Mohon tunggu...
Rofatul Atfah
Rofatul Atfah Mohon Tunggu... Guru - Guru Tidak Tetap

Seorang guru biasa dan Ibu dari anak-anaknya yang istimewa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Cita-cita Seorang Guru

13 November 2012   04:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:30 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ada seorang guru yang tidak puas dengan situasi dan kondisi di sekolah. Maka diapun bercita-cita ingin jadi kepala sekolah, supaya bisa mewujudkan visi dan misinya. Namun, setelah jadi kepala sekolah, guru itupun tidak puas lagi. Karena dia merasa menjadi seorang kepala sekolah hanya sebagai bawahan yang sering juga menjadi tameng kesalahan kebijakan atasan. Oleh karena itu dia memutuskan menjadi anggota sebuah partai politik dan dalam waktu singkat, diapun terpilih jadi anggota DPR. Tetapi lagi-lagi mantan guru itu merasa tidak puas. Menurutnya menjadi anggota DPR malah membuat beban moril. Bukan karena adanya berbagai kasus di DPR, melainkan karena dia merasa menjadi manusia dengan banyak topeng. Parahnya, topeng yang lebih sering dikenakan adalah topeng bermuka dua.

Hebatnya karena memakai banyak topeng itulah, sang mantan guru malah diangkat jadi Menteri Pendidikan.  Puaskah dia sampai disitu ? Ternyata tidak, sebab dia harus menghadapi staff dan para bawahan yang hanya bisa di depan bermuka manis namun menusuk dari belakang. Sang mantan gurupun seakan-akan dibuat bodoh oleh perdebatan tanpa akhir oleh para ahli di kementeriannya.

Untungnya nasib sang mantan guru memang mujur. Selepas jadi menteri dia langsung dipromosikan sebagai Direktur UNESCO, lembaga terhormat tingkat dunia. Para bawahannya kini adalah orang-orang penting dan ahli dari seluruh dunia. Diapun mulai merasa bahagia, lalu membuat program untuk mengurangi kesenjangan antara pendidikan dan teknologi di negara-negara miskin dan di negara-negara maju. Sayangnya, program tersebut harus berbenturan dengan hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki para ahli di negara-negara maju. Begitu pula biaya yang mahal menjadi kendala.

Dalam kebimbangan, sang Direktur yang mantan guru kemudian melakukan kunjungan kerja ke sebuah negara miskin di Afrika. Di sebuah sekolah dasar yang kondisinya sama buruknya dengan di Indonesia, dia menemukan suatu kenyataan. Ketika dia berpidato untuk memberikan sumbangan dan dilanjutkan dengan memerankan sebagai seorang guru yang mengajar di sekolah itu, ternyata antusias anak-anak tidaklah sebanding dengan pemandangan dimana seorang guru di sekolah itu mengajar sambil mendongeng di bawah sebuah pohon rindang dan di sekelilingnya anak-anak itu diam takjub mendengarkan sambil sesekali tertawa dan mengomentari cerita gurunya.

Sang Direktur yang juga mantan guru akhirnya tercenung. Suasana seperti itulah yang kini menghilang, suasana kebanggaan sebagai seorang guru yang memberikan motivasi sekaligus pencerahan untuk masa depan generasi mendatang. Beberapa bulan kemudian, selepas jadi pimpinan di UNESCO, sang Direktur memutuskan kembali mengajar sebagai seorang guru.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun