Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 dan Perpres Nomor 46 Tahun 2025 merupakan dua regulasi yang sama-sama merevisi Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Namun, keduanya lahir dari konteks dan semangat kebijakan yang berbeda, sehingga menampilkan penekanan yang khas dalam upaya mereformasi sistem pengadaan nasional.
Perpres 12 Tahun 2021 hadir sebagai bagian dari ekosistem kebijakan Omnibus Law atau Undang-Undang Cipta Kerja. Dalam semangat tersebut, pengadaan diposisikan sebagai alat strategis untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi COVID-19, sekaligus mendorong penciptaan iklim usaha yang lebih inklusif dan kompetitif. Penekanan utama dalam regulasi ini adalah pemberdayaan pelaku usaha mikro, kecil, dan koperasi (UMK-Koperasi), melalui kewajiban alokasi minimal 40% dari belanja pengadaan untuk produk mereka. Selain itu, Perpres 12/2021 memperkenalkan preferensi harga hingga 25% untuk produk dalam negeri yang memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tertentu, memperluas bentuk kontrak, serta memperkuat digitalisasi melalui pengembangan katalog elektronik dan toko daring.
Sementara itu, Perpres 46 Tahun 2025 memperlihatkan orientasi yang lebih teknokratis dan berkelanjutan. Ia tidak sekadar memperbaiki teknis pengadaan, tetapi juga memperkuat sistem sebagai instrumen pembangunan nasional jangka panjang. Penekanan kuat diberikan pada kewajiban sertifikasi kompetensi bagi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang disesuaikan dengan tipologi pengadaan, serta pengaturan lebih tegas mengenai etika dan konflik kepentingan. Perpres ini juga mulai memberi perhatian lebih besar pada pengadaan di tingkat desa dan pengadaan dengan skema pemilik menyediakan bahan (owner-supplied).
Di era Perpres 46 tahun 2025 ini, digitalisasi bukan sekadar opsi, melainkan diwajibkan dalam metode tertentu untuk mempercepat proses dan mendorong akuntabilitas. Tak kalah penting, komitmen terhadap penggunaan produk dalam negeri ditegaskan kembali sebagai bagian dari strategi industrialisasi nasional.
Jika Perpres 12 Tahun 2021 merefleksikan respon cepat terhadap kebutuhan reformasi ekonomi dan pembukaan ruang usaha pasca pandemi, maka Perpres 46 Tahun 2025 adalah manifestasi dari konsolidasi pengadaan sebagai sistem yang lebih profesional, adil, dan berpihak pada kepentingan nasional jangka panjang. Perbedaan keduanya bukanlah pertentangan, tetapi kesinambungan dalam evolusi sistem pengadaan pemerintah Indonesia menuju tata kelola yang berintegritas, modern, dan kontekstual.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI