Kesimpulan: Apakah Ini Totalitarianisme?
Publik Israel serta-merta menolak bila negaranya digolongkan masuk dalam kategori totalitarian. Penolakan ini bisa disebut alergi bahkan. Pasalnya, holocaust lahir dari negara Nazi Jerman yang totalitarian. Holocaust dianggap lahir dari totalitarianisme. Negara Israel berdiri dengan fondasi holocaust, karenanya, ia dianggap sama sekali bukan negara totalitarian.
Arendt mungkin tidak akan menyebut Israel sebagai negara totaliter dalam arti klasik, tetapi ia pasti akan mengenali "logika totalitarian dalam pendudukan atas Palestina". Ini adalah totalitarianisme yang tidak memerlukan partai tunggal atau pemujaan pemimpin, tetapi bekerja melalui "pengontrolan total atas kehidupan suatu populasi", penghancuran fakta melalui narasi ideologis, dan normalisasi teror sebagai kebijakan sehari-hari.
Gaza, dalam konteks ini, adalah contoh nyata bagaimana totalitarianisme bisa beradaptasi di abad ke-21: bukan melalui kamp kematian, tetapi melalui blokade yang membuat hidup tak tertahankan; bukan melalui polisi rahasia, tetapi melalui drone dan algoritma pengawasan; bukan melalui pembunuhan massal terbuka, tetapi melalui kelaparan dan epidemi yang disengaja.
Peringatan Arendt tentang bahaya ketaatan buta dan penghancuran ruang publik tetap relevan. Jika dunia membiarkan Gaza menjadi "laboratorium" kekerasan tanpa batas, kita tidak hanya mengkhianati kemanusiaan Palestina, tetapi juga membiarkan logika totalitarianisme menginfeksi masa depan kita sendiri.
"Pertanyaan terakhir yang harus kita ajukan adalah: Jika fenomena Gaza ini bukan totalitarianisme, lalu apa namanya?"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI