Ibu Lina bercerita bahwa usaha minuman sari lemon ini dimulainya sejak beberapa tahun lalu, tepatnya tahun 2016. Ketika itu, berawal dari kebun lemon yang ditanam oleh suaminya tetapi banyak hasil panen terbuang sebab tidak terserap oleh pasar, dan pada saat bersamaan ia dan keluarga sedang mengalami kesulitan ekonomi.
Kemudian ia mencoba mengolahnya menjadi minuman siap saji dengan racikan bahan sendiri. Awalnya hanya membuat beberapa produk saja dan dijual di warung-warung terdekat. Namun ternyata dapat respons positif dari pembeli dan permintaan pasar terus bertambah hingga ia terus konsisten memproduksi.
Walaupun begitu, jalannya tidak langsung mulus. Tantangan terbesarnya adalah permodalan, terutama untuk membeli alat produksi dan akses penjualan ke pasar. Di sinilah Amartha hadir, menawarkan bantuan pinjaman modal dengan nominal yang masih mampu dijangkau ibu Lina sehingga dari modal pinjaman ini ia putar dengan cara membeli seperangkat alat produksi.
Kini, usaha ibu Lina ini sudah bisa memproduksi 600 sampai 2000 botol per hari dengan omzet 3-5 juta per hari. Tak hanya itu, produk dengan nama "Master Lemon" ini juga sudah memiliki izin edar dari BPOM, bersertifikat halal dari BPJPH, kemasan dan varian produknya bertambah. Mempunyai 6 orang karyawan dengan jaringan pemasaran seluruh wilayah dalam negeri.
Ibu Sherly, Perajut Muda dari Desa Cikole
Dari Desa Cikahuripan kami bergeser ke Desa Cikole, menyambangi rumah dan menemui sosok perempuan inspiratif bernama Ibu Sherly Novita, seorang perajut muda tapi sangat ulung, juga sudah berhasil memberdayakan belasan perempuan di sekitarnya melalui keahlian tangan kreatif yang dimilikinya.
Di ruang tamu rumahnya yang juga berfungsi sebagai tempat ia menghasilkan produk-produk rajutannya kami diterima dengan senyum sumringah penuh optimisme. Di tengah ruangan itu juga terlihat tumpukan produk rajutan dengan beragam variasi, berikut benang rajut lengkap dengan jarum yang digunakan Sherly dan tim sehari-hari.
Sherly memulai usaha rajut dari hobi semasa remaja karena memang lingkungan di sana rata-rata adalah perajut. Awalnya hanya untuk dipakai sendiri dan belum ada bayangan menjualnya ke pasar, namun karena tuntutan ekonomi keluarga dan beberapa orang tertarik dengan hasil rajutannya, ia kemudian memutuskan menjadikan keterampilan merajutnya sebagai usaha.
Dengan modal awal lima juta, Ibu Sherly memulai usahanya. Ia gunakan uang tersebut untuk membeli bahan berupa benang dan memulai merajut benang warna-warni menjadi dompet, tas, topi hingga tank top perempuan. Ia sendirian di rumah, dan dibantu suami di malam hari untuk proses finishing (penyempurnaan).
Kendalanya sama dengan ibu Lina atau bahkan para UMKM pada umumnya, modal usaha yang terbatas. Ketika hendak menambah jumlah produksi, Ibu Sherly Novita kesulitan biaya untuk membeli bahan baku berupa benang dan lainnya. Pada titik inilah, Amartha kembali jadi solusi, merajut harapannya sebagai perajut.