Mohon tunggu...
Indra Buwana
Indra Buwana Mohon Tunggu... Lainnya - ya gitu

siap menerima kritik, saran, dan kiriman gopay atau ovo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Romansa Jogja dan Lulusan Baru

10 Oktober 2015   13:33 Diperbarui: 10 Oktober 2015   13:36 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Macem-maceme wong nang Yogja"][/caption]

Tulisan ini dibuat karena penulis pengen ngikutin tren orang2 eksis Jogja yang katanya ngerayain ulang taun Kota Jogja.

Sudah 6 tahun menjadi warga sementara Jogja. Saya yang lahir trus jadi bocah sampek jadi bocah agak gede menghabiskan waktu di Wonogiri memang tidak ada kesulitan berarti beradaptasi dengan Jogja. Cuman ya itu, agak sulit blend in dengan teman seangkatan di jurusan kuliah yang katanya jurusan elit itu. Lha bocah ndeso mlebu cabang lu guwe nang yogja og , piye?

Tapi sudahlah, di sini saya gak akan mbahas soal kelas sosial dan masalah social anxiety yang tak punyai. Saya pengen mbahas apakah benar Jogja adalah benar-sebenarnya romantis, dilihat dari mata seorang biasa saja yang setaun lalu baru lulus kuliah.

Masuk kuliah, check. Jarang mbolos, check. Ikut organisasi, check. Punya temen, check. Punya pacar, check. IPK lebih dari 3, check. Ini track record saya selama kuliah. Ya sudah itu saja. Untuk mahasiswa jaman sekarang, hal-hal kayak gini biasa aja. Suwer! Kalo ada yang bilang young, wild, and free, saya juga pernah dipanggil kantor ke polisi…setelah dipepet sama Pak Polisi gara2 nerobos lampu merah.

Setelah 4 tahun 10 bulan berjibaku dengan kuliah, buku dan materi kuliah yang bacaannya ga pernah satu pun ada yang saya habiskan, akhirnya dengan langkah jumawa saya bangun pagi, pake toga, ke GSP, duduk di salah satu kursi merah di tengah ruangan buat diresmikan jadi alumni.

Karena saya lulusan fisipol dari jurusan internasional paling murah sekampus, yang tak bayangin ya kerja yang ada bau internasionalnya, tapi ya ga juga ding. Lha wong pas bukaan pns buat kementerian yang urusannya karo negoro2 landa itu saya ga keterima.

Lalu berlanjutlah petualangan saya di rimba pencari kerja di Jogja. Kerja pertama, ngebantuin temen yang ngadain konser di Jogja. Lumayanlah konsernya ada bau Jogjanya. Trus, saya ndaftar ke perusahaan “advertising” yang dengan naifnya tak kira bakal ngurusin marketing strategy perusahaan gede, eh ternyata jualan buku voucher yang ngakunya buat penderita lupus.

Kenyataan yang harus saya lihat setelah dibilangin manajernya “kami tertarik dengan CV anda” yang kemudian ikut “training” dan berakhir berkeliling Panti Rapih sambil jualan voucher dengan sugarcoating buat penderita lupus (memang buat yayasan lupus itu, tp ga presentasenya 10% saja). Kemudian saya ndaftar ke perusahaan kecil bidang jasa penulisan konten SEO yang kayaknya lowongannya buka terus setiap bulan. Di situ disuruh nulis konten berbahasa inggris (lumayan ada bau internasionalnya dikit), tapi seringnya nulis soal desain rumah. Cah fisipol kon dadi cah desain interior? Yok opo koen sinau 4 tahun, cuk? Akhirnya keluar dari situ gara2 ternyata yang punya perusahaan ga bayar gaji. Yasalam dah.

Kemudian saya masuk ke perusahaan yang memonitor media yang kalo ditanyain sama orang kamu kerja apa, saya agak susah njawabnya dan yang nanya cuma njawab pake “hmm hmm” aja, tapi haqul yakin kalo mereka juga ndak paham. Ndak tak nyinyir lebih lanjut soalnya saya masih kerja di situ, hahaha.

Itu petualangan saya mencari kerja di Jogja setelah lulus kuliah, dan bikin saya mikir, Jogja ga seromantis cinta di musim ceri atau perjalanan cintanya Chelsea sama Glenn. Jogja ada orang-orang seperti itu. Orang yang agak nipu dan orang yang cari untung banget2 (dan jatuhnya nipu juga sih). Juga ada kasir supermarket, minimarket, tukang parkir, tukang jaga warung, tukang pemberi harapan, tukang pengobrak-abrik hati, dan tukang-tukang yang lain sudah kehilangan senyumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun