Mohon tunggu...
Calvine Bobo
Calvine Bobo Mohon Tunggu... Ilmuwan - Saya adalah seorang pemerhati masalah sosial, politik, budaya dan pendidikan

Saya adalah seorang pemerhati masalah sosial, politik, budaya dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menggugat Independensi & Kompetensi Jaksa dalam Penanganan Kasus Tipikor di NTT

15 Oktober 2016   22:57 Diperbarui: 15 Oktober 2016   23:58 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Korupsi telah menjadi momok menakutkan bagi kita semua. Saat ini Indonesia telah menempati posisi yang sangat kritis dalam kaitan dengan tindakan Korupsi. Melihat kenyataan ini maka Korupsi harus dijadikan musuh bersama dari seluruh masyarakat Indonesia.

Bila dicermati dari waktu ke waktu kasus korupsi bukan lagi fenomena di daerah perkotaan, melainkan sudah merupakan peristiwa biasa yang terjadi mulai dari tingkat Pusat sampai ke daerah-daerah terpencil. Semangat pemerintah untuk memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya terus menggema sampai ke pulau-pulau terluar Republik ini, termasuk di dalamnya di Propinsi NTT ini. Namun apa jadinya, bilamana para penegak hukum yang seharusnya lebih cermat dan mampu dalam mendalami kasus-kasus korupsi yang ada di Republik ini terindikasi kurang kompeten, apalagi terkesan tidak independen, kurang memiliki pengetahuan yang cukup dalam menangani kasus-kasus korupsi yang ada? Kekeliruan dan kekurangmampuan dalam memahami aturan perundang-undangan yang ada dapat mengakibatkan kurang berjalan efektifnya pemberantasan korupsi yang sedang digalakkan oleh pemerintah pusat.

Sejalan dengan itu, munculnya indikasi dan kesan bahwa pihak Penuntut Umum dalam hal ini Jaksa, misalnya, tidak mampu memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa apa yang didakwakan kepada seorang tersangka, benar-benar dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis formal serta sesuai dengan aturan hukum dan pranata yang berlaku di Republik ini.

Apa yang terjadi di beberapa kebupaten di wilayah Nusa Tenggara Timur ini, tentu saja menjadi potret buram dan keprihatinan kita semua. Hal mana, berdasarkan pantauan penulis, terdapat beberapa kasus Penetapan tersangka kepada beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di wilayah ini terkesan sangat dipaksakan dan memiliki muatan lain, selain aspek pidana korupsi itu sendiri yang disangkakan kepada beberapa SKPD yang ada. Hal itu tercermin dalam pantauan penulis terhadap proses penyelidikan dan penetapan tersangka terhadap beberapa SKPD.

Berikut ini penulis mencoba menghadirkan salah satu kasus yang terjadi di wilayah ini, yaitu di Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD) dengan terdakwa EK. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, penulis mencoba merangkum materi wawancara dengan Terdakwa EK dan Penasehat hukumnya, Dr. Melkianus Ndaomanu, SH,M.Hum dan Fimon Mikson Polin, SH,MH.

Dari hasil wawancara dengan tersangka dan penasehat hukumnya bahwa yang bersangkutan didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam proses Pengadaan Alat Kesehatan Puskesmas, Pustu, Polindes, dan Poskesdes dan Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan.

Menurut Kuasa hukum Terdakwa EK, Dr. Melkianus, bahwa Terdakwa ditunjuk oleh Bupati SBD pada saat itu sebagai Pengguna Anggaran berdasarkan  Surat Keputusan Bupati Sumba Barat Daya (SBD) Nomor: 20/KEP/HK/2014 tanggal 10 Februari 2014 tentang penunjukan Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran serta Bendahara Pengeluaran Pembantu SKPD Kabubaten SBD. Masih menurut kuasa hukum Terdakwa bahwa Terdakwa memiliki tugas dan kewenangan sebagaimana  diatur dalam ketentuan Pasal 8 Perpres No. 54 Tahun 2010 sebagaimana telah dirubah dengan Perpres No. 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah dan sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Bupati Sumba Barat Daya (SBD) Nomor: 20/KEP/HK/2014 tanggal 10 Februari 2014.

Berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, terdakwa sebagai Pengguna Anggaran telah diberikan kewenangan untuk mengambil keputusan-keputusan perencanaan  (persiapan) Pengadaan terkait dengan tugas dan kewenangannya, in casu,  Rencana Umum Pengadaan (RUP).

Terkait dengan Perencanaan Pengadaan Alat Kesehatan Puskesmas, Pustu, Polindes, dan Poskesdes dan Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan menurut terdakwa dan kuasa hukumnya merupakan proses hasil kesepakatan antara Pemerintah SBD dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) SBD yang dituangkan dalam Kebijakan Umum APBD Tahun Anggaran 2014 (KU-APBD) Kabupaten SBD, Prioritas Plafon Anggaran Sementara Tahun Anggaran 2014 (PPAS) Kabupaten SBD, Rencana Kerja Anggaran (RKA), Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA). Dengan demikian menurut terdakwa dan Penasehat Hukumnya bahwa Tupoksi dari PA  hanya sebatas Perencana yang membuat RUP, sedangkan yang melakukan survei harga,  menyusun HPS, menandatangani kontrak adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Namun dalam kasus ini Penuntut Umum telah menuduh Terdawa selaku Pengguna Anggaran  juga seolah-olah sebagai pelaksana pengadaan yang secara normatif menjadi kompetensi dari PPK, bukan kompetensi Terdakwa selaku PA.  Lebih lanjut dipaparkan Terdakwa bahwa pertanggungjawaban dan audit terhadap proses pengadaan ini telah dilakukan oleh BPK dan telah dinyatakan tidak ada temuan dalam LHP BPK.

Melihat kondisi ini, tentu saja, pihak Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan RI sudah sepatutnya menyelidiki kasus ini agar tidak terjadi kesalahan dan gagal paham dari para Jaksa Penuntut Umum dalam memahami regulasi yang berlaku, sehingga tidak terjadi KRIMINALISASI terhadap para pejabat daerah. Hal itu bila tidak segera diperbaiki, maka akan semakin banyak SKPD dan/atau aparatur negara lainnya yang semestinya tidak melakukan kesalahan, namun terpaksa meringkuk di balik jeruji untuk sesuatu yang tidak pernah dilakukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun