Kejernihan pemikiran seharusnya menjadi akar dalam mengembangkan semangat reformasi. Walaupun sekarang kita merasakan kejernihan itu mulai kabur, serba tidak jelas. Kita sekarang berada seperti ketika kita sebagai bangsa pernah mengalami benturan-benturan ideologis, saling menuding, saling mencaci, Â saling menunjuk sebagai antek PKI, Â penganut khilafah anti NKRI, kadrun, cebong, PKI, dan berbagai istilah yang mencerminkan benturan ideologis. Mengembalikan kepada kejernihan reformasi harus segara dimulai, jernih dalam berpendapat dan jernih menerima perbedaan pendapat.
Lalu muncul RUU HIP. Yang seolah-olah membuka kota pandora, perdebatan ideologis yang tidak ada ujungnya. Â Suara penolakan dengan diiringi kecurigaan bangkitnya PKI atau sebaliknya munculnya tudingan yang melawan tudingan tersebut. Pancasila dengan 5 silanya, menjadi kembali diperdebatkan.Â
Berbagai isu kembali menyeruak. Rasanya, kita telah membuka sebuah kotak pandora. Menguak kembali perdebatan yang seharusnya sudah dilupakan atau setidak-tidaknya biarlah membeku di lemari waktu. Menggorek luka yang  seharusnya sudah sembuh. Ketika sudah dibuka, rasanya sulit kita untuk menutupnya kembali.
Semangat reformasi telah mengajari kita untuk melihat jernih Pancasila, setelah menjadi doktrin kaku di orde lama dan orde baru, menjadi Pancasila yang lebih mampu menyerap keragamaan bangsa kita. Dan kita harus kenyataan walaupun pahit, PKI dan ajarannya tetap dilarang, HTI dan ajaran khilafahnya juga telah dilarang. Namun kita tahu membunuh ideologi itu sia-sia. Â Organisasi bisa dilarang, tetapi ideologi itu dalam hati. Tapi yang pasti, ideologi itu tidak menjadi gerakan yang membawa kita kepada konflik ideologis yang tidak berakhir