Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Juara Piala Asia? Sabar, Rebut Piala AFF Dululah!

16 Juni 2022   00:00 Diperbarui: 16 Juni 2022   00:12 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Elkan Baggott merayakan gol ke gawang Nepal bersama Pratama Arhan dan Marselino Ferdinan. FOTO: dok. PSSI

Kala itu Indonesia dibantai 0-4 di leg pertama. Para pemain tampak sekali down usai pertandingan, Shin Tae-yong menunjukkan raut muka kecewa, tetapi sebaliknya dengan netizen. Di media sosial, mereka melambungkan optimisme super tinggi: membalikkan keadaan di leg kedua. Pasti bisa!

Wahai! Bukan bermaksud meremehkan apalagi merendahkan kemampuan para pemain, ya. Namun, cobalah lebih realistis sedikit. Sedikiiit saja.

Timnas yang dibawa Coach Shin di Piala AFF 2020 merupakan skuat muda. Rataan usia pemain Indonesia waktu itu 23,7 tahun, salah satu yang paling rendah dibanding kontestan lain. Angka rataan tersebut bisa lebih rendah andai Victor Igbonefo tidak masuk skuat.

Bandingkan dengan Thailand yang membawa sederet pemain berusia lebih dari 30 tahun. Kiper andalan mereka sepanjang turnamen, Siwarak Tedsungnoen, malah nyaris menyentuh usia kepala empat: 37.

Coba kamu pikir, kata Lady Quinn, usia Siwarak itu dua kali lipatnya Ernando Ari Sutayadi. Bahkan Siwarak masih pantas menjadi ayah Nadeo Argawinata.

Dengan harapan-harapan yang seringkali tidak realistis begini, tak heran jika penonton dibuat kecewa berat saat timnas tak kunjung mampu mewujudkan harapan mereka. Euforia mengalahkan logika.

Mental Instan

Bukan cuma suporter, rupanya mental begini juga menjangkiti tuan-tuan pengurus PSSI. Contoh terbaru bisa kita lihat dari pemberitaan seputar PSSI sepanjang timnas melakoni Kualifikasi III Piala Asia 2023 di Kuwait.

Mungkin karena sadar kinerja mereka dinilai berdasarkan prestasi timnas, para pengurus PSSI terjebak untuk selalu menelurkan kebijakan berorientasi hasil instan. Tak peduli bagaimana caranya, yang penting timnas berprestasi.

Timnas menang, jadi juara kompetisi tertentu dan dielu-elukan netizen, lalu para pengurus PSSI dipuja-puji sehingga mendongkrak ... enggak jadi, deh.

Karena targetnya kesuksesan instan, maka cara mencapainya pun cari yang instan-instan pula. Maklum saja, periode jabatan ketua umum dan juga Exco PSSI tidak lama. Maka, harus cepat dan cepat.

Efeknya, proses pembinaan yang merupakan kunci kesuksesan sejati lagi langgeng terus-terusan dipinggirkan, kalau tak mau kita sebut diabaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun