Mohon tunggu...
Muhammad Suryadi R
Muhammad Suryadi R Mohon Tunggu... Lainnya - Founder Lingkar Studi Aktivis Filsafat (LSAF) An-Nahdliyyah

Tall Less Write More

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Covid-19 dan Peristiwa Global yang Tidak Harus Dibaca Konspiratif

15 April 2020   14:41 Diperbarui: 16 April 2020   01:16 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Kompas.com

Coronavirus nama lain dari SARS-Cov-2 telah meluluhlantakkan kehidupan seantero penduduk dunia. Mendengar Coronavirus ini sudah buat seluruh manusia ketakutan. 

Ia telah mewabah ke seluruh pelosok dunia. Menjejali setiap jalan-jalan sempit. Menapaki lorong-lorong kehidupan manusia. Bergerak tak terlihat bak Predator yang setiap saat siap menusuk jantung manusia.

Secara global kasus yang ditimbulkan telah 1.991.275 berdasarkan data per 15 April. Indonesia sendiri kasusnya melonjak drastis menjadi 4.839 dengan angka kematian 459 dan 426 dinyatakan sembuh. Angka ini bertambah menjadi 60 orang dinyatakan meninggal dari sebelumnya sebanyak 399 seperti dilansir oleh Kompas per 14 April pukul 12.00 WIB.

Sejak pertama kali menyebar di Wuhan Tiongkok---meski perdebatannya masih terbuka---menghasilkan banyak analisis mulai dari ambisi China menguasai dunia, Amrik tersaingi oleh China, Covid-19 sebagai senjata biologis, percepatan skenario kiamat hingga kemunculan Dajjal dari hasil pembacaan Teori Konspirasi.

Dus. Analisis yang terakhir, ini yang banyak digunakan oleh sejumlah kalangan tak ketinggalan para Jami'ah Sosial Media. Di berbagai tempat di media sosial, saya tak jarang menemukan tayangan-tayangan tentang Covid-19 yang dikupas secara tuntas lewat Teori Konspirasi. Alih-alih membuka tabir justru tersungkur ke dalam kubangan lumpur ketidakjelasan. Akhirnya teori konspirasi menjadi laku.

Teori Konspirasi tidak memberi penjelasan masuk akal selain dugaan yang barangkali timbul dari reaksi emosional manusia yang frustasi dengan kehidupan masa kini yang semakin sulit ditebak. 

Ataukah teori konspirasi hanya sekumpulan perkiraan-perkiraan yang lahir dari perasaan enak dari aktivitas mengkait-kaitkan segala sesuatu. Kemudian pada gilirannya akan membangkitkan pikiran irasional manusia dan mengubur pelan-pelan rasionalitas.

Sebagian orang penganut Teori konspirasi tidak sepenuhnya bisa disalahkan. Bahwa, hal itu mungkin pilihan lain bagi sebagian orang yang sangat penasaran dengan cerita Corona. 

Menurut penulis, kita tak boleh buru-buru hingga secara terbuka menjustifikasi kebenaran dari Teori Konspirasi itu. Corona adalah wabah global. Ia masuk kategori masalah berat yang menyangkut hajat hidup seluruh manusia. 

Diperlukan alat ukur akurat dan kajian sistematis yang mendalam  untuk menilai pengaruh dan ancaman yang ditimbulkan dari eksistensi pandemi global ini.

Covid-19 dan segala peristiwa global apapun yang terjadi tentu berkaitan langsung pada perubahan tatanan sosial, budaya, ekonomi dan politik. Ada sejumlah peristiwa rasional yang melatarbelakanginya. 

Berbagai kejadian pasti diawali oleh berbagai peristiwa besar. Sejak Revolusi Industri ke-4---atau dalam bahasa kerennya 4.0---dilaunching di Jerman pada tahun 2011 dalam acara Hannover Trade Fair, dunia sedang memasuki zaman baru yang belum pernah terjadi sebelumnya.

 Dimana semua mimpi akan mampu diwujudkan. Umat manusia akan mengelilingi dunia dalam waktu sekejap. Manusia segera akan menstransfer kehidupannya ke dalam dunia digital.

Erik Bynjolfson menjelaskan era ini sebagai mesin kedua dimana seluruh aktivitas manusia akan dihabiskan dengan perangkat dan teknologi digital. Seluruh kehidupan akan dikendalikan secara penuh oleh mesin otomatisasi dan penciptaan hal-hal baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Sejak diberlakukannya lockdown di seluruh dunia, hampir seluruh kegiatan manusia dipindahkan ke dalam sistem daring. Manusia ramai-ramai bermigrasi dari dunia nyata ke dunia maya. Seluruh transaksi, kegiatan pendidikan, acara pertelevisian dan drama-drama dilakukan serba online.

Seolah ini penanda sedang berlangsungnya revolusi besar-besaran umat manusia. Revolusi 4.0 tersebut tidak lain adalah revolusi infotek dan revolusi digital. 

Terjadi perubahan radikal dalam sistem pemrosesan informasi dan komputasi digital. Perusahaan data raksasa sekelas Google mampu mengkomputasi dan menyiapkan segala kebutuhan informasi seluruh manusia.

Tak hanya itu, dengan memanfaatkan Big Data mesin penelusuran dapat mengetahui preferensi kebutuhan manusia bahkan dapat menentukan pilihan manusia itu sendiri. Noah Harari mengatakan Revolusi infotek menghasilkan algoritma Big Data yang dapat memonitor dan memahami perasaan yang jauh lebih baik dari manusia itu sendiri.

Sejak ditemukannya Kecerdasan Buatan Artificial Intelligences, perubahan terus-menerus terjadi. AI menunjukkan keanggihannya. Meringankan pekerjaan manusia. Di saat-saat tertentu AI ini dapat menggantikan peran-peran manusia di berbagai sektor kehidupan. 

Sebagai Klaus Schwab memprediksi bahwa Revolusi Otomatis ini akan menimbulkan efek kehancuran berupa disrupsi  yang disokong oleh teknologi. Yang pada giliran akan merelokasi keterampilan ke tempat yang lain.

Di India, Rumah Sakit Stanley Medical di Chennai mengerahkan robot untuk mencegah tenaga medisnya tertular pandemic Corona. Di China, Drone menjadi alat pengawasan. Drone China dirakit dengan konfigurasi Big Data yang digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh warganya apakah terjangkit Corona atau tidak.

Corona mungkin adalah babak pembuka untuk memassifkan era infotek dan digitalisasi. Atau wabah ini sekedar badai yang segera lalu yang datang hampir bersamaan sejak dimulainya gelombang Revolusi Industri 4.0. Kita bisa lihat, hari ini kehidupan serba daring sejak Corona mewabah. 

Untuk terus bertahan hidup, kita harus bisa online. Agar tetap mendapatkan uang kita harus bekerja secara online. Ini adalah keniscayaan dari kemajuan zaman yang sedang dihadapi umat manusia.

Ketimbang mempercayai Teori Konspirasi. Hal itu tidak akan memberikan ketenangan, yang ada hanya rasa takut yang berkepanjangan. Seolah-olah segala peristiwa telah direkayasa sedemikian rupa oleh Rezim Iluminasi dan Negara Zionis yang ingin mempercepat kedatangan Dajjal dengan mula-mula menyebarkan wabah Corona.

Menurut penulis, wabah dan musibah adalah perkara kausalitik-sebab-akibat. Tidak terjadi jika tidak dimulai dari sebab. Adanya wabah terjadi karena tangan-tangan manusia. Ekspolitasi alam secara global, destabilisasi biosfer di berbagai bidang adalah buah dari munculnya Wabah ini. 

Corona tak lantas diklaim secara teologis bahwa ini adalah hukuman Tuhan. Covid-19 ini adalah sarana penebalan keimanaan dan penguatan imunitas manusia.

Tugas manusia adalah berdoa dan berikhtiar. Corona akan segera berakhir. Corona dan dampaknya akan selesai dengan pendekatan sainstifik. Corona dan obatnya akan segera ditemukan melalui kerja-kerja para ilmuan.  

Tidak ada penyakit yang tidak memiliki obat. Kita hanya perlu mempercayakan penanganan Corona ini kepada otoritas Pemerintah dan Kesehatan. Biarkan para pakar bekerja tenang dan maksimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun