Mohon tunggu...
Calvine Bobo
Calvine Bobo Mohon Tunggu... Ilmuwan - Saya adalah seorang pemerhati masalah sosial, politik, budaya dan pendidikan

Saya adalah seorang pemerhati masalah sosial, politik, budaya dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menggugat Independensi & Kompetensi Jaksa dalam Penanganan Kasus Tipikor di NTT

15 Oktober 2016   22:57 Diperbarui: 15 Oktober 2016   23:58 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hal ke dua yang perlu sekali menjadi perhatian dari pihak Kejaksaan RI dan Komisi Kejaksaan RI, termasuk di dalamnya Lembaga BPK RI dan BPKP RI, yaitu terkait dengan fungsi dan kewenangan melakukan Audit terhadap Perhitungan Kerugian Negara. Hal ini menjadi sangat penting agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan pihak Jaksa Penuntut Umum dan/atau Kejaksaan Negeri dalam melakukan Audit Investigatif.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 23E, 23F, 23G UUD 1945, jo UU No 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, jo UU No 15 Tahun 2006 tentang BPK maka yang memiliki kompetensi untuk menghitung Kerugian Keuangan negara adalah BPK.Lebih lanjut dapat dilihat dalam Putusan MK No. 31/PUU-X/2012, bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) berpendapat bahwa BPKP dan BPK adalah lembaga yang berwenang untuk melakukan Audit Investigatif untuk menghitung kerugian keuangan negara. Di samping itu berdasarkan Nota Kesepahaman antara Kejaksaan RI, Kepolisian Negara RI dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan tanggal 28 September 2007; dalam Pasal 6 angka 3, mengatur: dalam gelar kasus yaitu instansi penyidik menetapkan pelanggaran hukum, sedangkan BPKP menetapkan ada/tidaknya indikasi kerugian keuangan negara, sehingga dapat ditetapkan status kasus yang berindikasi tindak pidana korupsi atau bukan tindak pidana korupsi.

Berdasarkan acuan ketentuan perundang-undangan yang berlaku tersebut dapat disimpulkan bahwa kewenangan menghitung kerugian negara tersebut hanya ada pada para ahli di bidang keuangan negara dan perekonomian negara dari dua lembaga Auditor Negara tersebut yaitu BPK dan BPKP.

Akan tetapi, yang terjadi di beberapa kasus di NTT, salah satunya di SBD, dalam hal ini Kejaksaan Negeri Sumba Barat melakukan Audit Investigatif atas kegiatan Pengadaan Alat Kesehatan Puskesmas, Pustu, Polindes, dan Poskesdes dan Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan untuk menentukan kerugian negara bersama sebuah Politeknik Negeri Kupang. Mengejutkan memang atas apa yang dialami oleh Kepala Dinas Kesehatan SBD dan PPK dan tindakan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Sumba Barattersebut. Bila hal ini dibiarkan maka ke depan akan semakin banyak Aparatur Negara yang dijerat dengan hukum menurut selera masing-masing dengan bantuan Auditor yang tidak jelas kompetensi dan legal standing-nya. Dari kasus-kasus seperti ini, maka publik pantas mempertanyakan, ”Masihkah Lembaga Auditor Negara (BPK dan BPKP) diakui eksistensinya di Republik ini?”

Demi tegakkan hukum dan keadilan di Republik ini, sudah saatnya pihak Kejaksaan Agung RI, Komisi Kejaksaan RI, BPK dan BPKP RI segera turun tangan dalam kasus ini agar tidak muncul persepsi di kalangan masyarakat terhadap adanya indikasi kesewenang-wenangan lembaga penegak hukum, seperti Kejaksaan Negeri Sumba Barat dalam menangani kasus yang ada. Reaksi cepat dari para pihak tersebut sangat dibutuhkan agar tidak muncul lagi kasus-kasus KRIMINALISASI serupa yang sangat mencederai rasa keadilan terdakwa yang dipaksa harus meringkuk dalam tahanan untuk sesuatu yang mungkin saja tidak beralasan. Bilamana dimungkinkan, pihak Kejaksaan Agung RI dan Komisi Kejaksaan RI harus segera bertindak dan meminta pertanggungjawaban dari kepala Kejaksaan Negeri Sumba Baratdan Jaksa Penuntut Umumyang terkait.

Pada bagian terakhir dari tulisan ini, perlu pula disampaikan bahwa berdasarkan UU No. 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara dan UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK serta undang-undang terkait, menurut pengakuan Terdakwa bahwa BPK telah memeriksa Neraca Keuangan Pemerintah SBD per 31 Desember 2014, serta telah menerbitkan  Laporan Hasil Pemeriksaan  Keuangan atas Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten SBD tahun 2014 yang memuat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan nomor 13.b/LHP/ XIX.KUP/5/2015  tanggal 25 Mei 2015. Dalam LHP tersebut hanya diperoleh temuan dalam Pengadaan obat dengan sistem e-catalog, dengan rekomendasi BPK  kepada Bupati SBD agar :

  • Memerintahkan PPK Dinas Kesehatan supaya berkoordinasi kembali dengan rekanan obat e-catalog untuk melakukan kontrak pengadaan obat;
  • Memberikan sanksi dan memerintahkan kepala seksi Persediaan Farmasi dan Obat Tradisional untuk menertibkan obat kadaluarsa dan mengusulkan proses pemusnahan dan penghapusan;
  • Memerintahkan Kepala Dinas Kesehatan meningkatkan pengendalian dan pengawasan penatausahaan persediaan obat;


Namun yang sangat disayangkan dalam kasus ini bahwa pihak Kejaksaan Negeri Sumba Barat dalam hal ini Jaksa Penuntut Umumsama sekali tidak melakukan koordinasi dengan lembaga terkait yang memiliki kewenangan berdasarkan Undang-undang yang berlaku untuk melakukan Audit, dalam hal ini BPK Propinsi NTT. Akan tetapi pihak Kejaksaan Negeri tersebut lebih mempercayakan Audit Investigatif dilakukan oleh sebuah Institusi pendidikan bernama Politeknik Negeri Kupang yang berdasarkan ketentuan Undang-undang tidak memiliki Legal standing untuk melakukan audit tersebut. Lalu, pertanyaan kita semua, “Ada apa dengan Kejaksaan Negeri Sumba Barat???

Mohon pihak-pihak terkait, terutama Kejaksaan Agung RI dan Komisi Kejaksaan RI segera melakukan klarifikasi dan memeriksa pihak-pihak terkait agar pemberantasan tindak korupsi di Republik ini tidak kontra-produktif dan berjalan sesuai dengan sasarannya serta tidak dipergunakan untuk melakukan tindakan KRIMINALISASI dan POLITISASI untuk tujuan lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Semoga!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun