Di Balik Profesi Penagih: Antara Tekanan dan Ancaman Nyata
Saya Rafi, tinggal di Bogor dan berprofesi sebagai penagih di sebuah bank syariah. Pekerjaan ini, bagi sebagian orang mungkin terdengar sederhana, namun menyimpan segudang dinamika dan tantangan yang tak terduga. Terutama, saat harus berhadapan dengan nasabah yang menghadapi kesulitan dalam membayar angsurannya. Adakalanya, kesabaran dan mental seorang penagih diuji hingga batas maksimal, seperti pengalaman saya ketika menagih seorang nasabah di Depok. Niat baik saya untuk berbicara dan mencari solusi bersama justru dibalas dengan amarah dan pengusiran. Reaksi seperti ini, sayangnya, bukan hal yang asing lagi bagi kami para penagih.
Ketika Intimidasi Menjadi Bagian dari Pekerjaan
Meski diusir, semangat saya tak sedikit pun surut. Keesokan harinya, dengan tekad yang sama, saya kembali menyambangi rumah nasabah tersebut. Namun, respons yang saya terima jauh di luar dugaan. Bukannya mereda, emosi nasabah itu justru kian memuncak hingga puncaknya, sebuah golok diacungkan sebagai isyarat keras agar saya tidak lagi menginjakkan kaki di rumahnya. Situasi ini tentu saja menempatkan saya dalam posisi dilematis: di satu sisi ada ancaman nyata terhadap keselamatan, di sisi lain, ada tuntutan dari atasan untuk menyelesaikan laporan dan memastikan angsuran nasabah tetap berjalan.
Mencari Solusi di Tengah Kebuntuan
Mencoba berbagai pendekatan persuasif berulang kali hasilnya tetap sama, nihil. Mengingat risiko yang terlalu tinggi, akhirnya saya mengajukan permohonan untuk pertukaran petugas penagih. Harapannya, dengan wajah dan pendekatan baru, nasabah bisa lebih terbuka. Namun, di luar dugaan, hasilnya tetap sama. Angsuran tak kunjung dibayar, dan laporan dari petugas baru pun menunjukkan kebuntuan yang serupa. Tekanan dari kantor pun kembali tertuju pada saya, dengan instruksi untuk terus menagih nasabah tersebut setiap hari Rabu. Situasi ini jujur saja cukup membuat saya stres, namun menyerah bukanlah pilihan.
Ketekunan Membuahkan Hasil: Pelajaran Berharga dari Lapangan
Saya terus memutar otak, mencari cara-cara lain yang belum pernah dicoba sebelumnya. Saya meyakini bahwa di balik setiap kesulitan, pasti ada jalan keluarnya. Dengan strategi yang berbeda dan pendekatan yang lebih personal, saya mencoba membangun kembali jembatan komunikasi yang sempat runtuh. Pendekatan ini tidak hanya fokus pada tagihan, melainkan lebih kepada upaya memahami kesulitan nasabah dan mencari solusi bersama.
Saya ingin memberitahu bahwa pekerjaan penagih bukanlah sekadar menagih utang, tetapi juga tentang bagaimana membangun jembatan komunikasi dan menemukan solusi terbaik bagi semua pihak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI