Mohon tunggu...
Hadi Saksono
Hadi Saksono Mohon Tunggu... Jurnalis - AADC (Apa Aja Dijadikan Coretan)

Vox Populi Vox Dangdut

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Liga 1 Musim Depan Tanpa Suporter Tamu, Kebijakan Tepat?

5 Juni 2023   16:52 Diperbarui: 6 Juni 2023   08:39 1218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum PSSI menegaskan larangan kehadiran suporter tamu di Liga 1 2023/2024. (Sumber: Kompas.com)

Ada peraturan baru yang akan diterapkan oleh PT Liga Indonesia Baru (LIB) dalam kompetisi Liga 1 2023/2024 mendatang. Yakni larangan suporter tim tamu untuk hadir dalam pertandingan di kandang tim tuan rumah, atau yang selama ini lazim disebut away days.

Larangan tersebut dipahami berdasarkan surat edaran LIB Nomor 225/LIB-COR/VI/2023. Surat itu sebenarnya berisi larangan bagi suporter Bali United maupun suporter PSM Makassar untuk melakukan away days, dalam pertandingan play off Liga Champions Asia yang melibatkan kedua tim tersebut.

Namun dalam surat yang ditandatangani oleh Direktur Utama LIB Ferry Paulus ini, terdapat kata-kata:

"Dalam hal masa transisi transformasi sepakbola nasional, seluruh pertandingan sepak bola nasional, termasuk kompetisi dan play off, tidak dapat dihadiri oleh suporter tim tamu,"

Secara common sense tentu bisa ditafsirkan bahwa surat tersebut menyatakan bahwa pertandingan sepak bola yang secara resmi berada di bawah pengelolaan LIB tidak bisa dihadiri oleh suporter tim tamu.

Manajemen LIB seperti dikutip sejumlah media pun membenarkan adanya larangan away days tersebut, khususnya pada pertandingan Liga 1.

Dilansir dari laman resmi ligaindonesiabaru.com, manajemen LIB menyatakan kebijakan tersebut telah menjadi kesepakatan bersama dengan semua pemilik klub yang akan berlaga di Liga 1 musim mendatang.

"Kebijakan tersebut kami sepakati untuk memuluskan perizinan dari pihak yang berwenang. Kami mempertimbangkan pelaksanaan Liga 1 musim depan bersamaan dengan tahun politik," ujar Ferry Paulus.

Ketua Umum PSSI Erick Thohir, dalam konferensi pers di Solo pada Minggu 4 Juni 2023 mengatakan satu suara dengan larangan away days yang menjadi kebijakan LIB.

Erick mengatakan, kebijakan larangan kehadiran suporter tamu ini untuk meminimalisasi risiko adanya kerusuhan di lokasi pertandingan. Larangan ini juga terkait persepakbolaan Indonesia yang masih dalam pengawasan khusus Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) pasca Tragedi Kanjuruhan pecah pada 1 Oktober 2022 lalu.

"Ada catatan, karena ini juga tahun politik, apalagi kita masih dalam pantauan FIFA karena peristiwa Kanjuruhan, dan suratnya FIFA ada, liga memutuskan memang karena untuk konteks keamanan, sementara pertandingan kandang dihadiri suporter tuan rumah, jadi suporter tamu belum. Ini bertahap," kata Erick.

Tragedi Kanjuruhan nyatanya masih membawa dampak negatif bagi persepakbolaan Indonesia hingga saat ini. Meskipun sebenarnya jatuhnya 135 korban jiwa pada peristiwa di Stadion Kanjuruhan itu tidak serta merta bisa dikaitkan dengan potensi keributan antar suporter.

Hal itu karena pada saat pertandingan Arema FC vs Persebaya yang menjadi awal terjadinya Tragedi Kanjuruhan, tidak ada suporter Persebaya yang hadir ke Malang. Ketidakhadiran tersebut mengingat sejarah buruk hubungan antara suporter Persebaya dan Arema FC.

Di sisi lain,Tragedi Kanjuruhan justru mendorong terjadinya solidaritas antar suporter, yang ditunjukkan oleh aksi keprihatinan yang digelar oleh sejumlah kelompok suporter, termasuk aksi bersama antara suporter yang memiliki sejarah hubungan yang buruk.

Suara dan ikrar perdamaian suporter pun digaungkan oleh kelompok-kelompok suporter yang memiliki rekam jejak panjang perseteruan. Seperti di Surabaya (Bonek dan Aremania), di Yogyakarta (Brajamusti, Slemania, dan Pasoepati), serta di Jakarta (Jakmania dan Viking).

Namun riak-riak kericuhan antar suporter nyatanya masih pula terjadi usai Tragedi Kanjuruhan. Terutama usai dibolehkannya penonton kembali hadir langsung di stadion setelah sempat dilarang hadir setelah Tragedi Kanjuruhan pecah.

Seperti pada pertandingan Persib Bandung melawan Persis Solo di Stadion Pakansari, Bogor pada April 2023. Kericuhan pecah antar pendukung kedua kesebelasan saat pertandingan tengah berlangsung.

Sebelumnya pada Februari 2023, kericuhan yang melibatkan kelompok suporter juga pecah antara suporter PSIS dengan petugas kepolisian di luar Stadion Jatidiri, Semarang, di tengah pertandingan yang berlangsung antara PSIS Semarang melawan Persis Solo.

Kericuhan ini bahkan membuat wasit Sigit Budiyanto sempat menghentikan pertandingan di menit 74, akibat gas air mata yang ditembakkan petugas kepolisian untuk menghalau massa terbawa angin hingga sebagian masuk ke dalam stadion.

Seruan, ikrar, dan kampanye perdamaian memang sudah digemakan usai pecahnya Tragedi Kanjuruhan. Namun semua itu nyatanya tak menjamin tidak akan terjadi gesekan di tataran'akar rumput'.

Gesekan akar rumput inilah yang sampai saat ini masih menjadi bahaya laten di Indonesia, termasuk yang melibatkan suporter tim sepak bola. Bukan rahasia jika selama ini dalam kelompok sepakbola sangat rawan terjadi tindakan negatif yang dilakukan secara massal, dan merugikan diri sendiri maupun pihak yang bersinggungan.

Dalam dunia psikologi massa, tindakan ini kerap diistilahkan sebagai deindividualisasi. Yang merupakan kondisi ketika individu mengalami penurunan kesadaran atas batasan ataupun standar normal dalam berperilaku, akibat berada di tengah kerumunan.

Selain itu, tindakan ikut-ikutan, atau dalam istilah ilmiahnya konformitas, menjadi salah satu pendorong seorang suporter melakukan sesuatu walaupun tidak sesuai dengan norma yang berlaku.

Mengapa demikian? Karena melalui konformitas, seorang individu dapat menunjukkan keberadaan dirinya dalam suatu kelompok sehingga mereka memperoleh identitas sosialnya, serta memperoleh dukungan emosional dari kelompoknya.

Tidak hanya potensi gesekan di dalam stadion, nyatanya selama ini gesekan yang lebih besar justru berpotensi terjadi di luar stadion. Seperti di jalan yang dilalui oleh suporter yang away days, serta di sekitar stadion yang pengawasan keamanannya tidak seketat di dalam stadion.

Anda mungkin pernah, atau kerap mendengar dan menyaksikan berita soal kericuhan yang melibatkan suporter dengan warga sekitar jalur yang dilalui oleh suporter yang away days.

Soal ini, saya pun pernah membahas secara khusus dalam sebuah tulisan, dengan pertanyaan di akhir pembahasan: Haruskah away days dihentikan sementara.

Baca juga: Perlukah Away Suporter di Indonesia Dihentikan Sementara?

Away days, sebenarnya memberi warna yang menunjukkan keberagaman dalam sepak bola, dan bisa jadi merupakan ujian loyalitas suporter untuk tim yang dicintai dan didukungnya.

Di Indonesia, cerita soal away days tak sekedar kisah seorang pendukung fanatik sebuah klub menyaksikan pertandingan klub favoritnya di kandang lawan, tapi juga soal bagaimana suporter itu bisa berangkat ke kota kandang lawan, cerita di sepanjang perjalanan, bahkan cerita berhari-hari tinggal di kota tempat dilaksanakannya pertandingan.

Away days juga bisa dimanfaatkan sebagai ajang memperkuat persahabatan antar suporter tuan rumah dengan suporter tim tamu. Ini kerap ditunjukkan dengan duduk berbagi tribun, berbalas nyanyian, dan keliling lapangan bersama antara pentolan suporter tuan rumah dengan suporter tim tamu.

Namun demikian, rivalitas nampaknya masih menjadi faktor yang sangat-sangat perlu diperhatikan sebelum salah satu kelompok suporter melakukan away days ke kandang tim rival, terutama yang memiliki rekam jejak yang kelam.

Misalnya touring suporter Jakmania---pendukung Persija---ke Bandung saat Persija bertanding away melawan Persib. Meski di tataran pentolan suporter sudah dilaksanakan ikrar perdamaian, namun sepertinya di kalangan akar rumput away days masih belum bisa dilakukan, dengan sejumlah pertimbangan, khususnya pertimbangan keamanan.

Kita tentu tak bisa lupa, pada September 2018 lalu, salah seorang pendukung Persija bernama Haringga Sirla, meninggal dunia usai dianiaya dengan sangat sadis dan di luar batas kemanusiaan oleh sejumlah oknum beratribut suporter Persib Bandung.

Peristiwa keji itu terlanjur membekas dalam rivalitas pendukung Persija dan pendukung Persib, sehingga suporter dua kubu cenderung memilih langkah aman dengan tidak melakukan away days ketika masing-masing tim kesayangannya bertanding di kandang lawan.

Rivalitas antar tim sepak bola juga terkadang mengganggu perjalanan suporter yang melakukan touring menjadi terganggu. Suporter jadi harus waspada jika melewati basis pendukung klub rival yang lain, karena tak jarang terjadi keributan antara warga dengan suporter rival yang lewat.

Namun bisa juga terjadi sebaliknya, suporter yang melakukan away days justru melakukan tindakan yang mengarah ke kriminal, dengan alasan pemenuhan kebutuhan selama menuju kandang lawan.

Biasanya ini dilakukan oleh (oknum) suporter yang berangkat tak terkoordinir. Tak hanya warga yang dipusingkan dengan tindakan suporter yang macam ini, para suporter yang berangkat dengan terkoodinir pun harap-harap cemas menjadi sasaran balasan warga, karena atribut yang digunakan sama dengan yang digunakan oleh para pelaku kriminal beratribut suporter.

Dalam hal pencegahan tindakan negatif menjurus kriminal, tentu diperlukan tindakan nyata dari sesama suporter untuk bisa saling menjaga. Bahkan jika perlu, suporter memberi sanksi sosial kepada rekannya jika terbukti melakukan tindak kriminal atau tindak yang merugikan tim kesayangannya.

Jika masih tidak bisa, ya mungkin suporter memang harus bisa menerima sanksi sosial yang lebih besar lagi, yakni dilarang mendukung timnya bertanding.

Dan sekarang, away days pun benar-benar dilarang oleh LIB dan PSSI. Menurut saya, ini saatnya bagi para suporter untuk memperbaiki terlebih dahulu sistem koordinasi away days.

Perbaikan ini tentunya penting agar bisa menekan potensi gesekan semaksimal mungkin, baik dengan warga di sepanjang jalan maupun dengan suporter lawan.

Maklum sepak bola Indonesia-seperti kata Erick Thohir-masih dalam pengawasan khusus FIFA.

Namun demikian, kata-kata Erick Thohir saat menegaskan persetujuan PSSI atas larangan away days, "Sementara pertandingan kandang dihadiri suporter tuan rumah, jadi suporter tamu belum. Ini bertahap."

Saya tafsirkan sebagai ada kemungkinan suatu saat suporter tim tamu bisa kembali hadir mendukung tim kesayangannya di kandang lawan, setelah 'cooling down' dari FIFA selesai.

Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari semua ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun