Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Konspirasi ala Presiden Jokowi

22 Oktober 2019   09:22 Diperbarui: 22 Oktober 2019   16:44 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi (FOTO Ist)

JELANG pelantikan Kabinet Kerja Jilid II, beredar berbagai kabar soal komposisi Menteri yang membuat kaget halayak. Nama Prabowo Subianto juga diperkirakan masuk dalam jajaran Menteri, sebagai Menteri Pertahanan. Selanjutnya, banyak kejutan lainnya pun bermunculan.

Membuat ramai pentas politik Nasional jelang pelantikan Kabinet, Rabu 23 Oktober 2019. Seperti itulah dinamika politik yang selalu mencair, dinamis. Terbaca juga ada politisi yang akan 'ngambek' akibat pembagian jatah Menteri yang tidak proporsional.

Lazimnya politik memang begitu. Ada yang bahagia dan tersakiti disaat pembagian jatah. Yang piawai melakukan maneuver politik terakomodasi kepentingannya. Lalu yang lemah strateginya, akan tergeser. Adu kuat strategi ternyata bukan saja di medan Pemilu.

Lebih dari itu, dalam konteks pembagian 'hasil perang' juga harus kuat strateginya. Dalam politik kita tak mengenal kawan dan lawan yang abadi. Karena hanya kepentinganlah yang abadi dalam praktek politik. Membaca konstalasi politik nasional beberapa hari terakhir cukup menarik diikuti.

Kalau kerang berfikir kita sudah clear dari prasangka, berarti kita bukan politisi. Artinya, menurut hemat saya, politisi harus memiliki prasangka. Entah prasangka baik, maupun prasangka buruk. Dari situlah instrumennya untuk bertolak melakukan komunikasi politik guna mengamankan kepentingan.

Ada yang kalah perang, tapi atas nama stabilitas, proporsionalitas dan representasi diakomodir dalam struktur politik kekuasaan. Itulah fakta, logika politik yang sering diterapkan. Tidak perlu kaget, apalagi baper. Dilain pihak, pada aspek fatsun politik tetap akan ada sanksi moralnya yang akan menyusul kemudian.

Tak ada pilihan politik yang tidak berkonsekuensi. Begitu pula yang akan berlaku terhadap sosok Prabowo. Yang mana awalnya diusung jadi calon Presiden, misalkan kemudian memangku jabatan sebagai Menteri dijajaran Jokowi Ma'ruf.

Dari sisi etika atau fatsun politik bisa bermasalah. Karena dianggap berlawanan, ada inkonsistensi siakap. Namun dari sudut padang estetika politik dan dinamika politik, merupakan suatu hal yang lumrah. Ya, tentu dalam pengamanan kepentingannya.

Soal politik memang perlu dianalisis dari sudut pandang yang universal. Kalau berbeda sudut pandang melihatnya, tentu tidak akan ketemu. Yang kita lahirkan dalam kesimpulan nanti adalah curiga, sinis, stigma buruk, olok-olok. Tak ada apresiasi.

Jika kita masuk dalam konteks pemahaman yang sama membacanya, berarti kesimpulannya akan sejalan. Biasanya perbedaan tafsiran atas move politik yang dilakukan orang per orang atau kelompok, kita dipengaruhi atas keberpihakan kepentingan.

Itulah yang membuat nalar kritis kita menjadi hilang. Rasionalitas tidak lagi dipakai. Munculnya penghakiman, kekecewaan dan caci maki. Politik itu bicara sesuatu yang realistis, bukan mistik. Dalam politik sesuatu kebenaran diperdebatkan, tanpa ada konfirmasi pun kadang ramai dan capek dibahas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun