Mohon tunggu...
Candrika Adhiyasa
Candrika Adhiyasa Mohon Tunggu... Guru - Orang biasa

pelamun, perokok, kurus, agak kepala batu, penikmat sastra terjemahan dan filsafat. Instagram dan Twitter @candrimen

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Merenungkan Mitos

10 Maret 2022   03:22 Diperbarui: 10 Maret 2022   03:30 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Selama ribuan tahun, manusia hidup berdampingan dengan mitos. Bahkan dapat dikatakan, bahwa mitos merupakan sumber pengetahuan dominan manusia dalam membangun peradaban sejauh ini. Degradasi mitos sebagai sumber pengetahuan mulai terjadi ketika manusia berkembang pesat pasca-renaisans di Eropa pada abad pertengahan. 

Bisa ditelusuri, bahwa selama manusia berada dalam periode kegelapan sebelum renaisans terjadi, manusia masihlah tidak bergantung kepada metode-metode ilmiah. Dapat diketahui pula bahwa zaman dahulu kala manusia menggunakan figur non-material atau spiritual (gaib) untuk menuntun mereka dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan hidup.

Moris Berman berkata, "dalam lebih dari 99% sejarahnya" umat manusia menggunakan cara-cara atau metode yang berbeda untuk mendapatkan ilmu pengetahuan atau untuk memahami realitas. 

Nah, selama "99% sejarah umat manusia" itu, cara perolehan ilmu pengetahuan apakah yang dominan? Jawabannya adalah cara yang secara umum bisa disebut sebagai bersifat mistis, yang di dalamnya hubungan antara manusia dan alam selebihnya adalah suatu hubungan yang dicirikan dengan kebersatuan serta interaksi dan partisipasi di antara unsur-unsurnya.

Sehingga, sebagai konsekuensinya, proses mengetahui lebih bersifat ontologis-eksistensial ketimbang epistemologis. Yakni, sesuatu hubungan yang dicirikan oleh perjumpaan eksistensial kedua unsur yang terlibat dalam proses mengetahui ketimbang keterpisahan subjek-objek.[1]

Manusia, sebagai makhluk yang berkesadaran, dan karena itu memosisikan diri sebagai subjek, menyadari bahwa segala entitas yang ada di alam semesta merupakan suatu hasil ciptaan. Ada dualisme pandangan mengenai alam semesta. 

Pertama, memandang alam semesta sebagai objek (pandangan ini merupakan pandangan umum---penulis), kedua, memandang alam semesta sebagai subjek juga, dalam arti memiliki nilai sejajar dengan manusia, yang maka dari itu dianggap pula berkesadaran---yang bersifat khas.

Manusia yang hidup di dunia dan mengalami perenungan eksistensial akan keberadaan dirinya, akan mulai mencari sesuatu dan memberikan makna pada apa yang ia temukan. Ia cenderung mulai memosisikan diri sebagai subjek dan memosisikan entitas alam semesta sebagai objek yang dapat dikelola olehnya melalui citra indrawi. 

Meskipun demikian, pada zaman dahulu ada banyak manusia yang memiliki pandangan kedua (alam sebagai subjek) dan membuat mereka menyimpulkan mitos-mitos bahwa alam semesta ini hidup dan bukan sekadar objek abiotik.

Mitos ini berkembang, umumnya secara tradisional-lisan menjadi semacam wawasan fundamental bagi manusia masa lalu untuk memahami dan berinteraksi dengan alam. Disebut mitos karena tidak ada corak epistemologi dalam upaya memahami alam, melainkan lebih pada kepercayaan. 

Manusia umumnya percaya bahwa alam adalah sebuah sosok. Sebagian memahami (atau tepatnya mempercayai) bahwa alam adalah sesuatu yang diciptakan dengan posisi tinggi dan memiliki otoritas terhadap dirinya dan manusia, sebagian lain memahami bahwa alam adalah sesuatu yang menciptakan dirinya sendiri---maka dari itu beberapa kalangan ada yang secara tersirat menganggap bahwa alam adalah manifestasi Tuhan itu sendiri dan tidak terpisah dari-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun