Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Satu-satunya Pesepak Bola yang Pernah Membela Tiga Negara - Varia Sepak Bola 03

23 Juni 2022   09:15 Diperbarui: 23 Juni 2022   22:09 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FOTO: Wikipedia/Jackpollock

BAGI pesepak bola, membela tim nasional adalah hal yang sangat diidam-idamkan. Serasa ada yang kurang bila tidak pernah memakai seragam timnas sepanjang aktif merumput. Bahkan boleh dibiliang inilah puncak karier atlet lapangan hijau.

Tak usah sampai jadi juara, bahkan tak perlu diajak bermain pada ajang resmi atau event internasional, sekadar dipanggil untuk sebuah partai persahabatan pun rasanya sudah sangat membanggakan sekali.

Sayangnya, materi skuat timnas adalah yang terbaik di seantero negeri. Maka tidak semua pesepak bola bisa memperkuat negaranya karena persaingan yang teramat ketat. Apalagi di negara-negara yang dipenuhi bakat-bakat luar biasa semacam Brasil, Argentina, Italia, Spanyol atau Inggris.

Banyak pemain yang karena kalah bersaing di negara asalnya lantas berpaling ke negara lain. Lebih-lebih jika ada pengurus federasi sebuah negara yang sudah kebelet pengin meraih prestasi dalam tempo sesingkat-singkatnya tanpa mau susah payah memikirkan pembinaan. Ke sanalah para pemain semodel ini menuju.

Ini bukan contoh tepat, ya. Namun beginilah kira-kira ketika kemudian Cristian Gonzales memutuskan menjadi WNI pada 2010 lalu. Alasannya adalah agar dapat membela timnas Indonesia.

Tanpa bermaksud meremehkan, tetapi rasa-rasanya Gonzales tak akan pernah merasakan atmosfer di level internasional jika masih mempertahankan status warga negara Uruguay-nya.

Sekali lagi tanpa bermaksud meremehkan, saya rasa Gonzales bakal sulit menembus timnas Uruguay. Saingan Gonzales saat itu mulai dari striker senior Diego Forlan, Edinson Cavani, Christian Stuani hingga Luis Suarez yang terhitung lebih muda darinya.

Peluang bermain bersama timnas tentu lebih mudah Gonzales peroleh di Indonesia. Kebetulan sekali pengurus PSSI waktu itu tengah kesengsem dengan strategi naturalisasi yang sukses dijalankan Singapura. Tumbu ketemu tutup, kata orang jawa.

Jalan serupa tapi tak sama ditempuh Marc Klok. Tak punya darah Indonesia, juga tidak berasal dari leluhur yang lahir di Hindia Belanda, Klok rela menghabiskan 5 tahun berturut-turut untuk tinggal di negara ini demi status naturalisasi.

Pemegang Rekor

Rasa-rasanya Klok dan Gonzales pantas iri pada Laszlo Kubala Stecz. Jika Klok dan Gonzales harus rela berganti kewarganegaraan demi merasakan seragam timnas sebuah, maka Laszlo Kubala Stecz bahkan bisa membela tiga negara sepanjang kariernya!

Lahir di Budapest, 10 Juni 1927, nama Laszlo Kubala Stecz menjadi Ladislav Kubala dalam versi bahasa Slovak, Ladislao Kubala dalam lidah orang Spanyol, lalu Ladislau Kubala menurut orang Catalan. Kita akan menyebutnya dengana nama Kubala saja di sini.

Kubala mencatatkan diri sebagai satu-satunya pesepak bola yang pernah memperkuat tiga negara berbeda sepanjang kariernya. Ketiga negara tersebut adalah Hongaria, Cekoslovakia, dan Spanyol.

Kok bisa?

Ceritanya begini. Kubala dilahirkan di Budapest, ibukota Hongaria, sekaligus tumbuh besar di sana. Maka, sesuai ketentuan dia  memang berhak memperkuat timnas negara kelahirannya itu. Sama halnya Elkan Baggott yang sebetulnya berhak membela timnas Thailanda karena lahir di Bangkok.

Jadi, begitu usianya cukup dan pelatih timnas Hongaria kepincut padanya, Kubala pun memperkuat negara pertamanya. Sayang, karier Kubala tidak begitu bersinar bersama timnas Hongaria. Dari tiga kali bertanding dia tidak mencetak gol sama sekali. Mandul.

Ketika kemudian ayahnya meninggal dunia, Kubala bersama ibunya beremigrasi ke Cekoslovakia---negara yang pada 31 Desember 1992 pecah dua menjadi Rep. Ceska dan Slovakia. Ibu Kubala memang keturunan asli etnis Slovakia, maka ini adalah perjalanan pulang kampung bagi wanita tersebut.

Di negara barunya itu bakat Kubala kian berkembang. Klub Slovan Bratislava kemudian tertarik memakai jasanya. Kiprah Kubala ternyata cemerlang bersama Slovan. Hal ini membuat timnas Cekoslovakia memanggilnya untuk memperkuat barisan depan.

Kubala tidak menyia-nyiakan peluang ini. Berkat usia serta pengalamannya yang kian matang, dia lebih moncer bersama timnas Cekoslovakia. Bertanding sebanyak enam kali, dia menyumbang empat gol.

Tanpa harus meminta bantuan Jerome Polin pun kita bisa menghitung. Rekor ini berarti Kubala mencetak rata-rata 1,33 gol setiap pertandingan. Sebuah prestasi yang tak boleh dianggap remeh.

Namun gejolak politik di negara tersebut mengubah jalan karier Kubala. Dia hanya bisa merumput di Cekoslovakia selama hampir dua tahun, setelah itu sudah harus pindah-pindah lagi.

Kubala sempat mengadu nasib di Italia, tetapi gagal. Tanpa disangka-sangka, dua klub top Spanyol justru sama-sama menawari pinangan kepadanya. Ya, siapa lagi yang saya maksud kalau bukan Barcelona dan Real Madrid.

Masih ingat saat Maudy Ayunda sempat bingung memilih antara Harvard atau Stanford untuk kelanjutan studinya? Kira-kira seperti itulah yang dirasakan Kubala ketika mendapat tawaran dari Barcelona dan Real Madrid sekaligus.

Pikir punya pikir, Kubala lantas memilih Barcelona. Sejak Juni 1950, Kubala resmi menjadi pemain klub Catalan tersebut. Namun ternyata dia harus bersabar nyaris setahun untuk dapat mengenakan seragam biru-merah.

Kubala baru dipercaya bermain oleh pelatih Barcelona pada 29 April 1951, yaitu saat melawan Sevilla di ajang Copa del Rey. Setelah itu kariernya perlahan menanjak dan menjadi salah satu andalan Barcelona.

Sebagaimana saat masih tinggal di Cekoslovakia, bakat besar Kubala bersama Barcelona membuat pelatih timnas Spanyol terpikat. Dia pun terpilih sebagai anggota skuat Tim Matador. Tentu saja ini tawaran yang tidak disia-siakan Kubala.

Begitulah, Kubala membela negara ketiganya. Debut bersama Spanyol dia dapatkan pada 5 Juli 1953, ketika menghadapi Argentina dalam sebuah partai uji coba.

Setelah itu Kubala bermain sebanyak total 19 kali bersama Spanyol dengan torehan 11 gol. Rinciannya, 9 partai berakhir dengan kemenangan, 6 lainnya seri, dan kalah sebanyak 4 kali.

Satu highlight dari penampilan Kubala bersama Spanyol adalah saat mencetak hattrick dalam pertandingan melawan Turki, November 1957. Kubala menjadi satu-satunya pencetak gol dalam partai yang berakhir 3-0 untuk kemenangan Tim Matador itu.

Tak Boleh Lagi

Kisah petualangan Kubala bersama tiga timnas berbeda tidak akan pernah bisa disamai oleh pemain lain. Sampai kapan pun. Pasalnya, FIFA kemudian meluncurkan regulasi terkait status pemain tim nasional.

Jika Kubala bisa enak saja membela Hongaria, Cekoslovakia dan terakhir Spanyol, maka sejak regulasi tersebut di atas diluncurkan seorang pemain yang telah memperkuat timnas senior suatu negara tidak boleh membela negara lain lagi.

Inilah yang membuat pemain senior tidak bisa seenaknya pindah ke negara lain apabila karirnya di negara asal meredup. Ini pula yang mengharuskan seorang pesepak bola dengan kemungkinan membela beberapa timnas, seperti Elkan Baggott, berpikir keras dalam menentukan negara mana yang bakal dia bela.

Sebelum memutuskan membela Indonesia (negara asal ibu), Baggott bisa saja memilih Thailand (negara kelahiran) atau Inggris (negara asal ayah). Pemain-pemain seperti Baggott musti menimbang masak-masak sebelum memutuskan negara mana yang jadi pilihan.

Sekali bermain untuk sebuah negara di level senior, seorang pesepak bola tidak bisa lagi membela negara lain. Pemain dengan kewarga-negaraan ganda pun musti memilih salah satu dari dua paspor yang dia miliki. 

Rekan setim Kubala di Barcelona, legenda lapangan hijau lainnya bernama Alfredo di Stefano, sebetulnya mencatatkan rekor sama karena pernah membela timnas Kolombia, Argentina, dan Spanyol. Namun FIFA tak pernah menganggap tim Kolombia yang dibela Di Stefano saat itu.

Dengan demikian, menurut catatan FIFA Di Stefano hanya pernah membela dua negara: Argentina dan Spanyol. Menjadikan Kubala sebagai satu-satunya pesepak bola yang mencatatkan cap resmi bersama tiga negara.

Kekurangan catatan Kubala cuma satu: tidak pernah tampil di putaran final turnamen internasional mana pun. Tidak Piala Eropa, tidak pula Piala Dunia. Dia memang pernah masuk dalam skuat timnas Spanyol untuk Piala Dunia 1962, bersama-sama Di Stefano. Namun kedua legenda ini tidak diturunkan sekali pun karena mengalamai cedera.

Apa pun itu, tetap saja catatan Kubala spesial. Rasa-rasanya memang banyak pesepak bola di dunia yang merasa iri pada legenda yang tutup mata di Barcelona pada 17 Mei 2002 ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun