil cukup konsisten dan di bangku cadangan masih ada rookie Suns Steve Nash yang kelak pindah ke Dallas Mavericks untuk mendapat waktu bermain yang lebih banyak.

Selama Kidd bermain untuk Suns, perempat final merupakan hasil terbaik Suns di era tersebut. Meski dikenal dengan defense yang tangguh dari para pemain yang tidak terlalu tinggi, permainan Suns cenderung tidak maksimal lantaran peran antar pemain tidak terlalu jelas.

Ketika bermain bersama beberapa pemain lincah seperti Danny Manning, Antonio Mcdyess, dan forward tangguh Cliff Robinson misalnya, tusukan-tusukan Kidd nyaris tidak terlalu efektif lantaran tembakan shooter Rex Chapman dari area tiga angka lebih sering luput dan Cliff Robinson lebih sering melepaskan satu lawan satu dengan pemain lawan. Begitupun ketika Tom Gugliota masuk musim berikutnya (yang ujungnya cedera sampai akhir musim).

Channel: Hoops highlight

Penampilan Suns era Kidd jauh lebih efektif ketika KJ masih bermain sebagai starter lantaran setiap kali mendapatkan bola KJ selalu berpenetrasi untuk membuka pertahanan lawan sebelum dituntaskan sendiri atau dioperkan pada pemain yang lebih bebas.

Penampilan Suns makin membaik ketika Suns mulai menduetkan Kidd dengan Penny Hardaway, dan posisi pelatih Suns era Kidd diisi Scott Skiles (menggantikan peran Danny Ainge) di awal musim.

Meski Cliff tetap bermain seperti Cliff, struktur permainan Suns lebih jelas. Jason Kidd sebagai playmaker, Penny Hardaway berperan sebagai shooter, Shawn Marion kadang bermain sebagai jump shooter, dan Luc Longley yang kerap membelakangi jaring bisa tiba-tiba memberikan bola pada playmaker. Pun ketika Gugliota dimainkan, ia bisa berperan sebagai screener bagi para guard atau memberikan umpan tajam ke pojokan begitu menerima bola dari Kidd atau Hardaway.

Sayang, mereka harus bertemu Shaq (Lakers) di semifinal tahun 2000 yang … penampilannya selalu menyulitkan pemain mana pun di bawah jaring.

Ketika penampilan Suns perlahan mulai menurun, president of basketball operation Steve Kerr dan mantan pemilik tim Robert Sarver memanggil pulang Steve Nash yang tidak memperpanjang kontrak bersama Mavs, dan sepertinya kita sudah tidak perlu mengulang cerita era Nash seperti apa.


Selepas era Nash berakhir, pelatih Jeff Hornachek sebenanya cukup piawai meramu nama-nama yang kelak cukup punya peran penting di era saat ini, sebut saja guard Eric Bledsoe, Ish Smith, dan Isaiah Thomas, dan Goran Dragic, forward kembar Marcus dan Markieff Morris, defender PJ Tucker, dan center Miles Plumlee.

Tidak seperti pelatih Cotton Fitzsimmons yang kurang berani memainkan Nash, Kidd, dan KJ dalam satu lapangan, Hornachek cukup punya nyali memainkan tiga guard produktif Thomas, Dragic, dan Bledsoe  secara bersamaan (dengan PJ Tucker dan Marcus Morris yang terbilang tidak terlalu tinggi), meski dari sisi defense terbilang berisiko. 

Mengingat nama-nama di atas kelak tampil meyakinkan bersama tim baru mereka, Suns era Hornachek mungkin bisa lebih maksimal jika didukung oleh forward yang punya kemampuan menarik perhatian pemain bertahan lawan saat bertahan. 

Menariknya, selepas era saat tersebut, Suns cukup punya visi yang jelas dalam mendatangkan pemain muda lewat draft, mulai dari playmaker lincah Tyler Ennis dan Kendall Marshall, shooting guard Devin Booker (2015) yang jago berduel satu lawan satu dengan defender lawan, serta small forward tangkas Josh Jackson yang minimal bisa menjadi playmaker dan defender andal kata tembakan tiga angkanya tidak benar-benar terasah.

Di posisi yang sama, Suns juga mendatangkan TJ Warren yang punya jump shot lumayan serta Dragan Bender yang jago berduel di bawah jaring dan mampu melepaskan tembakan akurat, terlebih jika tak terkawal.

Di posisi center bahkan mereka punya draft nomor 1 tahun 2018, yang meski dianggap kurang kreatif dan kurang kurang jago tembak karena lebih sering menunjukkan finishing di dekat jaring, termasuk lewat  jump hook. selepas umpan dari para guard.

Melihat dari potensi dan gaya bermain setiap draft yang dipilih Suns, setidaknya Suns memiliki konsep permainan yang jelas, yang agak berbau NBA era 1990-an terutama melihat gaya bermain Booker dan Ayton.

Sayang, beberapa rookie lainnya tidak berkembang sesuai harapan (atau menurut versi netizen, pemandu bakat Suns kurang jago milih pemain muda), lantaran para point guard dan forward kurang berhasil mengasah tembakan tiga angka mereka meski menembak dari posisi tidak terkawal. Belum lagi Dragan Bender kurang bisa beradaptasi dengan permainan NBA yang cepat dan bertenaga.

Praktis di luar Ayton dan Booker, hanya TJ Warren yang tampil lumayan. Sayang Warren terbilang rentan cedera, musim ini saja Warren baru mulai bermain untuk Brooklyn Nets setelah dua musim absen.

Tebak-tebak buah atep sehabis Booker bermain pick and roll ma Biyombo (merah), bola dioper ke ... (gambar sepenuhnya punya nba, saya cuman nyoret aja
Tebak-tebak buah atep sehabis Booker bermain pick and roll ma Biyombo (merah), bola dioper ke ... (gambar sepenuhnya punya nba, saya cuman nyoret aja

Beruntung sejak James Jones mulai menjabat president of basketball operation Suns, visi Suns makin terarah, termasuk dari sisi pemilihan rookie yang cenderung yang berkembang lebih sesuai harapan seperti rookie Miikal Bridges (Philadelphia 76ers) yang makin hari makin berkembang menjadi 3 and D andal dan  Cam Johnson (sedang cedera) yang berkembang sebagai forward lincah dengan defense lumayan meski tembakan tiga angkanya tidak jarang bikin kita garuk-garuk kepala.

Dengan memiliki para pemain muda berkarakter kuat, meski tidak banyak,  Jones mulai berani mendatangkan pemain berpengalaman untuk melengkapi kepingan tim  sebut saja Chris Paul (Oklahoma City Thunder) dan Jae Crowder yang berpengalaman membawa tim-tim yang dibelanya minimal sampai semifinal lewat defense dan akurasi tembakan tiga angkanya yang lumayan.

Meski kedatangan Paul menguatkan aroma tradisional Suns mengingat setiap pemain di lapangan bisa memainkan peran yang spesifik, Suns amat bisa memainkan permainan NBA kekinian dengan sirkulasi bola cepat, termasuk lewat tusukan Bridges yang diakhiri umpan tajam.

Terlepas komposisi pemain  yang relatif lebih bugar dari tim lain, skema seperti inilah yang bikin Suns sampai ke final 2020, berhadapan dengan para raksasa tangkas Milwaukee Bucks yang hobi menggempur bawah jaring Suns. Sekali lagi, meski defense CP3 dinilai di atas rata-rata untuk seorang point guard, posturnya dianggap terlalu mungil untuk berhadapan dengan lebih dari satu pemain jangkung bertenaga seperti mayoris pemain Bucks.

Meski musim berikutnya komposisi pemain Suns tidak jauh beda, Suns cenderung bermain lebih lambat dengan sirkulasi bola tidak sesering biasanya.

Termasuk ketika bertemu Dallas Mavericks di babak playoff di mana Suns terbawa gaya permainan Mavericks yang hobi melepaskan tembakan tiga angka meski Suns dikenal mengandalkan kombinasi pick and roll yang diakhiri jump shot akurat dari area dua angka atau finishing Ayton di bawah jaring.

Musim ini, Suns sebenarnya tampil menjanjikan di awal-awal musim. Bermain tanpa CP3 yang belum pulih, Landry Shamet dan alumni Denver Nugget Torey Craig yang hobi “melarikan diri” selepas memberi umpan, membuat permainan Suns jauh lebih hidup. Terlebih kemampuan Booker berhadapan satu lawan satu dengan pemain lawan  ikut membuka ruang bagi pemain baru Damion Lee atau  Bridges untuk berpenetrasi dari area tiga angka sebelum memberi umpan tajam.

Penampilan Suns jauh menurun selepas Booker cedera (diperkirakan satu bulan). Tanpa pemain yang bisa menarik perhatian lawan, posisi Bridges tidak terlalu bebas. Terlebih Suns harus bermain tanpa Crowder yang sedari awal musim minta dilepas juga diistirahatkan oleh pihak manajemen.

Beruntung, komposisi pemain Suns cenderung cukup dalam. Cam Payne yang senantiasa diajak pelatih Monty Williams ke mana pun melatih senantiasa tampil gigih jika ditampilkan sebagai playmaker dari bangku cadangan.

Forward kreatif, Dario Saric, selepas pulih dari cedera, sepertinya mulai bisa mengembangkan potensinya sebagai pembuka ruang seperti yang diharapkan manajemen Philadelphia 76ers sewaktu memilih Saric lewat draft. 

Skill itu jugalah yang ternyata dimiliki center Bismack Biyombo yang ternyata cukup mahir melepaskan umpan pada pemain yang bergerak tanpa bola, baik yang bergerak dari area tiga angka maupun para playmaker yang lantas melarikan diri begitu mengirim umpan. 

Jock Landale juga cukup lumayan. Meski sering bikin fans emosi jiwa lantaran angka tim lawan kerap hadir lewat defense Landale, terutama di awal musim, finishing pemain Australia ini cukup matang.

Belum lagi Suns juga memiliki defender tangguh Josh Okogie yang siap menutup ruang pemain lawan.

Meski skill dan penampilan mereka tidak terlalu menonjol (yang kadang bikin fans Suns garuk-garuk kepala apabila tembakan atau cocoran mereka luput), Payne, Shamet, Craig, atau bahkan Biyombo merupakan tipe pemain yang bisa memaksimalkan potensi pemain yang secara skill nggak terlalu menonjol seperti Ish Wanwright dan Duane Washington yang beberapa kali bisa tampil produktif.

Dengan pengalaman yang cukup panjang, tipe team player dan pekerja keras seperti mereka dikenal mampu beradaptasi dengan berbagai skema permainan, termasuk dengan membantu memaksimalkan potensi Bridges termasuk sebagai playmaker dari sisi sayap, yang sayangnya tidak terlalu keliatan seiring cederanya Booker.

Menariknya, meski  Suns mulai mampu beradaptasi dengan baik tanpa kehadiran Booker, beberapa fans Suns tetap bersikukuh melepas para pemain yang gaya bermainnya terbilang cocok di sebagian besar  tim NBA ini, termasuk Saric dan Okogie, bahkan Bridges mengingat value Bridges, dari segi usia, konsistensi, dan nilai kontrak, termasuk yang tertinggi di Suns

Pendapat tersebut terbilang wajar, mengingat meski potensi sebagai tim masih cukup besar, Suns tidak terlalu bisa bergerak bebas di bursa perpindahan pemain lantaran dalam waktu dekat tim lain biasanya enggan mengontrak pemain yang nilai kontraknya besar dengan durasi yang masih cukup lama seperti Ayton atau yang penampilannya mulai menurun seperti CP3 .

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun