Dalam perjalanan waktu, kadang aku harus menyadari, betapa banyak emosi yang kualami dan betapa banyak pertanyaan-pertanyaan yang muncul begitu saja, dimulai dengan semangat yang menggebu-gebu.
Pertanyaan-pertanyaan ini meliputi seluruh aspek dalam kehidupanku... mulai dari "siapakah Tuhan dan ke mana aku pergi setelah aku mati?", hingga " Kenapa aku ada disini?" "Kenapa aku merasa tidak nyaman dengan tubuhku?" "Kenapa orang tuaku tidak se harmonis dulu lagi?" "Kenapa seks dianggap sesuatu yang sangat memalukan?" Kenapa ada perang?" dan juta pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Andaikan aku bisa menanyakan apapun pada Tuhan. Misalnya : kenapa orangtuaku tidak lagi saling mencintai atau mempertahankan perkawinannya? Atau Bagaimana caraku memutuskan, siapa yang menjadi presiden atau ilmuwan, dan siapa yang menjadi orang biasa saja? Dan seandainya pertanyaan-pertanyaan ku itu mendapatkan respon. Misalnya : "Orang tuamu bisa saja tetap saling mencintai dan mempertahankan perkawinan, tapi harus ada pergeseran dalam hal-hal yang merasa yakini agar itu bisa terjadi. Kamu sendiri bisa tetap baik-baik saja dan hidup bahagia meskipun kedua orang tuamu tidak bersama-sama lagi, tapi itu juga harus ada pergeseran dalam hal-hal yang kamu yakini
"Bukan Aku yang memutuskan siapa yang menjadi Presiden dan ilmuwan atau yang menjadi orang biasa. Kamu sedang membuat pilihan-pilihan itu sekarang. Masalahnya, kamu menyadari bahwa itulah yang sedang kamu lakukan saat ini atau bagaimana caranya".
Aku percaya bahwa Tuhan itu ada, dan aku percaya bahwa Tuhan ber dialektika dengan kita. Aku menulis ini, sebab aku hidup di dunia yang sinting, dan aku ingin mengubahnya. Jauh didasar hati dan jiwaku, aku tahu seperti apa seharusnya hidup ini. Aku tahu bahwa seharusnya manusia tidak saling menyakiti. Aku tahu tak seorang pun berhak mencari semuanya, dan menguasai semuanya, sementara orang lain begitu kekurangan.
Aku tahu bahwa kekuasaan bukanlah segala-galanya. Aku tahu bahwa yang penting adalah kebenaran, keterbukaan, transparansi, dan keadilan, bukan agenda tersembunyi. Aku tahu bahwa kalau aku mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan orang lain, keuntungan itu sama sekali tidak ada artinya.
Aku tahu itu, dan masih banyak lagi yang aku ketahui. Aku tahu bahwa banyak sekali bahan-bahan yang diajarkan di dunia pendidikan sama sekali tidak ada gunanya. Kenapa tidak ada pelajaran tentang berbagi kekuasaan, hidup saling membantu, menerima perbedaan, dan merangkul keragaman, pengetahuan seksual tanpa malu dan memahami cinta tanpa syarat?
Kenapa tidak ada pelajaran tentang hidup bersahabat dengan alam, perekonomian yang bertanggung jawab, dan kesadaran kolektif? Kenapa tak ada pelajaran-pelajaran yang relevan? Tidak bisakah membaca, menulis dan aritmetika diajarkan melalui pelajaran-pelajaran yang relevan, bukannya menggunakan cara-cara tidak relevan?
Dan kenapa bisa demikian? Pada dasarnya karena setiap orang berbohong tentang keadaan ini. Tak seorangpun ingin mengatakan yang sebenarnya. Orang yang mengucapkan kebenaran biasanya juga orang yang siap mendengar kebenaran meskipun kamu benar.
Beberapa pertanyaan tadi merupakan pertanyaan yang saya ajukan sendiri. Agar lebih memahami cara kerja percakapan dengan Tuhan, ada baiknya kalian ketahui bahwa, seperti telah saya katakan sebelumnya, kita semua selalu mengadakan dialektika dengan Tuhan setiap hari, termasuk saya sendiri. Hanya saja kita mungkin tidak menganggapnya "percakapan / dialektika".
Tuhan selalu berbicara pada kita semua, sepanjang waktu. Kita terus-menerus diajak komunikasi oleh alam semesta. Hidup ini tak henti-hentinya bercerita tentang kehidupan, pada kehidupan. Hidup ini senantiasa mengirimkan pesan-pesan pada kita.
Mungkin kita bisa menemukan kebijaksanaan sejati melalui ucapan seorang teman yang dilontarkan secara kebetulan atau dalam lirik-lirik lagu yang kita dengar di YouTube atau melalui kata-kata di papan iklan raksasa dibelokan jalan atau dari suara berbisik di dalam kepala kita.
Coba ganti kata "kebijaksanaan sejati" dalam kalimat diatas dengan kata "Tuhan", dan kita akan mengerti dengan cara apa percakapan kita dengan Tuhan berlangsung. Tuhan tidak pernah sekalipun berhenti memberikan inspirasi pada umat manusia. Dan inspirasi itu dikirimkan pada kita melalui pesan-pesan dan gagasan, pikiran, maupun lirik-lirik lagu.
Dalam hidupku sendiri, percakapan-percakapan dengan Tuhan paling sering mengambil bentuk berupa pikiran-pikiran yang memenuhi benak saya, terutama kalau aku sedang meminta pertolongan untuk menjawab perataan serius dan saat aku bersedia menghentikan hati dan pikiran untuk mendengar jawabannya. Tuhan "berbicara" padaku dalam suara yang tidak mirip suara siapapun. Aku menyebutnya "suara tanpa suara, aksara tanpa aksara", seperti? suara dan aksara dari pikiran-pikiran kita sendiri.
Kalian mungkin akan berkata, " wah, yang kamu dengar itu suara dari pikiran-pikiran kamu sendiri. Kenapa kamu bisa bilang ini suara dan aksara Tuhan?". Pertanyaan kalian masuk akal. Ketika pertanyaan itu saya sampaikan pada Tuhan, inilah jawaban yang saya dengar.
Syafi, kalau Aku hendak berkomunikasi denganmu, bagaimana lagi caranya kalau bukan dengan “memasukan pikiran-pikiran kedalam kepalamu”? Bukankah itu salah satu cara yang paling efektif?
Ketika dalam kepala Presiden “muncul-muncul pikiran” tentang cara mengatur negara, tidakkah dikatakan bahwa dia “mendapatkan inspirasi” dari Tuhan?
Ketika di kepala ilmuwan Pesawat (Prof.BJ Habibie) “muncul pikiran-pikiran” tentang menciptakan pesawat, tidakkah dikatakan bahwa dia “mendapatkan inspirasi” dari Tuhan?
Ketika di kepala Bapak Tan Malaka “muncul pikiran-pikiran” tentang kebebasan, tidakkah dikatakan bahwa dia ”mendapatkan inspirasi” dari Tuhan untuk menulis deklarasi tentang “kebebasan satu negara dibawah satu Tuhan"?
Kalian pikir bagaimana caranya aku berkomunikasi dengan manusia kalau bukan dengan memasukkan “pikiran-pikiran kedalam kepala mereka”? Apa kalian kira Aku bakal muncul didepan pintu rumah mereka dalam jubah putih, lalu menyodorkan perkamen pada mereka? Atau kalian membayangkan Aku muncul dalam awan-awan diatas tempat tidur mereka, lalu mengumandangkan kearifanKu dengan suara menggelegar? Apa cara seperti itu lebih menyakinkan mu?
Begitukah pendapatmu? Bahwa semakin ajaib caranya berarti semakin menyakinkan atau bisa dipercaya?
Dengar ya: Aku datang pada manusia dengan cara yang paling biasa. Ini kulakukan demi alasan yang sangat penting. Aku ingin dipercaya. Tapi kalian tetap saja tidak percaya.
Bagi kebanyakan orang, cara yang paling menyakinkan adalah kalau Tuhan muncul sebagai roh; berjubah putih dan menyodorkan lempengan batusabak. Memang, cara itu pernah Kulakukan. Tapi apakah kalian pikir hanya cara-cara semacam itu saja yang bisa kugunakan?
Lebih sering Aku datang pada manusia dengan cara jauh lebih natural, lebih sebagai bagian yang integral dari kehidupan itu sendiri. Bisa sebagai pikiran, perasaan, atau sebagai inspirasi, seperti halnya Aku sekarang nendatangimu melalui perasaan-perasaan yang sedang kamu rasakan, melalui kata-kata yang sedang kamu dengar, dan melalui kalimat-kalimat yang sampai kepadamu dengan cara ini.
Itulah kata-kata yang datang pada saya, dan demikianlah prosesnya berlangsung.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI