Mohon tunggu...
Candra Permadi
Candra Permadi Mohon Tunggu... Penerjemah - r/n

r/n

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

"Ceiling" dan "Floor" Pemain NBA, Seni dan Misteri Draft NBA

30 November 2020   16:16 Diperbarui: 1 Desember 2020   21:38 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
James Wiseman, Anthony Edward, dan Lamelo Ball (clutchpoints.com)

Mengamati kiprah para rookie memang mengasyikan. Mereka inilah tulang punggung masa depan NBA. Kita bisa melihat bagaimana Jayson Tatum yang pada tahun pertama berkarier hanya menjadi pilihan ketiga dalam mencetak angka, kini selalu menjadi tumpuan Boston Celtics untuk meraih gelar juara kedelapan belas.

Giannis Antetokounmpo, yang hanya bocah ceking, berbakat besar di awal karier, empat tahun kemudian menjadi monster yang nyaris tidak terhentikan di bawah jaring sampai sekarang.

Menariknya, tidak seperti Tatum yang memang diproyeksikan menjadi draft tiga pilihan pertama, Giannis malah terdampar di urutan ke-15 walaupun kiprahnya malah lebih gemilang dari draft pilihan pertama kala itu, Anthony Bennet, yang namanya bahkan sudah tidak beredar lagi di NBA.

Itulah misteri draft NBA. Draft NBA urutan awal tidak menjamin bisa mekar dan beradaptasi sesuai harapan. Pun dengan Giannis. Adik saya yang satu ini bisa terdampar di urutan 15 draft NBA bukan tanpa sebab. Bakatnya memang sudah terlihat sejak awal. 

Giannis punya kecepatan, gerakannya eksplosif, tinggi badan lebih dari ideal (6 kaki, 11 inci, atau 211 sentimeter selanjutnya disebut 6^11), begitu pula rentang tangannya yang panjang. 

Dengan kecepatan dan postur setinggi itu, Giannis diproyeksi sebagai pemain besar. Bahasa NBA-nya ceiling-nya tinggi. Sayang skills mencetak angkanya terbilang biasa. Akurasi tembakannya tidak terlalu istimewa, bahkan sampai sekarang.

Penampilan Giannis muda (House of Highlight)

Setidaknya sampai musim kemarin, untuk mencetak angka, Giannis lebih mengandalkan postur, kekuatan, dan kecepatan fisik ketimbang skill menembak. 

Itulah kenapa, meski sama-sama di-draft pada tahun yang sama, urutan draft Giannis tidak setinggi Victor Olidipo, yang beberapa musim lalu performanya meningkat pesat. 

Meski berbakat besar, skill Giannis, sekali lagi masih mentah. Terlebih di musim-musim awal karier, Giannis masih terlihat cungkring. Meski bermain eksplosif, Giannis masih belum cukup tangguh ketika berhadapan dengan pemain yang punya postur lebih kokoh.

Cara menembak Giannis yang masih perlu diperbaiki (BBallbreakdown.com)

Sekali lagi NBA menyebutnya sebagai pemain dengan ceiling tinggi, Cuma floor-nya rendah. Ceiling bisa dibilang adalah potensi maksimal seorang pemain, andai kata ia berhasil mengasah semua potensi yang ia punya. 

Kebalikan ceiling adalah floor. Mudahnya floor adalah potensi atau proyeksi minimal seorang pemain NBA, andai kata ia berhasil memaksimalkan skill yang ia punya.

Dari segi fisik, bisa dibilang, Oladipo memang tidak setinggi dan seekplosif Giannis. Mengingat Oladipo hanya bertinggi 6^4 atau atau sekitar 193 sentimeter. 

Kebetulan postur Oladipo pun tidak bisa dibilang sesuai dengan tren NBA belakangan, lantaran tim-tim NBA sekarang seolah mencari pemain dengan tinggi 6^5-6^9 bahkan lebih, yang bukan hanya jago bertahan, tapi juga menyarangkan tembakan tiga angka, syukur-syukur punya dribel dan visi yang bagus layaknya Luca Doncic.

Meningkatan Performa Oladipo (BBallbreakdown.com)

Oladipo, meski tidak terlalu tinggi, punya kecepatan dan dasar CARA MENEMBAK YANG relatif sudah BENAR. Tidak heran meski agak kurang bersinar di awal-awal karier, empat musim berselang, statistik dan akurasi tembakannya meningkat pesat dari sekitar rata-rata 15 poin per pertandingan tiap musim, menjadi 20 poin, dua musim lalu. 

Jumlah steal Oladipo pun ikut naik dari rata-rata 1,5 steal per pertandingan di empat musim pertama, jadi nyaris 2,5 steal per pertandingan di musim berikutnya. NBA biasa menyebut peningkatan ini sebagai breakout season.

Kalau diliat dari kacamata ceiling dan floor, bisa dibilang, meski Oladipo tidak memiliki ceiling atau potensi setinggi Giannis di awal-awal proyeksi, floor Oladipo jauh lebih tinggi dibanding Giannis mengingat Oladipo punya dasar-dasar bermain basket yang lebih matang.

Kenapa saya bawa-bawa dua pemain yang sama-sama sudah berkiprah lebih dari enam musim di NBA itu sekarang? Alasannya terkait dengan potensi draft NBA terkini, draft NBA tahun atau musim 2020.

Jauh-jauh hari pengamat NBA berpendapat bahwa draft NBA tahun ini tidak sebagus dua musim belakangan atau bahkan musim depan. Mereka bisa berpendapat seperti itu karena rata-rata para pemandu bakat NBA sudah mengikuti kiprah pemain NBA sejak mereka masuk SMA bahkan sedari SMP.

Melihat bakat-bakat yang ada, tidak heran perguruan tinggi berlomba-lomba menawarkan beasiswa pada para pemain muda ini untuk bermain di kampus mereka setidaknya satu musim, lantaran musim berikutnya rata-rata dari mereka mereka langsung dicomot NBA lewat draft.

Sebenarnya kampus bukan satu-satunya jalan bagi pemain untuk bisa bermain di NBA. Pemain seperti Kobe Bryant, Kevin Garnett, atau sekarang RJ Hampton dan Lamelo Ball bisa langsung bermain di NBA tanpa perlu berkuliah lebih dulu, meskipun untuk dua nama yang disebut belakangan lebih memilih bermain secara profesional di negara orang lebih dahulu sebelum memilih untuk ikut draft NBA.

Penampilan Garnett mengantarkan Boston Celtics meraih juara ke-17 di final mengalahkan Los Angeles Lakers tahun 2008 (Channel Domcarter)

Garnett dan Kobe bisa langsung ikut draft NBA juga bukan tanpa alasan. Bakat mereka bermain basket didukung keuletan, keluwesan, postur, dan akurasi tembakan yang memadai, meskipun pada era mereka, persentase akurasi tembakan tiga angka tidak harus masuk resume. 

Beserta Anthony Davis dan Lebron James keduanya dinilai sebagai pemain yang bukan hanya memiliki floor tetapi juga ceiling yang tinggi mengingat skills mereka sudah terbilang matang di usia muda, tapi masih mungkin mengembangkan skills mereka yang lain di kemudian hari. 

Seperti Lebron James yang tidak dikenal memiliki tembakan tiga angka jarak jauh di awal karier, namun mulai terbiasa menunjukkannya ketika bermain bersama Lakers dua musim terakhir.

Menariknya lagi, keempatnya dinilai sebagai pemain yang cocok bermain di era sekarang, di mana defense dan akurasi tembakan tiga angka menjadi nilai tambah. Pemain seperti mereka disebut sebagai generational talent atau pemain yang cocok bermain di berbagai generasi.

Entah kebetulan atau tidak, 10 sampai 15 besar draft musim lalu, setidaknya, memiliki skill dan postur yang dinilai sesuai dengan tren permainan NBA jaman sekarang, sebut saja Zion Williamson, RJ Barret, DeAndre Hunter, Cam Redish, Cameron Johnson, Tyler Herro. 

Nama-nama yang saya sebut merupakan 15 besar draft NBA tahun lalu, Zion ada di urutan pertama sedang Herro ada di peringkat 13. Skills mereka dibilang merata karena rata-rata skills mereka sudah terlihat matang di usia muda. Tinggi badan mereka pun mendukung, yaitu sekitar 6^5 sampai 6^8 bahkan lebih.

Pemain seperti mereka, yang nyaris bertinggi badan 200 sentimeter atau lebih dinilai sebagai two-way player, atau punya kemampuan bertahan dan menyerang sama bagusnya, setidaknya dasar-dasar permainan mereka bagus.

Kebanyakan dari mereka disebut two-way player karena pemain yang bersangkutan bertinggi mendekati 200 sentimeter atau lebih,  serta memiliki langkah kaki yang luwes, yang membantu permain yang bersangkutan menutup ruang gerak pemain yang lebih mungil (namun cepat) atau pemain yang tiga sampai tiga belas sentimeter lebih tinggi dari pemain yang bersangkutan yang secara teori memiliki kekuatan fisik lebih kokoh dari two-way player tersebut. 

Belum lagi, akurasi tembakan tiga angka pemain yang disebut juga 3D player ini juga terbilang bagus. Itulah kelebihan para pemain dalam draft NBA musim lalu. 

Kalaupun beberapa dari mereka terbilang mungil, seperti Ja Morant (191 sentimeter) misalnya, pemain seperti Morant biasanya punya kelebihan yang bisa mengimbangi para pemain yang lebih tinggi, yaitu kecepatan, ekplosivitas, skills mencetak angka yang matang, presentase tembakan tiga angka yang luar biasa di awal musim, serta skills kepemimpinan yang bagus. 

Patut diketahui, andai kata tidak terpleset di pertandingan penentuan, bukan Portland Trail Blazers yang musim lalu mendapat jatah slot terakhir babak playoff wilayah barat musim lalu, melainkan Memphis yang sebagian besar dihuni pemain muda, termasuk Morant.

Atas performanya yang konsisten muim lalu, Morant dianugerahi gelar rookie terbaik, mengalahkan Nunn yang sama-sama mungil dan bermain di level amatir lebih lama dari sebagian besar rookie NBA.

Perlu diketahui, rookie tidak selalu pemain lulusan SMA atau anak kuliahan tahun pertama yang segera bermain untuk tim NBA. Pemain mana pun yang baru pertama kali bermain di NBA, setua apa pun pemain yang bersangkutan akan disebut sebagai rookie. 

Contoh paling simpel adalah Luca Doncic. Meskipun sekitar dua tahun lalu baru bermain di NBA, Ia sudah tiga musim bergabung di tim basket Raul eh Real Madrid.

Balik lagi ke draft 2020, tidak seperti draft tahun sebelumnya yang bisa dibilang punya skills dan postur merata (termasuk rentang tangan yang panjang yang kelak membantu mereka menutup ruang tembak pemain lawan), skills rata-rata draft musim ini mungkin hanya sekitar tiga sampai lima pemain yang terbilang istimewa. Itupun masih jadi perdebatan sebagaimana bisa dilihat di video-video berikut (semua video draft NBA diambil dari channel Hoop intellect atau Bballbreakdown).

Draft pertama musim ini, Anthony Edward (Minnesota Timberwolves), memang bagus. Bertenaga, eksplosif, jump shoot lumayan. Bisa dibilang, meski tidak telalu tinggi, dengan permainannya yang tangkas dan bertenaga, Edward berpotensi menjadi pemain bertahan yang bagus kelak. Sayang akuarasi tembakan serta cara menembak tembakan tiga angkanya yang kurang bagus.

Video kelebihan dan Kekurangan Gaya Bermain Anthony Edward (hoop intellect)

Begitu juga Lamelo Ball (Charlotte Hornets) . Ball dinilai punya skills lebih matang dari Lonzo, kakaknya. Lamelo, seperti juga Lonzo, juga memiliki passing yang elite, dan postur yang lebih tinggi dari Lonzo, yang membuatnya dinilai berpotensi sebagai rebounder yang bagus. 

Kemampuan mencetak angka di bawah jaring Lamelo juga jauh lebih baik dari Lonzo. Plus Lamelo juga jago memainkan tempo permainan. Sayang akurasi tembakan tiga angka Lamelo Cuma 25%, amat jauh dari rata-rata shooter elit NBA yang punya peluang tembak di atas 5 tembakan 3 angka per pertandingan, dengan akurasi 37-43% bahkan lebih.

Kelebihan dan Kekurangan Gaya Bermain Lamelo Ball (Bballbreakdown.com)

Draft urutan nomor dua musim ini, James Wiseman (Golden State Warriors) jelas punya bekal fisik yang bagus. Postur tinggi dan gaya bermain eksplosif membuatnya cocok disebut monster bawah jaring. 

Sayang variasi skills mencetak angka di bawah jaring Wiseman masih terbatas dan belum terasah dengan baik. Belum lagi, sebagai pemain bertahan, koordinasi langkahnya yang masih belum terlalu luwes, memudahkan para pemain lawan melewatinya.

Draft pemain di bawah mereka bertiga malah dinilai lebih meyakinkan, sebut saja Obi Topin atau Tyrrese Haliburton. Kebetulan pemain seperti Topin sempat bermain dua musim di perguruan tinggi jadi secara teori fisik dan mentalnya lebih siap beradaptasi dengan gaya permainan NBA.

James Wiseman (hoop intellect)

Meski keduanya punya skill lebih matang, sekali lagi, floor dan ceiling dianggap memiliki peranan penting dalam menakar potensi pemain NBA. Semakin muda dan beragam skill seorang pemain, apalagi terbilang elite, ceiling pemain yang bersangkutan dinilai lebih tinggi dibanding pemain lain. Elite tidaknya skill pemain sebenarnya adalah skills yang paling mudah dilihat di highlight. 

Passing Lonzo, Lamelo, dan Lebron James dibilang elit karena ketiganya mampu memberikaan umpan akurat dengan cara yang ajaib, yang nyaris tidak terpikirkan pemain lain.


Meskipun punya ketangkasan yang bagus, pemain seperti Onyeka Okongwu dan Obi Topin jelas tidak memiliki ketangkasan seeksplosif Giannis yang tergolong elite atau akurasi jump shoot sebagus Anthony Davis. Terlebih akurasi tembakan tiga angka mereka tidak bisa dibilang istimewa.

Ceiling Okongwu dinilai bisa lebih tinggi andai kata sejak jauh-jauh hari ia sudah tampak punya potensi punya visi atau umpan yang baik sebagai big man layaknya, Bam Adebayo yang musim lalu tampil di final bersama Miami Heat.

Leandro Bolmaro (Hoop Intellect)

Kalau mau jujur, secara subjektif, saya pribadi suka gaya permainan Dani Avdija dan Leandro Bolmaro. Keduanya bisa dibilang punya postur dan skills yang lengkap. Bahkan gaya bermain Bolmaro terkesan lebih matang dan beragam dibanding Avdija yang berada di urutan draft lebih tinggi. 

Keduanya punya akurasi tembakan bagus, umpan akurat, serta kecepatan khas defender bagus. Walaupun sempat diprokyesikan masuk draft empat sampai lima besar, gaya bermain Avdija yang terburu-buru dan jarang memainkan kombinasi satu dua (pick and role) khas NBA membuatnya draft-nya melorot ke posisi sembilan. Belum lagi Avdija bermain di kompetisi Israel, yang meskipun bagus, masih sedikit di bawah kompetisi di spanyol.


Berkebalikan dengan Avdija, permainan keponakan saya Leandro Bolmaro lebih asik dilihat. Defense bagus, pick and roll luwes, umpan prima. Bisa dibilang Bolmaro Doncic pisan. 

Sayang akurasi dan rataan jumlah tembakan per pertandingan Bolmaro masih dipertanyakan. Terlebih Bolmaro lebih sering bermain sebagai pemain cadangan ketika bermain untuk tim Basket Barcelona.

Itulah kenapa, dari komentar penonton NBA di youtube saya belajar bahwa, kalau ingin melihat bagus tidaknya seorang pemain NBA jangan lihat video aksinya saja tapi lihatnya video yang juga membahas kelemahan seorang pemain. 

Lewat pembahasan itu, kita bisa melihat pada saat seperti apa umpan pemain tidak akurat, pada saat seperti apa tembakannya tidak masuk dan sebagainya. Bisa dibilang, meski punya ceiling yang tinggi, floor pemain-pemain favorit saya tersebut masih diragukan.

Josh Green (draft intellect)

Menariknya meski draft urutan atas dinilai meragukan, draft menengah ke bawah dinilai amat menjanjikan, karena di situ banyak two way players berkumpul. Josh Green (urutan 18/Dallas Mavericks), Tyler Bey (36/Philadelphia 76ers), dan Desmond Bane (30/ Memphis Grizzlies) dianggap sebagai two-way players yang langsung bisa berkontribusi di tim baru mengingat mereka rata-rata sudah bermain lebih dari dua musim di NBA.


Karena dinilai sudah lebih matang, pemain seperti mereka dianggap punya floor yang tinggi namun ceiling yang rendah. Bagi sebagian tim terutama tim yang mengincar jatah playoff, pemain seperti mereka bertiga lebih dibutuhkan.

Tidak heran, Toronto Raptors yang nyaris masuk final wilayah timur musim lalu lebih memilih Malachi Flynn, yang meski mungil juga jago bertahan seperti layaknya bintang masa depan mereka Fred Vanvleet.

Boleh dibilang, bukan tim seperti Minnesota Timberwolves atau Charlotte Hornets yang memenangi draft kali ini, mengingat perjalanan pemain muda mereka masih panjang, lantaran mereka bermain di tim yang sudah agak lama tidak bermain di babak playoff dan sebagian besar pemain dalam tim  merupakan pemain muda yang minim pengalaman.

Justru tim seperti Mavericks yang mendapatkan Tyler Terry pemain yang gayanya mirip Seth Curry namun dinilai punya defense lebih bagus atau 76ers yang bisa disebut pemenang karena pemain yang jasanya mereka gunakan bukan hanya bisa langsung dimainkan, setidaknya dari bangku cadangan, tetapi dinilai bisa langsung nyetel dengan sistem yang sudah dibangun.

Sekali lagi, proyeksi hanya sekedar proyeksi. Sebuah opini, yang sudah berkali-kali teruji tidak selalu tepat. Tetapi di situlah Seni dan Misteri Draft NBA dari waktu ke waktu.

Saya rasa, sekian dulu obrolan tidak penting saya mengenai ceiling dan floor dalam NBA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun