Ketika Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 disahkan sebagai perubahan ketiga atas UU BUMN, publik mungkin tidak segera menyadari bahwa empat pasal kunci dalam UU Nomor 19 Tahun 2003---yakni Pasal 5 sampai Pasal 8---telah resmi dihapus. Padahal, keempat pasal inilah yang selama dua dekade menjadi fondasi operasional dalam pengurusan dan pengawasan BUMN. Pasal 5 menetapkan bahwa Direksi bertanggung jawab penuh atas pengelolaan BUMN untuk kepentingan dan tujuan perusahaan. Pasal 6 menyebutkan bahwa Komisaris dan Dewan Pengawas bertanggung jawab atas fungsi pengawasan. Pasal 7 menegaskan larangan bagi direksi dan komisaris untuk mengambil keuntungan pribadi, dan Pasal 8 mengatur kondisi ketika mereka tidak berwenang mewakili perusahaan, misalnya dalam konflik kepentingan. Muncul pertanyaan besar dengan dihapusnya pasal-pasal ini,--siapa yang kini sesungguhnya memegang kendali atas arah strategis BUMN?
Jawabannya ternyata tidak sederhana. Pasal-pasal yang dihapus itu tidak benar-benar dihilangkan secara substansi, melainkan digantikan oleh arsitektur kelembagaan baru yang lebih kompleks. Negara membentuk entitas baru bernama Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara, yang kini menjadi pusat kendali atas kebijakan dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan dalam BUMN. Bersama dua entitas holding---Holding Investasi dan Holding Operasional---badan ini berwewenang yang jauh lebih luas dibanding direksi dan komisaris BUMN sebelumnya. Mereka dapat mengatur arah kebijakan umum, menyetujui restrukturisasi, mengelola dividen, bahkan menentukan indikator kinerja strategis lintas BUMN. Direksi dan komisaris BUMN tetap ada, namun fungsinya lebih sebagai pelaksana operasional dalam struktur yang kini berlapis.
Perubahan ini menandai pergeseran besar. Model semula berupa tata kelola korporasi yang bertumpu pada prinsip fiduciary duty Direksi dan Komisaris, menjadi model manajemen aset negara terpusat, ala sovereign wealth fund. Negara tidak lagi sekadar pemilik saham yang memantau dari kejauhan, melainkan tampil sebagai investor aktif yang mengarahkan strategi portofolio nasional. Arah BUMN kini bukan lagi semata-mata ditentukan oleh para direksi atau komisaris seperti diatur dalam pasal-pasal lama, tetapi oleh desain besar yang dirancang pemerintah melalui Badan dan dua Holding tersebut. Inilah era baru BUMN. Era ketika tata kelola korporasi negara tidak lagi berpusat pada pengelola perorangan, tetapi pada entitas kelembagaan yang mengendalikan secara kolektif.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI