Mohon tunggu...
Bunga Sirait
Bunga Sirait Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tragedy + Time = Comedy

Senang mengamati perkembangan gaya hidup berkelanjutan (sustainability) dan sekitarnya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Fast Fashion: Gaya, Cepat, Murah, tapi Banyak Problema

29 Juni 2021   22:17 Diperbarui: 29 Juni 2021   22:40 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu ada beberapa karakteristik khas produk slow fashion yang membedakannya dengan produk yang dilahirkan dengan konsep fast fashion, yaitu:

  • Diproduksi dari bahan berkualitas yang tahan lama
  • Tidak mengikuti tren, pakaian tidak diproduksi sesuai dengan musim yang berganti
  • Dapat didaur ulang
  • Jumlah produksi terbatas
  • Model yang dikeluarkan terbatas
  • Mengimplementasikan desain zero waste cutting

Inisiasi Slow Fashion hadir dari Kate Fletcher, seorang aktivis yang fokus di bidang fashion dan ia berhasil mempopulerkan Slow Fashion sebagai sebuah gerakan global. Dukungan masyarakat terhadap Slow Fashion mendorong tumbuhnya perusahaan fashion yang mengutamakan keberlanjutan lingkungan dan pada saat yang sama memberi tekanan bagi para pelaku fast fashion untuk menawarkan alternatif yang lebih baik. 

Beberapa brand slow fashion yang dikenal adalah Patagonia, Pact, Kotn dan masih banyak lagi, dan sejumlah desainer papan atas yang mengadopsi gerakan ini adalah Stella McCartney, Vivienne Westwood, Bethany Williams, Dries Van Noten, Alice Early.

Nah, Bagaimana Cara Untuk Mendukung Gerakan Slow Fashion?

Utamakan Memakai Pakaian yang Dimiliki

Pakaian paling sustainable adalah pakaian yang sekarang ada di lemari Anda, meskipun katakanlah terselip baju merek fast fashion di sini dan sana. Gunakanlah sampai pakaian-pakaian itu benar-benar mencapai kondisi maksimalnya sebelum Anda membeli yang baru hanya karena Anda merasa “Enggak ada baju”. Untuk membuatnya seru, coba jadikan ini challenge yang bukan hanya membantu lingkungan tapi juga menghemat pengeluaran.

Tukar Baju

Awalnya marak di luar negeri, kini sistem tukar baju juga mulai bermunculan di Indonesia. Setidaknya sebelum pandemi datang. Salah satu organisasi yang begerak di bidang ini adalah Fashion Revolution Indonesia. Anda bisa datang membawa baju ke lokasi mereka di daerah Cikini, Jakarta, dan menukarkannya dengan baju-baju yang ada di sana.

Beli Barang Preloved 


Kalau harus beli baju baru, dibandingkan langsung ke toko, coba mampir dulu ke toko-toko yang menjual barang-barang preloved atau secondhand. Barang bekas mungkin punya konotasi buruk, tapi lagi-lagi itu tergantung mindset, dan kondisi barangnya. Selama barangnya berfungsi dengan baik (dalam konteks fashion berarti bisa dipakai dengan baik) baru atau bekas semestinya tidak lagi mengganggu pikiran. Tidak jarang, lho orang punya baju atau tas favorit karena dia berburu di thrift shop, bukan di toko biasa.  

Saat ini mudah untuk menemukan toko, baik offline ataupun online yang menjual pakaian secondhand. Meski begitu tidak semuanya menarik untuk ditelusuri. Adapun yang menurut saya cukup bagus dan sudah pernah saya gunakan adalah Carousel dan Tinkerlust.

Beli baju terdengar sebagai kegiatan biasa, tapi ternyata tidak. Sadarkah Anda keputusan membeli barang X dan bukan Y adalah voting untuk mendukung X dan menolak yang lain. Yuk, kita gunakan daya beli kita untuk mendukung produsen yang lebih peduli akan hidup keberkelanjutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun