Mohon tunggu...
Cak Bro Cak Bro
Cak Bro Cak Bro Mohon Tunggu... Administrasi - Bagian dari Butiran debu Di Bumi pertiwi

Menumpahkan barisan Kata yang muncul di Pikiran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Strategic Leadership in Indonesian: Momentum Puasa dan Lebaran, Pandemi dan Geliat Ekonomi

2 Mei 2022   01:29 Diperbarui: 2 Mei 2022   01:38 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pendahuluan

Demi mematahkan idiom dari sebuah lagu kesukaan masyarakat dahulu "Jangan seperti bang Toyib, sudah 3 tahun tidak pulang-pulang...", maka pemerintah membuat gebrakan atas kungkungan pandemi Covid-19 yang cukup lama mendera negeri ini. 

Roda gerak pemerintah dan berbagai organisasi serta aktivitas masyarakat dari berbagai aspek kehidupan terhenti-sendat seketika, membuat kita semua terbelenggu dalam ketidakpastian. Belum lagi adanya para "pendulang-kesempatan"yang mencoba tebar-jala perangkap atas kesempatan yang tak terbilang keuntungan di atas penderitaan kita.

Kebimbangan dan kesimpang-kurang tegasan pemimpin bukanlah hal yang baik dalam beraktivitas atas gerak roda pemerintahan dan ekonomi kita. 

Hal tersebut karena adanya berbagai tumpukkan isu yang berkalang-kabut demi suatu kepentingan baik dai sisi internal (ekonomi, politik, sosal, budaya dan hankam) maupun eksternal (pesaing atau musuh negara) coba me-maintain negeri agar selalu terjerembab untuk tidak boleh bangkit lagi.

Bergerak Bersama Untuk Bangkit Dari Keterpurukkan

Saya selaku pemerhati sosial masyarakat dan sebagai rakyat jelata merasa masygul dan takjub atas kesadaran yang dimiliki para pemimpin negeri ini untuk mencoba duduk dan bangkit bersama. 

Tak perlu lagi menunggu laporan kapan bisa menjadi "clear" untuk tentukan sampai kapan kita bisa bangkit karena pastinya akan selalu tercantum berbagai persyaratan untuk menghalangi. Learning by Doing dengan selalu mengevaluasi secara berkala dan kontinyu atas kebijakan trail and error  pasti kita acungi dan cermati sebagai dasar pijakan, karena dengan itu semua dapat memathkan segala asumsi yang ada.

Laporan dari bidang kesehatan misalnya, pastinya akan meminta penundaan waktu karena masih ada pandemi edisi baru dengan berbagai nama alias dari versi baru, itu segera dicampakkan oleh pengambil keputusan. Demikian juga dengan laporan bidang ekonomi, walau kita mampu bertahan dengan beragam kebijakan, namun masih sulit untuk berlari kencang dengan hambatan kondisi yang ada.

Situasi politik pun menjadi tak menentu, karena lawan politik pasti selalu mencari celah kesempatan saat salah bertindak dengan berbagai konsekuensi. Hembusan dan ragam isu yang tak berkesudahan dari berbagai aspek juga menjadi kebimbangan bagi pemimpin untuk melangkah secara bijak.

Pengenduran Kebijakan Pandemi Demi Geliat Ekonomi

Menginjak di awal bulan suci bagi umat muslim sebagai penganut mayoritas di negeri kitab isa menjadi pokok bahasan sebagai pengukur indikator derajat level kepimpinan negeri. Kata-kata yang selalu digaungkan bahwa negeri ini harus selalu bergerak dan kemauan masyarakat untuk tidak ingin seperti kondisi dahulu lagi telah mencambuk semua aspek yang ada sebagai halangan.

Vaksinasi sebagai acuan indikator juga bisa menjadi sesuatu yang tidak boleh dilupakan. Melalui serangkaian berbagai program kebijakan dan Kerjasama berbagai instansi dan masyarakat dalam target tertentu juga sebagai prasyarat utama untuk melenyapkan pandemic Covid-19 di bumi pertiwi.

Secara bertahap dan pasti, masyarakat disuruh bergerak dan beraktivitas. Ragam aturan dan kebijakan dahulu seperti; berjaga jarak, kurangi kerumunan sosial mulai dikurangi walau dalam kondisi tertentu sempat diawasi untuk selalu disiplin dalam bermasker-ria, itu sudah menjadi kebiasaan yang tidak dilupa.

Keriuhan beragam aktivitas masyarakat muslim dipelosok masjid dan surau negeri ini pada bulan suci bisa menjadi indikator sebagai pemacu gerka roda ekonomi tergambar di sana. Sebagai bukti, nyatanya sang pandemi Covid-19 tak punya taring untuk muncul lagi, walau ada sedikit laporan dan dianggap sebagai sampiran saja lah. Entah dipaksa-sudahi atau sudah terlampaui target keuntungan bagi pelaku bisnis kesehatan, kini sudah mulai terdilusi.

Konsistensi para garda kesehatan bekerjasama dengan pihak terkait juga patut diacungi jempol. Bahkan tatkal terjadi kekisruhan atas kelangkaan salah satu pendukung bahan pokok masyarakat yakni minyak goreng justru dijadikan senjata. 

Minyak goreng atas subsidi pemerintah dijadikan sebagai alat pemercepat bagi masyarakat di daerah sebagai imingan hadiah untuk bervaksin-ria. Dengan kepercayaan diri para pemimpin negeri telah bertekad bulat untuk bertindak dan bergerak bersama untuk mengakhiri keterikatan pandemic penyakit yang tak berkesudahan (jika diikuti kemauannya).

Partisipative Leadership Melalui Musyawarah Dalam Sila Ke-4 Pancasila

Hingga menjelang akhir bulan suci Ramadhan pun hampir terjadi perselisihan yang tidak sehat dalam penentuan hari raya Idul Fitiri yang selalu ditunggu oleh masyarakat negeri. Karena adanya perbedaan penetapan awal puasa bulan Ramadhan, pastinya akan terjadi perbedaan dalam mengakhirinya. Itu jika dijadikan perdebat-kusiran yang tak berkesudahan karena penggunaan tata cara yang berbeda pula. Disinilah juga diuji tingkat kapabilitas pemimpin negeri untuk menyudahi berbagai ketidak-sepakatan untuk mengambil keputusan menurut kesepakatan.

Disinilah sila ke-4 pancasila sebagai pemersatu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mencoba menyelisihi. Kata-kata yang tercantum dalam sila tersebut ".... Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan..." sebagai magic word bagi pemimpin kita. Kata Hikmat dalam Al-qurn sebagai kitab suci bagi umat muslim mendefinisikan kepemimpinan (leadership) sebagai kemampuan pemimpin yang cerdas melihat situasi yang ada untk dapat segera mengambil keputusan yang cepat dan tepat.

Hikmat yang dibarengi dengan kebijaksanaan dalam permusyawaratan menunjukkan bahwa dalam mengambil keputusan musyawarah bukanlah berdasarkan voting (sebagai landasan falsafah demokrasi). Apa pun keputusan yang diambil menjadi kesepakatan Bersama, tanpa perlu menentukan benar dan salahnya secara prinsip utama, maupun malu menyadari kesalahan dengan beragam alasan perhitungan (rukyat) atau pantauan lihat (hilal) yang ada.

Tradisi Mudik dan Ang-pau Sebagai Competitive Advantage Dalam Roda Ekonomi

Euforia masyarakat yang telah terbina harus tetap dijaga untk sekedar melenyap-sekejap penderitaan selama ini. Pengambil keputusan telah ikrarkan untuk coba mnggeliatkan kesemarakkan tanpa perlu lagi berpaling dari sisipan isu-isu pemecah perhatian dari berbagai kepentingan.

Hari Raya Idul Fitri 1443 H atau lebaran bagi umat muslim masyarakat Indonesia akan dapat memakmur-suburkan negeri dengan imbasan gelontoran uang sebagai penggerak ekonomi ke seluruh pelosok negeri, yang selama ini tertahan di kantong-pundi masyarakat pusat kota.

Mudik ke kampung halaman dan ang-pau memang sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia yang justru menjadi penyeimbang-ekonomi negeri sebagai momentum yang tidak dilewatkan begitu saja. 

Bisa dibayangkan gerak aktivitas masyarakat dari kota ke daerah-daerah kampung halaman, dengan uang yang masih tersimpan akan tertebar (sebagai ang-pau) kepada masyarakat daerah. Insya Allah, negeri kita akan bangkit dari keterpurukkan ekonomi disbanding negara lain yang masih terlelah atas terkuras kantong-ekonomi mereka karena masih menghadapi pandemik.

Mudik dan ang-pau juga merupakan sarana silaturahim masyarakat antara kota dan daerah sebagai pemacu gerak ekonomi yang akan menyama-ratakan power buying seluruh pelosok negeri. Inilah merupakan senjata utama negeri kita yang terbedakan dengan negara lainnya. Karena dengan adanya mudik ke kampung halaman sebagai obat rindu masyarakat yang akan meningkatkan imunitas tubuh dan genggaman uang (ang-pau) yang terbawa masyarakat kota bagi saudaranya di kampung halaman sebagai pengerak roda-ekonomi. 

Inilah sebagai senjata utama bangsa Indonesia yang menjadi karakteristik Competitive Advantage yang tidak dimiliki negara lain dan tidak bisa dicipta-belikan begitu saja.

Ulasan Sebagai Penutup

Demikian artikel sederhana penulis sebagai refleksi yang mencoba mencermati kebijakan pemimpin negeri kita yang mungkin bisa menjadi suatu pembelajaran, yang mungkin hanya sebagai salah satu dari berbagai langkah yang ada, sebagai ciri khas kepemimpinan stratejik di Indonesia dalam mengatasi berbagai permasalahan dalam kondisi pandemi dan kiat untuk mengakhirinya. Karena sesuai dengan literatur yang ada bahwa seorang pemimpin perlu menyetimbangkan dalam men-tranformasi kebijakan (Transformation leadership) dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan (Transactional leadership) untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Tentu saja sesuai dengan teori agensi (Agent-Theory) diperlukan kredibilitas dan kapabilitas seorang pemimpin yang ber-orientasi kepada kepentingan masyarakat sebagai stakeholder utama untuk memperoleh kepercayaan (Trusty). Selain itu, diperlukan keterlibatan pemimpin secara bersama masyarakat atau pihak terkait (Partisipative Leadership) sehingga kebijakan yang ditetapkan dapat dilaksanakan secara sukses dan lancar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun