Mohon tunggu...
Bung  Ron
Bung Ron Mohon Tunggu... Pemerhati sosial

Bung Ron adalah pegiat konten kreatif dan pengamat isu sosial-budaya di Lombok. Aktif menyuarakan pentingnya pembangunan yang berpihak pada masyarakat lokal melalui karya video, tulisan, dan diskusi komunitas. Dapat dihubungi melalui media sosial @bungron.id.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Gunung Rinjani: Simfoni Keindahan yang Terkikis oleh Kecerobohan dan Lemahnya Manajemen

17 Juli 2025   09:03 Diperbarui: 17 Juli 2025   09:03 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Langit pagi dibawah lereng gunung Rinjani 

Gunung Rinjani, mahkota Pulau Lombok yang menjulang setinggi 3.726 meter di atas permukaan laut, telah lama menjadi simbol kebanggaan masyarakat Nusa Tenggara Barat. Ia bukan hanya gunung tertinggi kedua di Indonesia, tetapi juga merupakan tapal batas antara keindahan, spiritualitas, dan ketangguhan alam yang memanggil ribuan pendaki dari berbagai penjuru dunia.

Namun, di balik pesona Segara Anak, padang savana, dan puncak megahnya, Rinjani kini menghadapi ancaman yang semakin nyata: meningkatnya kecelakaan pendakian, penurunan etika pendaki, serta lemahnya sistem manajemen kawasan.

Lonjakan Kecelakaan: Alarm Bahaya yang Terabaikan

Musim pendakian tahun ini kembali membuka luka lama. Sejumlah pendaki harus dievakuasi karena cedera, dehidrasi, hipotermia, hingga ada yang kehilangan nyawa. Dalam beberapa kasus, penyebabnya sepele: kurang persiapan, menyepelekan kondisi fisik, dan minimnya informasi cuaca atau medan.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah maraknya pendaki "dadakan" yang hanya bermodal semangat dan niat konten media sosial. Bagi mereka, puncak Rinjani adalah ajang eksistensi, bukan tempat kontemplasi atau uji mental. Tidak sedikit dari mereka yang mendaki tanpa pemandu, tanpa logistik memadai, bahkan tanpa pemahaman dasar tentang survival di alam bebas.

Sistem yang Gagal Melindungi

Pemerintah melalui Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) sebenarnya telah menerapkan sistem booking online dan kuota pendaki. Namun, sistem ini belum sepenuhnya mampu menjawab persoalan mendasar: keselamatan dan ketertiban pendakian. Banyak jalur yang minim rambu keselamatan, titik evakuasi yang belum memadai, serta ketiadaan pos penjagaan aktif di jalur rawan.

Tim SAR memang sigap, tetapi personelnya terbatas. Di sisi lain, pemerintah daerah dan BTNGR sering terkesan hanya responsif saat terjadi musibah, bukan proaktif dalam mencegahnya. Edukasi kepada pendaki masih minim, bahkan tidak sedikit operator atau agen pendakian yang hanya mengejar keuntungan tanpa mempertimbangkan aspek keselamatan.

Porter dan Pemandu Lokal: Pahlawan yang Terlupakan

Di tengah kekacauan sistem, para porter dan pemandu lokal justru menjadi garda depan penyelamat. Mereka yang mengangkat barang pendaki, memandu di medan berat, hingga membantu proses evakuasi dalam kondisi darurat. Namun sayangnya, mereka sering kali luput dari perhatian. Upah rendah, perlindungan kerja minim, dan pelatihan terbatas masih menjadi persoalan klasik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun