Mohon tunggu...
ruslan effendi
ruslan effendi Mohon Tunggu... Pengamat APBN dan Korporasi.

Lulusan S3 Akuntansi. Penulis pada International Journal of Public Administration, Frontiers in Built Environment, IntechOpen, Cogent Social Sciences, dan Penulis Buku Pandangan Seorang Akuntan: Penganganggaran Pendidikan Publik Untuk Kualitas Dan Keadilan (Pengantar Prof. Indra Bastian, MBA., Ph.D.)

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Gambler's Fallacy, Ketika Berbohong Terasa Mudah Tinimbang Gagal

22 Mei 2025   19:59 Diperbarui: 24 Mei 2025   21:24 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam film dokumenter Madoff: The Monster of Wall Street, kita disuguhi bukan sekadar kisah kriminal finansial terbesar di Amerika Serikat, tetapi juga potret mendalam tentang bagaimana bias kognitif dapat menjerumuskan seseorang dari niat baik menuju kebohongan sistemik.

Baca juga: Pelanggaran Prinsip "Substance over Form" dalam The Monster of Wall Street

Bernard L. Madoff, sosok sentral dalam film ini, bukanlah penipu sejak awal. Ia memulai karier sebagai penasihat investasi yang relatif kecil, dengan ambisi untuk sukses di tengah hingar bingar pasar modal. Namun, satu keputusan buruk pada masa awal---menginvestasikan dana klien sebesar 30.000 dolar ke saham spekulatif yang akhirnya lenyap---menjadi titik belok yang menentukan. Alih-alih jujur kepada klien, Madoff meminjam uang untuk menutup kerugian tersebut. Sejak saat itulah, ia mulai membangun dunia fiktif yang pada akhirnya memerangkap dirinya sendiri.

Keputusan awal Madoff untuk menutup kerugian dengan cara tidak etis dapat dijelaskan melalui dua bias psikologis yang kuat, yaitu gambler's fallacy dan escalation of commitment. Gambler's fallacy adalah keyakinan keliru bahwa peristiwa acak di masa lalu akan memengaruhi hasil acak di masa depan. Dalam konteks Madoff, ini diterjemahkan menjadi ilusi bahwa kerugian awal hanyalah "kesalahan kecil" yang bisa dikompensasi dengan keuntungan besar di masa depan---seolah pasar akan "membayar balik" kesalahannya jika ia terus mencoba.

Di sinilah letak jebakannya, alih-alih mengakui kegagalan, Madoff justru semakin yakin bahwa ia bisa memperbaiki keadaan hanya dengan waktu dan strategi yang lebih baik.

Namun yang lebih berbahaya adalah escalation of commitment, yakni kecenderungan untuk tetap mempertahankan keputusan yang salah hanya karena sudah terlalu banyak investasi yang ditanamkan---baik dalam bentuk uang, reputasi, maupun waktu. Bagi Madoff, mengaku gagal berarti bukan hanya kehilangan klien, tetapi juga menghancurkan nama baiknya, meruntuhkan kredibilitas keluarganya, dan menggugurkan seluruh narasi kesuksesan yang sudah ia bangun selama puluhan tahun.

Dilema seperti itu memungkinkan berbohong terasa lebih mudah daripada gagal. Menipu klien seakan menjadi "solusi rasional" demi menyelamatkan masa lalu, tanpa sadar bahwa keputusan tersebut menggiringnya ke dalam lubang yang makin dalam dan tidak bisa ia keluar darinya sendiri.

Film ini berhasil menggambarkan bahwa kejatuhan Madoff bukan semata soal kerakusan atau niat jahat sejak awal, melainkan akibat dari mekanisme psikologis yang dibiarkan tumbuh tanpa kontrol eksternal. Tanpa pengawasan independen, tanpa audit yang tegas, dan dalam ekosistem pasar yang memuja hasil lebih dari proses, kebohongan demi kebohongan menjadi sistematis dan akhirnya tak terbendung. Ketika akhirnya skema Ponzi senilai 65 miliar dolar itu runtuh, dunia tidak hanya kehilangan uang, tapi juga kepercayaan---dan itu jauh lebih mahal.

Perlu kita pahami di sini bahwa kegagalan itu risiko dan tidak menuntununtuk berbohong.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun