Di Jepang misalnya, sebelum kereta datang para penumpang sudah berdiri di garis antre yang sudah ditentukan. Mereka enggan menyerobot antrean meskipun ada kesempatan dan tetap berjalan sesuai dengan garis naik-turun penumpang.
Sementara di Singapura, orang mempersilakan penumpang keluar terlebih dahulu, kemudian masuk dengan tertib. Hasilnya? Proses naik dan turun penumpang jadi lebih cepat, nyaman dan aman tanpa ada keributan apalagi pencopetan.
Di dalam kendaraan, sudah pasti mereka tertib dan saling menghargai. Tak ada monopoli kursi dan nada bicara tinggi, mereka asyik menikmati aman, nyamannya perjalanan tanpa merasa terganggu oleh penumpang lain.
Mulai dari Diri Sendiri
Budaya antre dan menghargai di dalam transportasi memang harus dimulai dari diri sendiri, bukan orang lain. Disiplin waktu supaya tidak terburu-buru lalu serobot sana-sini karena takut terlambat dan lain sebagainya.
Paling penting adalah memberi contoh atau teladan yang baik. Saat orang lain melihat kita itu tertib dan menghargai, mereka akan terdorong untuk mengikuti. Sebab, kebaikan itu menular dan begitu pula keburukan.
Sekali lagi, transportasi umum adalah milik bersama dan budaya antre serta saling menghargai merupakan etika sekaligus kunci kenyamanan perjalanan untuk semua. Kalau kita bisa tertib saat di tanah suci, mengapa kita tidak terapkan juga tatkala menaiki transportasi umum?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI