Ambil contoh program naturalisasi yang ditempuh sejak masa kepemimpinan Nurdin Halid. Meski memang ada manfaatnya, tetapi jika terus-terusan dijalankan apalagi sampai seperti diobral belakangan, program ini menurut saya jauh lebih banyak sisi negatifnya.
Kebijakan naturalisasi pemain hanya mempertegas mental instan para pengurus PSSI, sekaligus sikap tak acuh akan pentingnya proses pembinaan pemain. Juga sebetulnya sebentuk pengakuan dari PSSI sendiri bahwa mereka tidak mampu memutar liga seberkualitas asal para pemain naturalisasi.
Di masa Prof. Djohar Arifin Husin, mental instan tampak saat Alfred Riedl diganti secara semena-mena menjelang laga Pra Piala Dunia 2014 kontra Turkmenistan. Penggantinya, Wim Rijsbergen, dinilai lebih kompeten karena pernah merasakan atmosfer Piala Dunia bersama timnas Belanda (sebagai pemain) dan juga timnas Trinidad-Tobago (sebagai asisten pelatih).
Ya, di atas kertas Wim mungkin memang punya rekor lebih mentereng. Namun di atas lapangan terlihat jelas bagaimana Riedl jauh lebih berpengalaman sebagai pelatih. Menurut saya, penampilan timnas di bawah asuhan Wim di antara yang terburuk yang pernah saya tonton.
Terkini, gelagat serupa ditunjukkan dengan bergulirnya wacana pelengseran Shin Tae-yong dari timnas senior demi fokus pada timnas U-19. Ini isu yang digulirkan oleh PSSI sendiri, lo.
Kita semua tahu tahun depan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Timnas Indonesia U-19 bakal ikut berpartisipasi. Tentu tidak sulit rasanya membaca ke mana arah manuver dari bergulirnya isu downgrade Coach Shin.
Process Oriented
Tidak ada kesuksesan yang bisa diperoleh dengan cara-cara instan. Kalaupun bisa, ibarat mi instan, kenyangnya tak akan lama. Singapura bisa jadi contoh.
The Lions memang sempat sukses merajai Piala AFF berkat limpahan pemain naturalisasi. Namun lihatlah setelahnya bagaimana. Ya kembali lagi ke "setelan awal".
Bandingkan dengan Vietnam yang memilih sabar berada di jalur pembinaan berjenjang. Tak ada naturalisasi pemain, apalagi yang proses perekrutannya bikin timnas kita lebih mirip klub saja. Bikin garuk-garuk kepala.
Kesabaran Vietnam sudah bejalan lebih dua dekade dan mereka mulai memetik buahnya. Perlahan tapi pasti Vietnam adalah calon paling pantas untuk menjadi raja Asia Tenggara menggantikan Thailand.
Okelah, Vietnam masih jadi bulan-bulanan tim-tim raksasa Asia di Kualifikasi III Piala Dunia 2022. Namun setidak-tidaknya mereka menampilkan permainan menawan. Juga mampu memetik poin dan mencetak gol ke gawang lawan, bahkan menjadi tim AFF pertama yang meraih kemenangan di putaran itu.