Di lantai atas rumah, di tengah tanaman hijau yang tumbuh subur, ada satu bunga yang selalu menarik perhatian saya---bunga Wijaya Kusuma. Bunga ini dikenal dengan mekarnya yang khas di malam hari, mengeluarkan keindahan luar biasa hanya ketika matahari telah terbenam dan cahaya bulan mulai menyelimuti. Namun, saya jarang bisa menyaksikan keindahan tersebut dengan sempurna karena mekar hanya terjadi di malam hari.
Setiap malam, saya berharap bisa menyaksikan mekarnya, namun tak selalu berhasil. Pada pagi hari, ketika saya menengok ke luar jendela, bunga Wijaya Kusuma sudah kembali dalam bentuknya yang layu, kelopaknya sudah mulai menutup. Keindahan yang seharusnya terjadi malam tadi sudah terlewatkan, meninggalkan saya hanya dengan kenangan tentang bunga yang baru saja mekar.
Ada kalanya saya merasa seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga---sebuah keajaiban yang saya tunggu setiap malam, tapi sering terlewat. Saya menyadari bahwa, meskipun keindahannya begitu memukau, bunga Wijaya Kusuma ini justru mengajarkan saya tentang ketidaksempurnaan. Keajaiban yang terlewat di malam hari akan selalu menjadi bagian dari perjalanan saya yang tak bisa diulang.
Namun, setiap pagi ketika saya melihatnya kembali, ada rasa syukur karena setidaknya saya masih bisa merasakan kedamaian yang dibawa oleh tanaman ini. Meski bunga itu hanya bisa mekar di malam hari, ia tetap hadir dalam kehidupan saya---walaupun dalam bentuk yang sudah berlalu. Mungkin memang begitulah cara alam mengajarkan kita untuk menghargai momen yang ada, sebelum semuanya terlambat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI