Lebih lanjut, antre dapat menghindari aksi dorong mendorong yang dapat menimbulkan luka atau kecelakaan pada diri dan orang lain, mempercepat proses naik turun serta menjaga agar suasana tetap nyaman sekaligus aman bagi semuanya.Â
Pada prinsipnya, antre akan menghadirkan ketertiban karena lebih mengutamakan hak orang lain daripada memaksakan kehendak pribadi. Bila sudah tertib otomatis hadir rasa aman serta nyaman pada diri setiap orang selama perjalanan.
Setelah Antre, Saling MenghargaiÂ
Etika kedua setelah berhasil menertibkan diri adalah menghargai semua penumpang dan juga petugas. Sikap ini bagi sebagian orang juga masih sulit diterapkan karena belum jadi karakter apalagi budaya. Yang ada, orang ingin diperhatikan dan dihargai oleh sekitar.
Menghargai orang lain di transportasi umum bukan sekadar memberikan tempat duduknya kepada lansia, ibu hamil, difabel, atau anak-anak. Lebih dari itu, memberi ruang kepada orang lain untuk turun sebelum kita naik juga bagian dari sikap saling menghargai. Hal ini nampak sederhana namun seringkali dilupakan.
Termasuk tidak memonopoli tempat duduk semisal melebarkan kedua kaki supaya terasa luas bagi diri sendiri dan sempit untuk orang lain. Menaruh tas atau barang gunaan di samping dan depan tempat duduk, meletakkan tangan kanan dan kiri di tempat pegangan kursi orang lain.
Terakhir adalah menjaga volume suara, baik tatkala berbicara langsung atau melalui saluran telepon. Sebab, ada penumpang yang memang tidak nyaman atau merasa terganggu dengan suara orang lain di dalam kendaraan, terlebih suara ngorok alias mendengkur karena tidur.
Pepatah mengatakan, bila kita menghargai orang lain, niscaya orang lain akan menghargai kita dan begitu pula sebaliknya. Alhasil, bila sudah tumbuh kesadaran menghargai pada dari setiap orang maka akan lahir sikap saling menghargai saat berada di transportasi umum.
Perlu Belajar dari Bangsa Lain
Dua etika bertransportasi ini (antre dan menghargai) berlaku di seluruh negara atau dunia, tak terkecuali Indonesia. Hanya saja, implementasinya masih perlu terus dikampanyekan kepada masyarakat luas supaya menjadi karakter individu sekaligus budaya masyarakat Indonesia.
Sebab, dua etika ini oleh sebagian masyarakat kadang masih dianggap opsional, bila kepepet akan diabaikan. Bukan sebuah keharusan yang bila tidak melakukannya paling tidak ia merasa malu atau bersalah lalu meminta maaf.