Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Literasi Sampai Mati

Pegiat Literasi dan penikmat buku politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Waspadai Ada Pemimpin yang Diasuh Oligarki

25 Januari 2023   20:59 Diperbarui: 26 Januari 2023   10:43 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahaya oligarki (Dokpri)


KEPEMIMPINAN
merupakan kunci dari majunya peradaban. Maju mundurnya suatu negara terletak pada kekuatan pemimpinnya. Betapa pentingnya pemimpin itu. Itulah yang membuat tidak sedikit rakyat di Republik Indonesia (RI) bertikai, seperti berusaha mati-matian demi memperjuangkan pemimpin yang dianggapnya layak dimenangkan dalam perjuangan politik.

Idealnya kompetisi politik digeser pada ruang yang produktif dan bermutu. Tidak sedikit calon pemimpin yang diselundupkan. Dikira agen rakyat, ternyata spionase oligarki. Mereka turun bermain, gesit memainkan percaturan politik dengan modal dan kekuatan uang.

Menerapkan corak politik dua kaki. Atau bahkan lebih. Kelihatan baik, manusiawi, berpihak pada rakyat. Sayangnya itu hanya kedok. Menjadi tameng untuk meraup dukungan pemilih. Setelahnya malah memangsa, menyedot, menguras, mengorbankan sumber daya rakyat. Nasib rakyat tidak menjadi prioritas.

Inilah nyatanya penumpang gelap demokrasi. Mereka tidak dididik, diasuh dari proses berdemokrasi yang panjang. Hanya terlahir instan, lalu mau mewakili rakyat dalam kontestasi kepemimpinan. Resikonya, watak, keberpihakan, kepekaan mereka pada kepentingan rakyat tidak ada.

Rumit bila demokrasi prosedural dimanipulas. Diwujudkan dengan motivasi mengejar kepentingan pribadi. Mengorbankan rakyat. Yang terjadi lahirlah pemimpin ingatan pendek. Pemimpin durhaka. Pemimpin yang lupa jati dirinya. Rakyat dianggap pelengkap, bahkan dianggap beban.

Berlagak dermawan, populis hanya disaat kampanye politik. Selebihnya mereka menciptakan jarak dengan rakyat. Tak segan, berani, dan fulgar mengecewakan rakyat. Berlagak punya jasa, telah punya banyak kontribusi dan dedikasi terhadap rakyat. Begitu lucu ya kan.

Berdasarkan pengalaman panjang kita berdemokrasi di Indonesia, maka perlulah tindakan ''ekstraksi''. Dapat memilah, memisahkan apa yang utama dan penting dari kontestasi demokrasi. Jangan dicampur-adukkan yang teknis serta yang substansial dari proses demokrasi.

Rakyat diberi literasi sehingga tau mana yang utama dari proses Pemilu, dan mana yang tidak. Jangan membius atau mengaburkan pikiran rakyat dengan godaan politik uang. Lalu meredupkan calon pemimpin yang minim secara finansial. Membuat rakyat menghamba pada politisi yang punya materi.

Pemimpin yang memiliki narasi utuh dan lengkap yang harus dikenalkan ke publik. Harus diberi porsi serta dipilih rakyat. Bukan merekayasa ingatan pemilih sehingga mereka tertarik memilih pemimpin karena diberikan uang. Padahal, calon pemimpin yang mengandalkan uang kebanyakannya tak punya kemampuan kepemimpinan.

Sosok politisi yang memiliki rekam jejak berpengalaman malah dikalahkan dengan politisi yang hanya hoby membangun citra. Berpura-pura baik saat momentum Pemilu. Walau sesudah hajatan Pemilu, politisi yang terbiasa bagi-bagi uang, berubah menjadi pelit ''bakhil''. Tidak lagi baik hati.

Di republik yang bernama Indonesia ini, banyak politisi bertopeng. Ada yang sok idealis. Tapi, di belakang panggung begitu rakus dan jahat pada rakyat. Tak hanya itu, ada yang mengaku agamawan, mengaku Pancasilais, ironisnya tingkah lakunya tak mencerminkan itu. Rakyat ditipu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun