Mohon tunggu...
Hadi Saksono
Hadi Saksono Mohon Tunggu... Jurnalis

Historia Magistra Vitae (Sejarah adalah guru bagi kehidupan)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Masuk Penjara Karena Membaca Buku

27 September 2025   17:56 Diperbarui: 27 September 2025   17:57 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menko Kumham Imipas dan Wamenko Kumham Imipas kunjungi Aktivis Delpedro Marhaen di tahanan. (Komenko Kumham Imipas via Kompas.com)

Ada yang menarik perhatian saya dalam penangkapan aktivis hak asasi manusia Delpedro Marhaen, pada awal September lalu. Ia ditangkap atas dugaan penghasutan untuk melakukan tindakan anarkistis pada rangkaian aksi unjuk rasa di Jakarta pada akhir Agustus lalu.

Delpedro sendiri juga merupakan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, lembaga advokasi hak asasi manusia (HAM). Hal yang kemudian dinyatakan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo bahwa kebetulan saja ia merupakan seorang aktivis, namun penangkapnnya tak terkait posisinya sebagi aktivis HAM  

Selain menjemput paksa Delpedro dari kantornya, kepolisian juga menyita sejumlah barang bukti dari kantor dan kediamannya.

Nah, yang menarik, beberapa buku juga ikut disita polisi dalam penggeledahan itu. Kuasa Hukum Delpedro, Daniel Winarta seperti dikutip Tempo.co pada 5 September 2025 menyebut, ada tiga buku milik Delpedro yang dijadikan barang bukti dan disita oleh pihak kepolisian.

Sejumlah sumber menyebut, buku milik Delpedro yang disita oleh polisi, antara lain Pemikiran Karl Marx karya Franz Magnis Suseno, Anarkisme karya Emma Goldman, Kisah Para Diktator karya Jules Archer, Apa itu Anarkisme Komunisme karya Alexander Berkman.

Satu buku yang tak bertema politik, juga ikut disita. Yakni Negeri Pelangi karya musisi Ras Muhamad.

Dengan penyitaan tersebut, bagi saya sulit untuk tidak mengatakan bahwa polisi mencoba mengaitkan buku-buku itulah yang menjadi sumber insiprasi Delpedro untuk menggerakkan massa hingga berbuat anarkis, hingga menjadikannya sebagai pesakitan.

Saya jadi teringat dengan kasus Burim di Korea Selatan pada tahun 1981. Di mana selama masa pemerintahan Presiden Chun Doo-Hwan, sebanyak 22 pelajar, guru, dan pegawai yang tergabung dalam sebuah klub buku ditahan atas tuduhan sebagai komunis dan simpatisan Korea Utara.

Kisah ini pun menjadi insiprasi pembuatan film The Attorney.

Dalam film yang dirilis tahun 2013 itu, dikisahkan seorang hakim yang kemudian beralih menjadi pengacara, Song Woo-Seok (Song Kang-Ho), melakukan pembelaan atas para terdakwa dalam persidangan yang penuh intimidasi. Woo-Seok bersikeras bahwa dakwaan jaksa yang menyebut bawang bukti buku What is History karya E.H. Carr sebagai buku beraliran komunis adalah tidak berdasar.   

Kemudian, Woo-Seok menunjukkan surat dari kedutaan besar Inggris yang menyatakan bahwa E.H Carr adalah orang Inggris yang pernah bekerja sebagai diplomat, dan bukunya adalah buku sejarah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun