Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi Sampai Mati

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

"Vote Buying" Merusak Masa Depanmu

13 Februari 2024   21:04 Diperbarui: 14 Februari 2024   07:16 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi politik uang saat serangan fajar jelang hari pemungutan suara pemilu.(Foto: KOMPAS.com)

Malah tanpa malu, para elit pemerintah hadir menjadi die hard terhadap pasangan Capres tertentu yang bertarung dalam Pilpres 2024. Abuse of power dilakukan. Jalan yang biasa ditempuh yakni melalui iming-iming jabatan, tekanan, hingga vote buying. Praktek merusak demokrasi dilakukan tanpa ada perasaan bersalah pada rakyat.

Para elit politik yang menjadi kontestan dan kelompok yang beroposisi juga tegas meng-hire kandidat pemimpinnya. Pertarungan politik pada Pemilu, 14 Februari 2024 sangat alot. Saling khianat dipertontonkan, memobilisasi alat negara turun menjadi aduan beberapa pihak di lapangan. Begitu pula politisasi Bansos juga menjadi sorotan rakyat dan politisi.

Ada dugaan personifikasi Bansos saat penyaluran dilakukan. Padahal Bansos itu dibeli dari pajak rakyat, dan pemerintah berkewajiban mengembalikan itu ke rakyat. Artinya, Bansos bukan pemberian seseorang atau sekelompok orang. Melainkan pemberian negara kepada rakyatnya. Sehingga kurang ajar bila dipolitisir.

Tak hanya itu, fenomena politik juga menampilkan kepalsuan retorika dari para politisi. Jual beli janji, dagangan sampai dagelan komitmen politik dilakukan. Kita semua perlu menghindari agar praktek politik tidak terus-terusan dianggap seperti pasar gelap demokrasi. Yang disana ada politik transaksional, dan gambling dilakukan.

Rakyat mesti diberi edukasi, agar menghindari dan mewaspadai adanya vote buying. Karena dampaknya adalah pada kecurangan. Kebebasan berdemokrasi yang sejatinya milik rakyat dipengaruhi, disabotase dengan adanya gejala vote buying. Etika dan perlakuan baik dilanggar. Rakyat diajarkan untuk pragmatis.

Mereka politisi yang memberi uang atau bantuan sosial dengan iming-iming agar dirinya dipilih, dan rakyat yang menerima suap tersebut secara hukum melanggar aturan. Sedihnya, kerap kali kasus-kasus serupa tidak disentuh, tidak mendapat perhatian serius Bawaslu dan pihak berwajib untuk menindaknya.

Para penegak hukum, pihak-pihak yang berkompeten dan digaji rakyat atas tugas tersebut kita meminta mereka untuk bekerja maksimal dalam pengawasan Pemilu 2024. Jangan ada pembiaran. Bagi siapapun itu yang melanggar regulasi, layak diberikan sanksi yang sepadan. Tidak boleh ada standar ganda. Atau praktek main mata.

Vote buying merupakan praktek keji. Sebuah kejahatan demokrasi yang tidak boleh ditorerir dengan alasan apapun. Sudah membawa bukti nyata dari praktek vote buying tidak sedikit pemimpin politik yang terpilih adalah mereka yang tidak bermutu. Baik dari aspek kompetensi ilmuan, pengalaman, etika, moral, komitmen, dan visi pembangunan.

Buntut dari lahir akibat vote buying berupa polarisasi di tengah rakyat. Berpotensi melahirkan disintegrasi nasional. Rakyat dibuat bertengar pada isu-isu sektarian politik, tapi di balik itu elit politik yang rakus malah menari dan bersenang-senang. Politisi yang anti demokrasi mereka tak terusik batinnya bila rakyat miskin berteriak mengeluh.

Walau begitu, rakyat tak boleh kita lepas begitu saja dan tersandera keputusasaan. Rakyat tidak boleh dibuat trauma karena tingkah laku politisi yang rakus, bermental penjajah. Semua elemen yang sadar akan perubahan, mau memperbaiki demokrasi harus ambil bagian melakukan edukasi politik. Mari kita lawan vote buying.

Perang semesta terhadap praktek vote buying harus dilakukan masif dan kompak. Ini bukan hanya musuh satu dua orang, melainkan musuh negara menjadi musuh kita semua. Karena vote buying menjadi cikal bakal maraknya korupsi di republik ini. Sebuah pentas yang kini tanpa malu dipentaskan oknum politisi yang nir etika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun